Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Gadis berhijab dengan tinggi kira-kira 168cm itu sedang sibuk bersiap karena ini hari pertamanya menjadi dokter di salah satu rumah sakit jiwa yang ada di pusat kota. Rumah sakit itu cukup ternama dengan beragam fasilitas yang ditawarkan.
"Ayah.. ibu.. Gia berangkat dulu ya.." ucap Gia terburu sembari mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan kedua orangtuanya.
"Loh? Nggak bareng ibu aja dek? Ibu hari ini ada jadwal operasi jam 8 nanti"
"Ibu.. ini hari pertama Gia, Gia juga diminta untuk menemui kepala rumah sakit lebih dulu. Jadi Gia mau berangkat sendiri aja. Kelamaan kalau nunggu jam 8" ucapnya sembari menyambar selembar roti gandum.
"No Gia.. kamu bareng mas aja. Justru karena ini hari pertama kamu, jadi jangan sampai kamu kenapa-napa" ucap Ghaaza.
Kalau kakaknya sudah turun tangan, Gia tidak berani lagi membantah. Dia lebih takut melihat kakaknya marajuk dibanding ibu dan ayahnya. Akhirnya Gia berangkat bersama Ghaaza dan Dilla.
Kurang lebih butuh waktu satu jam untuk sampai di rumah sakit tempat Gia bekerja.
"Mas.. mbak.. Gia pamit yahh.. makasih udah diantar" Gia berpamitan sembari mencium tangan Ghaaza dan istrinya.
"Nanti kalau pulang kabari mas atau mas Ghaazy ya.. jangan pulang sendiri" pesan Ghaaza.
Karena Gia tidak ingin terlalu lama berdebat, dia hanya mengangguki pesan Ghaaza.
Ghaaza pun melajukan mobilnya kembali, setelah memastikan Gia sudah benar masuk rumah sakit.
Gia lebih dulu menemui kepala rumah sakit sebelum dia mengetahui job desk nya. Karena di rumah sakit tersebut juga ada beberapa dokter senior lainnya.
Saat Gia berjalan, tidak sengaja dia menabrak salah seorang pasien dengan tangan terikat hendak melarikan diri karena merasa dia tidak gila.
"Maaf mas.." ucap Gia ramah.
Lelaki itu menatap Gia lama dan begitu lekat dengan sedikit senyuman di ujung bibirnya. Dia mengangguk, tanda bahwa dia memaafkan Gia. Namun anehnya, setelah bertemu dengan Gia, dia jauh lebih tenang. Yang awalnya dia berontak ingin melarikan diri, kini dia tidak melakukannya lagi. Justru dia mengulurkan tangannya yang terikat itu pada Gia.
"Aku Biru.." ucap lelaki itu, mengajak Gia bersalaman.
"Ah.. iya mas, saya Gia.." balas Gia dengan senyuman tidak kalah manis sambil menerima jabatan tangan Biru.
"Masalah apa yang membuat laki-laki setampan dia berada disini?" Monolog Gia.
Belum sempat ngobrol terlalu banyak, namun yang Gia tunggu sudah datang. Gia diminta untuk masuk ke ruangan kepala rumah sakit.
Sedangkan Biru menatap kagum Gia dengan senyuman yang masih belum pudar.
"Cantik.. dia sangat cantik.. senyumnya begitu hangat. Apa dia pasien? Tapi bajunya rapi. Dia tidak cocok menjadi pasien. Emm.. aku bisa disini untuk beberapa hari, semoga aku bisa bertemu dengannya lagi" ungkapnya dalam hati.