Lavender field

1.8K 267 93
                                    

"Kita sudah lama tidak bertemu." Renjun berlari menghampiri Jeno yang baru datang ke gedung utama, sementara Renjun sudah sejak setengah jam yang lalu datang.

Begitu berdiri di hadapan Jeno, bibir Renjun mencebik. Matanya menatap sinis dan hidungnya mengeluarkan dengusan. "Aneh sekali setelah kau jadi kekasihku kau justru jadi jarang menemuiku."

Renjun mulai bisa beradaptasi dengan status baru mereka, setelah sebelumnya masih cukup terkejut setiap Jeno menyinggung bahwa sekarang mereka terikat hubungan lebih dari teman.

Jeno mengerutkan dahinya. "Kau sendiri yang mengatakan padaku untuk fokus pada persiapan tes."

"Itu masih tiga bulan lagi." Ujar Renjun gemas, halisnya menukik tak suka.

"Dan kau yang sering mengingatkanku setiap bertemu, Renjun." Jeno menekan kedua pipi Renjun dengan tangannya.

"Tapi bukan berarti kau melupakanku!" Sebelah kaki Renjun menghentak kesal.

"Aku merindukanmu." Renjun akhirnya mengatakan alasan ia jadi begitu marah pada Jeno karena hal itu, disaat sebelum-sebelumnya ia sendiri yang mengingatkan Jeno tentang persiapan untuk tes.

Mendengar hal itu Jeno menaikan halisnya, ia menahan senyumnya lalu. "Kau yang marah padaku dua hari lalu, dan mengatakan tak suka denganku, juga tak mau berbicara padaku lagi."

"Bohong!" Sentak Renjun.

Jeno membelai pipi Renjun untuk kemudian menaikan dagu Renjun agar sedikit mendongak padanya, setelah itu ia menggesekkan hidungnya pada ujung hidung Renjun. "Aku tak berbohong, Renren."

"Aku yang berbohong." Maksud Renjun adalah tentang ucapannya yang mengatakan tak mau berbicara lagi dengan Jeno dan tak suka pada Jeno. Itu adalah kebohongannya.

Hal itu berhasil membuat Jeno tertawa.

Beberapa murid yang lewat dan berada di sekitar mereka sontak menoleh mendengar tawa yang tak pernah mereka lihat jika bukan saat Jeno tengah bersama Renjun.

"Aku rewel karena aku merindukanmu." Renjun melingkarkan kedua tangannya pada tubuh Jeno dan memeluknya erat.

Jeno membalas pelukan itu. "Kau selalu rewel setiap hari." Ujarnya, dan Renjun langsung mendongak dengan raut marahnya.

"Kita sudah lama tidak ke padang lavender." Renjun merasakan tangan Jeno yang mengusap punggungnya.

"Kau mengajakku kencan?" Tanya Jeno.

Renjun cepat-cepat mendongak lagi. "Tentu saja! Aku tidak mau menghabiskan hari dengan terus merindukanmu."

Jeno mengernyit tak suka, lalu. "Aku tidak mau."

Jawaban Jeno itu membuat Renjun terkesiap, Jeno mulai bersikap menyebalkan lagi. Tapi sekarang Renjun tak bisa meladeni sifat menyebalkan itu, karena itu hanya akan membuat ia semakin uring-uringan. Ia lebih baik membujuk Jeno.

"Jeno..." Renjun berucap pelan, ada nada kecewa dalam suaranya. "Aku harus melakukan apa untuk membujukmu?"

"Tidak ada." Jeno menjawab singkat.

Tangan Renjun masih memeluk pinggang Jeno, sementara matanya menatap Jeno tanpa kedip dengan raut sedih. "Jeno..."

"Aku tidak mau, biarkan kau tetap merindukanku."

Renjun menyadari ucapannya tadi mengundang kesalahpahaman tak jelas bagi Jeno. "Tidak, bukan. Maksudku bukan aku tak suka dengan kenyataan aku memiliki rindu padamu, yang aku tak suka adalah aku yang sulit menemukan waktu denganmu."

Entah kenapa Renjun merasa bahwa semenjak mereka menjadi sepasang kekasih, Jeno seperti sering membalas dendam padanya. Anak itu kerap marah hanya karena hal sepele, padahal dulu Renjun yang seperti itu.

Wyrdspell ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang