18

35 3 0
                                    

Aku duduk dalam keadaan linglung, membungkuk sambil memegang kepala.

Posisi ini bertahan lama sampai seseorang mengguncangku dengan lembut.

"Kak".

Aku ditarik ke dalam pelukannya tanpa perlawanan.

Lengan Yichen menutupi wajahku yang sedang menangis. "Ayo pulang".

Aku menempelkan wajahku ke dadanya. Dia tidak bisa memahami hubunganku dengan Lu Feng, meski bagaimanapun juga, dia masih... menyayangiku.

----------

Aku harus pindah sekolah. Para siswa seperti menjadi panik dan lari ketika melihatku, terutama di toilet atau kamar mandi.

Begitu aku datang, seperti ribuan burung yang terbang dari gunung dan menghilang dalam satu menit, masing-masing dari mereka takut kalau aku akan mengingini mereka. Diam-diam dalam hati aku mencibir. Tidak semua pria bisa menghargai homoseksual, mereka semua memandang rendah diriku, tapi aku mungkin tidak mau merendahkan mereka.

Jika aku tidak segera pindah ke sekolah lain, semua orang akan malu.

-----------

Pindah ke sekolah yang jauh. Meskipun sekolah itu tempat murid-murid yang memiliki di bawah rata-rata, tidak lagi menjadi soal, saat ini yang ada dalam pikiranku adalah tidak ada lagi yang mengenaliku, tidak lagi menjadi buah bibir.
Sikap keluargaku masih dingin dan menganggap jijik, mereka sudah tidak pernah lagi memberiku kabar kecuali biaya hidup. Hanya Yichen-lah yang diam-diam suka menulis surat dan menghubungiku.

Aku bersikeras untuk menulis surat kepada Lu Feng. Aku diberi alamatnya oleh Yichen, katanya sebelum Lu Feng pergi, dia mendatangi sekolahnya untuk menitipkan alamatnya untukku. Ketika Yichen memberiku selembar kertas tipis itu, wajahnya seperti penuh dengan kebohongan juga rasa bersalah. Puncaknya, dari rasa penyesalannya itu dia berjanji jika ada surat balasan dari Lu Feng di rumah, dia akan mencurinya, dan memberikannya kepadaku, akan tetapi ekspresinya tidak seperti yang seharusnya. Aku paham kalau toleransinya terhadap cinta yang tidak masuk akal seperti itu telah mencapai batasnya. Apa lagi yang bisa aku harapkan darinya.

Nyatanya, sepucuk suratpun tidak pernah diterima Lu Feng.

---------

Aku terus menulis, sampai suatu hari suratku dikembalikan.

Begitulah jika suratku dikembalikan, menandakan kalau warga sudah pindah.

Saat itu, sepanjang malam aku menangis sambil memegang surat yang dikembalikan.

Aku tahu Lu Feng tidak akan pernah kembali lagi.

------------

Setelah ini, tidak ada lagi Lu Feng dalam kehidupanku, hanya meninggalkan tulisan yang menjadi kenangan yang paham akan masa laluku.

Tahun-tahunku selanjutnya menjadi tahun kekosongan.

Cheng Yichen berubah kembali menjadi Cheng Yichen yang dahulu, dimana memiliki nilai yang bagus dan prestasi yang unggul.

Mengikuti alur kehidupan.

Aku tahu ada sesuatu yang meninggalkanku, tapi aku tidak tahu apa itu.

-------------

Hubungan dengan orang tuaku masih tidak membaik sampai aku diterima di universitas. Mungkin mereka menyadari kalau kali ini aku benar-benar akan pergi jauh, atau mungkin karena aku dianggap sebagai barang bawaan yang sangat berat yang diangkat sendirian, dan akhirnya menghantam bagian hati mereka yang lembut.

Ayah yang galak itu akhirnya menghubungiku dan berkata. "Pulanglah lebih awal saat liburan dan jangan banyak berteman dengan orang luar".

Mereka tidak percaya dan selalu 'meragukan' teman-temanku, menurut mereka lebih baik tidak usah memilikinya.

Saat liburan mereka akan mengecek ponselku, seperti biasa mereka akan gugup dan waspada, mereka kalau-kalau ada laki-laki yang menghubungi, sebaliknya mereka akan merasa lega kalau itu perempuan.

Aku sudah tidak pernah lagi menyebut nama Lu Feng, aku juga sudah tidak menunjukkan lagi tanda-tanda kalau aku merindukannya. Seolah-olah hubungan di tahun-tahun itu hanya sekedar lelucon yang dilebih-lebihkan.

Hanya ada cincin perak kecil yang digantung di dada dengan benang sutra. Karena tidak pernah lepas dari tubuh dalam waktu yang sangat lama, mengakibatkan cincin itu kehilangan kilaunya, dan lapisan luar yang sudah teroksidasi menjadikan warnanya sedikit menghitam.

Aku juga sudah tidak ingin mengingatnya lagi, merindukannya tanpa kejelasan dan tanpa akhir hanya akan membuat orang sengsara.

Tidak ada yang bisa aku lakukan selain melupakannya.

----------

Di tahun terakhirnya, Yichen-pun masuk Universitas. Meskipun tidak mengatakan alasannya, tetapi aku tahu kalau alasan dia datang ke kota ini karena aku, meskipun dia sangat kecewa karena tidak bisa masuk ke Universitasku, setidaknya dia sedikit lega karena kedua Universitas itu hanya berjarak satu perhentian saja.

Yichen sebenarnya lebih naif di banding aku - anak manapun yang pernah mengalami kejadian seperti apa yang menimpaku akan menjadi dewasa sebelum waktunya - dia selalu dengan keras kepala percaya diri kalau akulah yang perlu dilindungi dan dijaga karena aku sangat rapuh, melihatku berlutut, memeluk kakinya dan memohon, itu meninggalkan kesan yang mendalam baginya.

Aku tahu dia baik padaku, akupun menyayanginya. Bagaimanapun juga kasih sayang antara daging dan darah tidak dapat dihapus atau digantikan oleh apapun. Kenyataan yang tidak menyenangkan aku yang seorang gay telah menjadi duri yang tidak ingin kami bahas lagi, tetapi kenyataan itu tidak dapat dihindari, dan dari waktu ke waktu dia selalu mengingatkanku untuk tidak mengungkitnya kembali, jika tidak, maka akan merusak semua yang sudah diperbaiki.

Akhirnya aku dan Yichen kembali dekat, tapi tidak sedekat dahulu. Akibatnya, meskipun aku indekos sendiri, tapi aku menolak untuk berbagi dengannya, bahkan menyarankan dia untuk indekos sendiri. Yichen akhirnya tinggal sendiri, hanya berjarak dua bangunan, jarak antara kedua bangunan tersebut tidaklah jauh, namun seperti jauh.

-----------

Semakin hari aku dan Yichen menjadi semakin mirip, setiap aku menatapnya, aku merasa seperti sedang bercermin. Dia memiliki bentuk yang sama denganku, mata sedikit terangkat di ujungnya, kulit sama-sama halus, bibir yang sama tipis, potongan rambut yang sama, sampai postur tubuhpun sama-sama semampai. Meskipun begitu, tentu saja aku dan dia ada yang beda. Dia lebih ceria, sementara aku, mungkin aku juga dahulu orang yang ceria.

Ya, tapi itu beberapa tahun yang lalu.

----------

Di tahun senior aku dipromosikan. Meskipun aku tidak begitu aktif, tetapi nilai-nilaiku sangat bagus, aku juga sudah tidak terkubur dalam ketidakjelasan masa lalu, intinya, semua berjalan baik dan damai, tidak ada yang tahu tentang kelainan orientasi seksualku, karena aku yang tidak tertarik apalagi berani untuk punya kekasih lagi. Secara logika, hal mustahil bagi seorang anak laki-laki berusia dua puluh tidak menginginkannya, masalahnya, itu menjadi sebuah pantangan bagiku, mungkin aku mempunyai gangguan jiwa.

Penghalang itu adalah Lu Feng.

-----------

Suasana hatiku sedang berkecamuk, aku masuk sebuah bar yang biasa aku kunjungi. Seperti biasa, aku memesan wine sambil duduk di sudut sendirian, minum dalam diam dan hampa, melewatkan beberapa saat dalam keadaan depresi. Aku menunggu sampai aku selangkah lagi untuk benar-benar mabuk, lalu perlahan berjalan pulang, dan bersorak dikeesokan harinya, aku merasa sangat mirip dengan Kong Yiji ketika aku memulai hidup baru.

[孔乙己 (Kǒng Yǐjǐ), tokoh dalam cerita klasik karangan 鲁迅 (Lǔxùn)]

Aku pikir hanya gadis-gadis muda mabuk yang akan mengalami pelecehan, ternyata, sebelum aku menyadarinya, kehidupan masyarakat diam-diam telah berkembang ke titik di mana laki-laki akan menghampiri laki-laki dan mabuk bersama. Tanpa disadari para laki-laki sudah menghampiri dan duduk di sampingku dengan niat yang tidak baik, dan aku merasa ada yang tidak beres.

Namun, karena sudah minum terlalu banyak, reaksiku menjadi lambat. Sebelum aku dapat berdiri, aku sudah dengan kuat didorong kembali ke tempat dudukku.

DUA JALANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang