7

57 5 0
                                    

Kamar mandi asrama putra digunakan bersama di lantai 1 yang terbagi menjadi tiga ruangan, kamar mandi, toilet, dan wastafel. Tempat mandi sejajar, semi terbuka, pembuangannya dijadikan satu saluran pembuangan dari setiap kamar mandi. Akhir-akhir ini Lu Feng dan aku selalu memilih tempat mandi yang memiliki dua gagang pancuran agar bisa saling mengobrol saat mandi, karena kali ini candaannya sedikit membosankan, dan hal itu membuat suasana diantara kami menjadi sedikit canggung, akibatnya kami jauh lebih tenang dari biasanya saat mandi.

Tidak ada orang lain di kamar mandi. Aku mulai mencuci rambutku dengan tenang, Lu Feng yang berada di sampingku tiba-tiba menyemprotkan air ke tubuhku sambil berkata. "Xiaochen, pantatmu bagus".

Aku terkejut, segera berbalik dengan canggung, lalu menyeka busa sampo dari wajahku dengan handuk, menghindari tatapan matanya. "Jangan berlebihan".

Dia tetap bersikeras. "Pernahkah ada yang mengatakan kalau kakimu indah? Panjang dan jenjang".

"Jika kamu berbicara kotor lagi, berhati-hatilah karena aku akan menuntutmu atas dasar pelecehan".

"Masalah besar dong. Tapi kamu akan kembali menggodaku". Dia tertawa.

Aku diam-diam melirik tubuh telanjangnya, seketika itu pula aku langsung menunduk. "Sudahlah, aku tidak bisa dibandingkan denganmu dalam hal ini".

Dengan sedikit panik, aku segera menyelesaikannya dan bersiap untuk mengeringkan badan. Lu Feng sudah mengenakan pakaiannya, dia berdiri menungguku, seperti seorang penjahat matanya terus mengamati tubuhku.

Saat aku memakai celana, aku menatapnya. "Lihat apa? Jangan bertingkah seperti hooligan".

Dia tersenyum jahat. "Aku ingin bertingkah seperti hooligan, memangnya kenapa?".

[Hooligan = pembuat onar, biang kerusuhan]

Sebelum aku sempat menghindar, dia sudah mengulurkan tangannya dan mencubit dadaku dengan kekuatan yang tidak normal. "Aww". Aku kesakitan. "Apa yang kamu lakukan!".

"Kenapa, kamu marah?". Senyumannya tetap tidak berubah, "Hanya bercanda, jangan terlalu serius".

"... Itu kan sakit. Kamu terlalu keras!".

"Benarkah?". Dia terus tersenyum acuh tak acuh.

-----------

Malam hari, aku berbaring di tempat tidur, dada ini masih terasa sakit membuat saya tidak bisa tidur, ketika aku melepas piyama, terlihat ada bengkak memar.

Kekuatan Lu Feng sungguh menakutkan. Sulit bagiku untuk memahami kekerasannya yang tidak dapat dijelaskan, aku tidak bisa mengerti dengan sikap kasarnya, bahkan lebih sulit lagi bagiku untuk menoleransi senyumannya yang menakutkan, dia seperti laki-laki nakal terhadapku sekarang.

Tapi dia temanku yang paling baik, tapi dia membuatku kesal dalam hal ini. Tidak bisa dipungkiri... Rumit.

-----------

Kelakuan Lu Feng menjadi semakin arogan, memegang tangan dan kakiku di depan orang lain, dan dia seperti menikmati kepanikanku.

Malam itu, seusai kelas mandiri delapan anak laki-laki duduk di kamar saling mengobrol. Seperti biasa jika para laki-laki sudah berkumpul, yang dibahas sudah pasti masalah perempuan, semakin kesini obrolannya semakin melebar hingga menjurus kelevel terlarang. Sampai pada saatnya ada seseorang bertanya kepada Lu Feng dengan pikiran yang belum jernih.

"Lu Feng, kamu berani tidak kalau kamu berhubungan seks dengan istrimu dihadapan kami?".

'Istri' Lu Feng? siapa lagi selain aku.

Yang lain tertawa terbahak-bahak, tetapi wajahku menjadi gelap. Aku duduk di tepi tempat tidur Lu Feng sambil membuka-buka buku, pura-pura tidak mendengar.

Tanpa diduga, Lu Feng menjawab "Bagus juga".

Tanpa peringatan dia langsung mendorongku ke bawah dengan seluruh kekuatannya, lalu menduduki pinggangku.

Sorak sorai itu hampir meruntuhkan atap. Satu tangan Lu Feng memegang kedua tanganku sedang satu tangan lainnya membuka kancing bajuku.

"Lu Feng! Jangan main-main!". Aku takut sekaligus marah.

Ketika baju sudah terbuka seluruhnya, keenam orang itu berteriak kegirangan, memberikannya semangat. Lu Feng masih menjelajahi tubuhku dengan ekspresi setengah tersenyum. Aku tidak tahu akan seberapa jauh dia bermain, meskipun aku tahu dia tidak bisa dikalahkan, tapi bagaimana denganku? Rasa malu karena dipermalukan di depan umum masih memaksaku untuk mengunci bibirku serta melawan dengan putus asa.

Kini tangannya benar-benar sudah meluncur ke pinggangku dan mulai melepaskan sabuk, aku sangat takut sampai wajahku memucat. "Lu Feng, jangan berlebihan!".

"Lu Feng, ayo!".

"Ayo! Haha...".

Teman sekamarku yang naif, mereka tidak mengerti, mencelaku dengan ketidakpahaman dampak dari suatu kejadian.

"Lu Feng, aku marah!". Aku yang lemah melawan si pembunuh!

Dia merobeknya seperti orang kesurupan, memasukkan tangannya ke dalam celanaku, dan memegangnya.

Aku berteriak seperti tersengat listrik, aku tidak tahu dari mana aku mendapatkan kekuatan untuk melepaskan diri dari pengekangannya, tiba-tiba aku bisa menampar wajahnya dengan keras.

"Bajingan". Aku mengertakkan gigi dan gemetar.

Orang-orang akhirnya menyadari kalau lelucon itu telah menjadi masalah.

Setelah berada dalam keheningan yang cukup lama, Xiaoshang menenangkan suasana. "Xiaochen, jangan menangis, Lu Feng hanya bercanda".

Lu Feng menatapku dengan tatapan kosong, akhirnya menunjukkan sedikit kegelisahan.

"Pergi". Aku mendorongnya dengan keras. "Keluar dari sini".

"Xiaochen, aku hanya...".

"Hanya lelucon, kan? Pergilah, bercandalah dengan yang lain". Aku menyeka mataku dengan punggung tanganku kemudian bangkit, mengambil kacamata yang sudah jatuh ke lantai, lalu beranjak dari tempat tidurnya.

"Kau, tuan muda, kalau ingin bersenang-senang, bersenang-senanglah dengan siapapun yang kamu inginkan. Tapi jangan selalu perlakukan aku seperti badut!".

DUA JALANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang