𝑫𝒆𝒍𝒂𝒑𝒂𝒏 - 𝑮𝒂𝒍𝒍𝒆𝒓𝒚

4.1K 354 19
                                    

Mobil Biru berhenti di sebuah gedung dengan konsep klasik namun tetap telihat begitu megah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mobil Biru berhenti di sebuah gedung dengan konsep klasik namun tetap telihat begitu megah. Gia bingung, untuk apa Biru mengajaknya ke gedung kosong itu? Meski sekelilingnya ramai, tetap saja gedung itu tampak tidak berpenghuni.

Gia pun tidak melanjutkan langkah kakinya, meski sikap Biru tidak mencurigakan, namun dia tetap harus waspada karena walau bagaimanapun, Biru adalah orang yang baru dia kenal.

Biru yang terlebih dahulu berjalan menuju pintu masuk gedung itu rupanya menyadari gerak gerik Gia yang terlihat takut. Biru pun kembali menghampiri Gia.

"Kamu takut ya?" tanya Biru tanpa basa-basi.

Gia pun menjawabnya tanpa basa-basi meski hanya sebuah anggukan.

Biru tidak ingin membuat Gia ketakutan, dia pun menjelaskan sedikit mengenai tempat apa itu.

"Gedung ini sudah lama tidak terpakai, sejak pameran yang batal digelar karena kecelakaan yang aku alami. Sejak saat itu, aku nggak pernah kesini lagi. Ada rasa trauma apalagi mama dan adikku meninggal saat mereka akan menghadiri pameran yang aku gelar." Biru tarik napas panjang lalu berusaha menawarkan Gia untuk masuk sebelum dia melanjutkan ceritanya, "Mau masuk?"

"Ini galeri lukis kamu?" tanya Gia sebelum setuju untuk masuk kesana.

"Kurang lebih seperti itu" jawab Biru singkat.

"Aku mau masuk" ucap Gia yakin.

Biru segera membuka pintu galerinya dan mengajak Gia masuk ke sana, dia kembali meyakinkan Gia agar tidak takut padanya.

"Aku bukan orang jahat, aku nggak seperti papa, jadi kamu jangan takut sama aku" Biru mengatakannya dengan lembut.

"Maaf kalau tadi aku sempat takut, ini pertama kali aku pergi sama laki-laki selain ayah dan kakak-kakakku. Jadi aku mohon kamu jangan tersinggung ya. Semoga tugasku menjadi dokter tidak sia-sia untuk membantu kamu" meski dalam hati Gia dia merasa diperlakukan berbeda oleh Biru. Tetapi dia tidak boleh terbawa oleh segala perlakuan Biru, dia harus tetap profesional sebagai dokter yang harus membantu Biru.

"Wahhh, beruntung sekali aku bisa jadi yang pertama setelah ayah dan kakak-kakak kamu. Itu pertanda namanya kalau kita itu jodoh hahaha" canda Biru agar suasana lebih cair.

"Ck.. Biru.. aku nggak lagi bercanda ya.. ih serius bisa?" Gia merasa kesal karena berulang kali Biru berhasil membuat pipinya terasa panas.

"Hahaha jangan terlalu serius, tadi juga kan katanya kalau nggak di rumah sakit, aku nggak perlu panggil dokter Gia. Itu artinya kamu juga jangan merasa punya tanggung jawab sebagai dokter kalau sedang berdua seperti ini. Lagian nanti pipinya merah terus kalau salting terus hahaha.." Biru berlari kecil meninggalkan Gia yang masih berada di pintu masuk.

Gia yang tidak terima dengan ledekan Biru itu langsung mengejar Biru. Langkah Gia kembali terhenti saat satu per satu lukisan yang terpajang berhasil membuatnya takjub.

𝑹𝒖𝒎𝒂𝒉 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝑩𝒊𝒓𝒖 [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang