8. Warfare?

1.7K 258 56
                                    

Jeno mengeraskan rahangnya. Dirinya selalu memiliki keinginan menyerang Arvel, tentu saja.

Tapi bukan di waktu sekarang, ini bukan waktu yang ia harapkan. Ia benar-benar merutuk segala sifat penasaran Renjun, karena sekarang ia juga tak mungkin menolak apa yang Renjun tawarkan disaat Arvel bahkan sudah menyetujui. Jika ia menolak sama saja dengan ia menjatuhkan harga dirinya sendiri.

"Jeno, ini bukan sebuah perang. Aku hanya merasa sudah lama tidak melihatmu menggunakan sihir Ironclaw mu." Benar-benar tak ada jejak bahwa Renjun tadi sempat mengatakan bahwa berteman dengan Jeno adalah kesalahan. Sikapnya kali ini sangat menunjukkan seberapa lama ia mengenal Jeno, sampai bisa menebak pikiran Jeno hanya dengan melihat raut wajahnya.

Halis Jeno naik, menatap Renjun tanpa arti. "Minggu lalu, aku yang membantumu di kelas Ironclaw." Ia mengingatkan.

"Itu adalah dasar, untuk ukuran seorang penyihir Ironclaw sepertimu. Sementara aku ingin melihat kekuatanmu yang sama seperti saat tes." Renjun menampilkan senyuman lebarnya, mencoba meluluhkan Jeno.

"Kau tau itu tak mungkin." Karena mengeluarkan kekuatan seperti itu, hanya untuk menghadapi hal besar. Tidak boleh digunakan sembarangan.

Renjun berdesis, mulai gemas kesal pada Jeno yang terus mencari celah untuk menolaknya. "Maksudku, yang lebih dari apa yang baru aku pelajari di Ironclaw minggu lalu."

"Beberapa hari lagi kau ada kelas Ironclaw lagi kan?"

Mendengar itu Renjun berusaha keras agar tak mencubit Jeno detik itu juga. "Tapi tak ada kau, jadwal kita tak sama di hari itu."

"Dan apa keungtungan yang kau dapat dari melihatku?" Jeno bertanya.

"Banyak." Renjun mulai menjawab dengan kesal.

"Jeno, kau sejak tadi hanya terus mengundur waktu. Kau ingin aku dorong ke bawah? Mystheaven bukan tempat menyenangkan." Renjun mengingatkan tempat yang terletak di bawah perpustakaan.

Sementara Jeno yang mendengar itu tak peduli.

"Keretanya akan datang beberapa menit lagi, Jeno bagaimana?" Arvel maju mendekat ke arah dua orang itu, memastikan apa mereka akan melakukan rencana tadi atau tidak.

"Jeno..." Renjun kembali meraih tangan Jeno dan memegangnya dengan hati-hati.

Jeno mendengus seketika, sejak tadi ia sudah menunjukkan keengganannya tapi Renjun masih juga menatapnya seperti itu. Dan sekali lagi, Jeno tak mungkin menolak hal ini terang-terangan. Maka ia pun akhirnya mengiyakan.

Dan sekarang ia hanya perlu berpikir tempat mana yang bisa mereka gunakan, ia tak membiarkan Arvel yang menentukan tempat.

"Kita ke Druidy." Jeno memutuskan.

Renjun langsung menatap Jeno tak terima. "Kenapa disana?" Karena jika mereka menggunakan hutan Druidy, ada kemungkinan bagian dari hutan akan mengalami kerusakan.

"Kenapa tidak di gunung Ironclaw saja? Atau di hutan tanglewo—

"Tidak." Jeno berseru cepat.

Begitu melihat Renjun yang masih menunjukkan raut tak terima, dengan bibir cemberutnya. Jeno mendekat ke arah Renjun, membuat mereka berdiri berhadapan dengan begitu dekat, lalu Jeno menaikan tangannya untuk menekan bibir bawah Renjun dengan jari jempolnya.

"Renjun, kau harus mengorbankan suatu hal untuk menghabiskan rasa penasaranmu." Kata Jeno sembari menatap mata Renjun dalam.

Hal itu membuat Renjun menarik napasnya, terpaksa ia harus menyetujui untuk Jeno menggunakan hutan Druidy. "Ck, iya iya." Jawabnya sembari menepis tangan Jeno yang memegang dagunya.

Wyrdspell ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang