27

44 4 0
                                    

Lu Feng.

Ya Tuhan, Lu Feng.

Mataku buram-jernih, jernih-buram. Sedikit pusing seperti tidak nyata.

Setiap orang memiliki ruang waktu yang berbeda, keinginanku dan keinginannya menjadi tumpang tindih dan berbaur di sini, suatu kebetulan yang sangat luar biasa.

Tanpa sadar aku maju dua langkah ke depan, postur tubuhku kaku. Jangan kehilangan ketenanganmu, jangan kehilangan ketenanganmu. Lima tahun sudah, kita tumbuh... Sebagai orang asing, sangat mustahil untuk berpelukan sambil melepas emosi. Aku tidak tahu lagi apa yang harus aku lakukan layaknya orang biasa.

Lu Feng menatapku dengan seksama, seolah-olah dia sedang mengingat dan membedakan antara Cheng Yichen yang dia kenal dengan Cheng Yichen yang berada di hadapannya.

Tapi hari ini, mungkin aku sudah tidak bisa dikenali lagi.

"Yi Chen". Lu Feng mengucapkan dua kata itu dengan nada kaku, tapi dia segera tersenyum, "Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu lagi". Dia mendekat, menepuk pundakku dengan tangan kirinya, dan mengulurkan tangan kanannya, posturnya tetap tegak.

Tidak ada pilihan selain berjabat tangan.

Emosi terkejut melonjak di sekelilingnya. "Kalian berdua saling kenal?". Atasan itu tersenyum.

"Teman sekelas SMA, teman baik di masa lalu".

Aku mengunyah pernyataannya itu beberapa kali, sangat susah payah aku menelannya.

Sebelum atasan menemani Lu Feng keluar kantor, Tintin tidak tahan lagi. "Yichen, kamu sangat beruntung. Mari kita bernostalgia di acara penyambutan bos nanti malam".

Aku menyeringai dengan susah payah. "Bodoh, sudah bertahun-tahun kita tidak berhubungan lagi... Sudah tidak ada namanya teman baik... Bagaimana kita bisa bertemu satu sama lain?".

Lu Feng menghentikan langkahnya, lalu berbalik menatapku.

-----------

Acara besar malam itu gaya prasmanan, sehingga semua orang tidak terikat aturan formal. Sebaliknya, jika duduk di beberapa meja besar bersama bos dan atasan akan menjadi acara pamer, bukan lagi acara makan-makan.

Orang-orang berdiri maupun duduk, sambil mengobrol satu sama lain. Tintin dan Zhusha sama-sama pendatang baru dan kami selalu berkumpul bersama. Hari ini, aku tidak punya banyak tenaga untuk berdiri di antara mereka, jadi aku putuskan untuk duduk di sudut dengan sepiring salad.

Pasangan yang hidupnya sangat berharga itu terus mengganggu dikanan-kiriku.

"Yichen, kamu sudah kurus masih makan salad. Sini, aku akan memberimu ini. "Zhusha menaruh dua potong daging domba panggang dan sepasang sayap ayam ke dalam piringku, sementara mata Tintin melotot lagi.

Aku memakan apel dan kentang, walaupun sudah lama dikunyah masih saja tidak bisa menelannya. Lu Feng berdiri tidak jauh dari sana, menyapa mereka dengan sangat sopan dan santun.

Dia benar-benar berbeda, dia bukan lagi anak kecil yang memakai sepatu kets dan jeans serta raut wajah nakal, ekspresi serius dan formal itu seperti bukan miliknya.

Setelan jas yang dibuat dengan sangat rapi dan lurus. Mungkinkah dia merasa nyaman?

... Bagaimana dia sekarang bisa menendang orang dan tembok dengan sepatu buatan Italia di kakinya?

Aku melirik ke arah Tintin yang sedang mengobrol, kurasa jika dia tahu harga sepatu itu, dia pasti tidak ingin hidup lagi.

Setelah tujuh tahun, kehidupan benar-benar berubah, teman yang sedang berdiri di depan itu sudah berubah menjadi orang asing. Bagi kami dalam waktu lima tahun... Kami telah berubah hampir 70 hingga 80 persen. Lima tahun yang lalu, aku menginginkan segalanya dari Lu Feng yang tidak terpenuhi, tapi sekarang, meskipun hanya bisa melihatnya, itu sudah cukup.

"Melamun sendirian saja?".

"Eh?". Aku seolah-olah terbangun dari mimpi. "Tidak, masih ada…". Aku terkejut saat menyadari kalau Tintin dan Zhusha sudah pergi.

Lu Feng duduk di sampingku, tangannya memainkan gelas anggur seperti sedang berpikir.

"Sudah bertahun-tahun, bagaimana kabarmu?".

Pembukaan obrolan yang menghantam itu harus dijawab dengan lancar, tapi aku hanya bisa menundukkan kepala dan berkata dengan datar. "Baik... Setelah lulus di Universitas X... Aku bekerja di sini".

"Aku tahu kamu akan lulus". Dia tersenyum lalu memegang pergelangan tanganku dengan santai, "Kenapa kamu… masih kurus saja?".

Aku menyentakkan tanganku ke belakang seolah-olah sedang terbakar.

Keduanya saling memandang dengan kaget, bingung, dan canggung.

Lu Feng berdeham, lalu meletakkan gelas anggurnya. "Xiaochen... Beberapa tahun ini aku di Amerika Serikat, sebenarnya...".

Dia berjuang mencari kata-kata.

"Untuk sementara, aku memang melupakanmu...".

Meskipun aku sudah menyiapkan mental, tapi masih saja merasakan ledakan di kepalaku.

"Kamu tahu, tempat itu, kupikir aku tidak akan pernah kembali dan tidak akan pernah melihatmu lagi, jadi...".

"Aku tahu". Aku langsung menyelanya, aku takut mendengar kalau-kalau ada sesuatu yang lebih jujur, terus terang, dan menyakitkan. "Aku tahu semuanya. Jadi tolong berhenti bicara!".

Lu Feng menatapku, lalu menggerakkan bibirnya. Melihat itu aku buru-buru berbicara. "Tunangan, bagaimana kabar tunanganmu?".

Dia tertegun dan mengangguk dengan kaku. Aku melanjutkan dengan cepat seolah-olah aku sedang berbicara pada diri sendiri. "Dia sangat cantik dan memiliki latar belakang keluarga yang baik. Dia pasangan yang cocok untukmu. Aku melihat beritanya. Upacara pertunangannya sungguh meriah... Kamu akan segera menikah, Ingatlah untuk mengundangku, bagaimanapun juga, kita... Pernah berteman, bahkan aku sudah menabung untuk membeli hadiah pernikahanmu... Tentu saja, aku juga tidak akan lupa memberimu undangan kalau aku menikah kelak, jadi kamu harus menghargainya...".

Aku sendiri bahkan tidak tahu apa yang aku bicarakan itu.

"Kamu punya pacar?".

Bagaimana aku bisa menjawabnya, dia sedang bahagia, sedangkan aku masih sendiri, seorang gay yang tertutup, trauma, dan tidak ada yang mau mencintaiku.

"Ya". Aku tersenyum seperti orang bodoh.

"Oh… Apa dia gadis yang berambut panjang tadi, yang satu departemen denganmu?".

Aku tidak bisa mengeluarkan suara yang jelas, aku hanya bisa tersenyum bodoh dan mengangguk.

DUA JALANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang