7. Rashly

1.7K 265 68
                                    

"Selesai? Kita pulang sekarang." Renjun yang melihat Jeno berjalan berlawanan arah dengannya langsung bertanya hal itu, dan segera meraih lengan Jeno tanpa peringatan.

Jeno mengerutkan dahinya melihat raut kesal di wajah temannya itu, apa yang membuat anak itu kesal?

Renjun menyeret langkah Jeno dengan susah payah, dan begitu sampai di stasiun barulah Renjun melepas cekalannya pada Jeno. "Ah, dasar pengganggu." Gerutu Renjun, mengingat waktu menyenangkannya terganggu oleh dua orang tadi.

Anak itu duduk sembari menghela napasnya keras-keras, Jeno semakin mengerutkan dahinya. "Kau bertemu siapa?"

"Bukan siapa-siapa." Renjun yang masih terbawa kesal menjadi bersikap ketus pada Jeno.

Jeno menaikan halisnya, kemudian mengedikkan bahu tak begitu penasaran dengan apa yang membuat Renjun uring-uringan seperti ini. Karena sebentar lagi juga akan sembuh sendiri.

Baru beberapa menit Jeno memutuskan duduk di sebelah Renjun, anak itu menoleh dan memeluk lengannya erat. Matanya menatap Jeno dengan raut memohon, tak ada lagi gurat kesal disana.

Renjun tiba-tiba jadi penasaran juga sejauh mana Jeno tak mampu pada kekuatannya, karena selama ini ia hanya mengetahui bahwa Jeno tak lolos tes. Ia ingin tau sepayah apa Jeno, kenapa bisa murid secakap Jeno tak mendapat kemenangan.

Karena jika dipikir lagi tentang ucapan yang ia katakan pada dua gadis tadi, bahwa tesnya akan percuma jika Jeno tetap menguasai tesnya. Itu terasa seperti omong kosong. Memang Jeno dengan kemahirannya tak memerlukan pengakuan resmi dari sekolah dengan harus mengikuti tes lebih dulu.

Tapi jika memikirkan bahwa ia dan Jeno juga sama-sama berharap bisa terlibat, bisa memiliki andil dalam dunia kerajaan itu akan jadi kebanggaan tersendiri untuk mereka. Dan tes itulah yang biasa jadi awal orang-orang untuk dengan mudah bisa didorong pihak sekolah pada kerajaan, sebagai orang yang direkomendasikan agar diambil untuk ikut andil dalam dunia kerajaan.

Dan Renjun sekarang berada selangkah lebih dekat lagi untuk mewujudkan keinginannya, tapi Jeno? Justru ia tinggal. Renjun tak mau seperti itu. Ia dan Jeno masuk ke the Rève sama-sama, ia juga ingin bisa merasakan ketercapaian itu bersama Jeno juga. Akan menyedihkan kalau ia sampai di tempat tujuan itu sendirian, disaat ia dan Jeno membuat rencana mereka sama-sama.

"Mau melihatku sebagai musuhmu tidak?" Pertanyaan itu Renjun lontarkan dengan senyum lebar dan mata menanti jawaban dengan penuh harap.

"Apa yang sedang kau pikirkan?" Jeno bertanya heran.

Renjun masih menatapnya. "Aku ingin melihat dibagian mananya kau lemah, sampai membuatmu tak lolos tes. Dan aku juga sudah lama tak melihatmu mempraktekkan lebih banyak sihir yang kau kuasai."

Biasanya setiap mereka ada kelas di Ironclaw, Jeno sering maju untuk mengecek kemampuannya pada pengajar. Dan itu selalu berbeda hasil dengan Renjun, yang hanya dipenuhi keinginan besar saja tanpa adanya bakat. Jeno justru selalu dengan mudah menguasai per perlajaran yang disampaikan setiap saatnya.

Sekarang Jeno hanya akan berdiri di bagian pinggir saat kelas Ironclaw, dan tak pernah maju lagi ke depan. Renjun selalu bertanya-tanya, apa Jeno malu karena ia tak lolos dalam tes? Hingga membuatnya tak lagi bersemangat disana?

"Dan kau yang menawarkan menjadi musuhku hanya untuk melihat batas kemampuan Ironclaw ku?" Jeno menatap Renjun dengan tak percaya.

"Iya, Ironclaw perlu lawan untuk praktek. Karena kita hanya berdua jadi sudah aku saja." Renjun terlihat begitu suka rela dan tak keberatan.

Berbanding terbalik dengan Jeno yang jelas-jelas keberatan atas hal itu, Renjun ini sedang menawarkan diri untuk ia perlakukan semaunya dengan sihir yang ia miliki. Disaat Jeno menjauhkan segala hal yang mengancam keselamatan Renjun, anak itu justru menawarkan dirinya dalam situasi bahaya. Anak itu masih tetap sama, gegabah. Sikap gegabahnya ini selalu membuatnya berada dalam situasi buruk.

Wyrdspell ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang