Hasilnya sederhana saja. Lu Feng dikeluarkan dari sekolah, karena dia mengambil semua tuduhan kepada dirinya sendiri, sementara hukumanku jauh lebih ringan. Meskipun Yang Wei pada akhirnya masih hidup, situasi masih sangat tidak menguntungkan bagi Lu Feng, selain tindakan kriminal yang disengaja, juga hubungan sejenis denganku, dia sudah dianggap cukup umur, berbeda denganku yang masih dianggap dibawah umur untuk usia lima belas tahun belum memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi perasaan, berbeda dengan dia yang dengan sengaja menggodaku.
Aku marah dan kesal, ingin rasanya membantai semua orang yang mencoba mencari tahu masalah ini, termasuk orang tuaku bahkan Yichen sekalipun. Aku benci mereka dengan sikapnya yang menjijikkan.
Bukankah kalian semua punya mata? Tidak bisakah kalian melihat bahwa kita sedang jatuh cinta?!
Mengapa orang yang berjenis kelamin sama pasti dianggap sebuah kelainan? Siapa yang menetapkan larangan cinta seperti itu?
Setelah dibawa pulang aku dikurung selama tiga hari. Cheng Yichen yang sebelumnya aku kenal baik, bijaksana telah berubah tanpa bisa kukenali lagi.
Orang tuaku menganggapku sebagai sesuatu yang menakutkan, belum lagi dicap sebagai aib keluarga Cheng yang tidak usah aku sebutkan, bahkan adikkupun menghindariku. Aku terjebak di dalam ruangan kecil, seluruh tubuhku gemetar karena rasa sakit, tetapi aku tidak dapat mengatakan sepatah katapun - bagi orang-orang seperti kami, berbicara tentang rasa sakit hanya akan mengundang tawa orang.
Aku masih belum tahu kabar tentang Lu Feng. Masalah yang dia timbulkan jauh melebihi apa yang bisa ditoleransi ayahnya. Terakhir kali kami bertemu di kantor sekolah. Ayahnya yang bangsawan itu tetap menjaga wibawanya, dia enggan meminta maaf kepada guru maupun orang tuaku, matanya terus menatap tajam Lu Feng. Aku bisa paham arti sorot matanya itu, seolah-olah mengatakan: Ini semua salahku yang tidak disiplin, terlalu manja sampai melanggar hukum, sehingga terlibat dalam skandal homoseksual dan kasus pembunuhan!
Aku bisa membayangkan rasa sakit pukulan tongkat yang mendarat ke tubuh Lu Feng.
Aku tidak tega melihatnya.
Ketika Yichen membuka pintu yang terkunci dari luar, posisiku sedang berjongkok di sudut, antara sadar dan tidak aku menatapnya. Aku yang pasti terlihat sangat menyedihkan, Yichen hanya menatapku dan terlihat seperti hendak menangis.
"Kakak...".
"Tolong biarkan aku keluar?". Aku tidak ingat lagi sudah berapa kali aku memohon padanya.
Seperti biasa tidak ada reaksi dari Yichen, hanya terlihat kelopak matanya yang tipis berubah menjadi garis-garis merah yang penuh kebencian. "Masih ingin bertemu dengannya?! Si cabul itu, dialah yang menyebabkan kakak menjadi seperti ini, kenapa masih memikirkan dia?".
Seperti orang tuanya, Yichen sudah menjadi orang asing. Semua orang mendadak menganggap Lu Feng dan aku sebagai orang asing.
Mereka semua tidak mau mendengar nama Lu Feng lagi.
"Jangan lakukan, juga tidak usah memikirkannya lagi". Dia menghela napas dengan getir, "Dia akan segera ke Amerika dan tidak akan pernah kembali".
Mataku melebar, telingaku berdengung.
"Aneh!!". Yichen menatapku dengan tatapan yang tidak bisa dibedakan apakah itu rasa iba atau marah. "Dia anak keluarga Lu yang kaya dan berkuasa, tujuan dia pergi sebelum masuk bui sudah dapat dipastikan untuk menghindari kasusnya".
Spontan aku berdiri dan bergegas keluar pintu. Yichen segera berbalik dan menendang pintu itu hingga tertutup. Sekarang dengan kekuatannya dia sudah bisa dengan mudah menahanku dan mendorongku dengan kuat, akupun terjatuh. "Aku disuruh orang tuaku untuk mengawasi kakak, jadi menyerah saja dan berhenti memikirkan dia!".
Tidak terasa air mataku mengalir.
Yichen menoleh dengan tajam dan berhenti menatapku. "Sudahlah kak... jangan seperti ini. Orang itu mesum. Apa bagusnya dia. Tidak baik jika kakak menjadi seperti ini. Biarkan saja dia pergi, kakak juga bisa hidup normal kembali".
Aku mengangkat tanganku lalu menamparnya.
Ini pertama kalinya aku memukulnya selama bertahun-tahun. Kamipun saling menatap dengan tatapan kosong.
Dengan marah Yichen mendorongku, kemudian pergi.
Meski hanya memiliki sedikit harapan tapi aku tidak boleh menyerah.
Sedetik sebelum dia menutup pintu, aku berlutut kepadanya.
"Kakak!". Suara Yichen bergetar antara terkejut dan marah. "Mengapa melakukan ini demi orang seperti itu...".
"Yichen, tolong biarkan aku menemuinya, sekali saja. Yichen... Kumohon... Yichen".
"Apa gunanya bertemu dengannya? Dia akan pergi". Yichen mengertakkan gigi.
"Tolong". Aku tidak bisa merangkai kata-kata indah apapun untuk meluluhkan hatinya, jadi aku hanya bisa mengulangi kata-kata yang sama.
"Masih menangis! Masih menangisi orang itu!".
"Yichen, Yichen...".
Aku yakin dengan sikapku yang seperti ini pasti membuat hatinya galau. Hanya itu yang dapat aku lakukan.
Akhirnya, meskipun adikku mengumpat keras, dia tetap mengeluarkan dompetnya dan melemparkannya ke hadapanku, dia langsung berbalik dan keluar dengan langkah lebar. Aku mendengar dia membanting pintu kamar dengan Keras.
----------
Aku memanggil taksi untuk pergi ke bandara, tidak peduli semahal apapun tarif taksi itu. Setelah sampai ditujuan, aku turun, mengeluarkan semua uang yang ada di dalam dompet dan melemparkannya ke pak sopir, kemudian berlari secepat mungkin.
Yichen benar, sudah terlambat.
"Lu Feng, Lu Feng!". Aku tidak menyangka suaraku akan terdengar begitu sedih dan putus asa. "Lu Feng! Lu Feng!!!".
Orang-orang yang berlalu lalang menatapku dengan heran atau kasihan.
"Lu Feng, Lu... Feng...". Aku hanya berharap dia bisa mendengarku. Kuharap dia bisa.
Tapi tidak.
Tidak ada keajaiban.
Mengapa tokoh utama di TV dan novel selalu memiliki keberuntungan sehingga mereka bisa bertemu untuk terakhir kalinya bahkan sebelum naik pesawat? Mengapa mereka begitu baik terhadap tokoh fiksi, tetapi mengapa mereka begitu kejam terhadap tokoh nyata?
KAMU SEDANG MEMBACA
DUA JALAN
RomanceMusim ke-1. 归途 (guī tú - Perjalanan Pulang) Bab 1 - Bab 43 (Tamat) Diangkat dari novel kisah percintaan karya 蓝淋 (lán lín) Judul Asli : 双程 (shuāng chéng) *cerita masih dalam tahap revisi typo [Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca, ting...