12. Rarity

1.6K 246 129
                                    

Jeno mengerutkan dahinya begitu memasuki lobby asrama, ia melihat punggung Renjun yang masih mengenakan seragamnya. Menandakan anak itu juga baru pulang sama sepertinya, padahal ini sudah nyaris tengah malam sementara kelas pasti berakhir sejak sore hari.

Langkahnya ia bawa lebih lebar agar bisa menyusul Renjun, dan begitu ia sampai tepat di belakangnya ia langsung merangkul tubuh Renjun hingga membuat anak itu berjengit kaget.

"Jadi, dari mana kau baru pulang di jam seperti ini?" Bisik Jeno dengan sedikit menunduk untuk membuat pertanyaannya terlontar tepat di telinga Renjun, Jeno tak mau sebuah kebohongan dari jawab Renjun. Maka ia bertanya dengan nada bicara yang berdengar mengintimidasi.

Tak biasanya Renjun pulang larut seperti ini, kalaupun ada rapat tak akan selama ini. Jeno tau betul.

Lengan Jeno yang tadinya melingkar pada tubuh Renjun, kini terlepas saat Renjun menghadap ke arah Jeno.

Matanya ikut memicing menyadari tampilan Jeno pun masih dengan seragamnya. "Kau sendiri baru pulang." Renjun balik mengatakannya.

"Aku bertemu papa." Jawab Jeno.

Renjun mengerutkan dahinya, Jeno terlalu cepat menjawab padahal tadinya Renjun berharap Jeno mengelak atau mengalihkan pertanyaan agar Renjun memiliki alasan merecoki Jeno dengan pertanyaan itu supaya ia tak perlu menjawab pertanyaan Jeno tadi.

"Untuk urusan apa?"

"Kenapa aku harus memberitaumu?" Jeno enggan memberitau Renjun alasan ia bertemu papanya, ia tak akan memberitaunya sedikitpun. Karena Renjun pasti akan semakin memperpanjangnya dan akhirnya anak itu akan tau semuanya.

Merasakan keengganan Jeno, Renjun kembali teringat kecurigaannya. "Harus! Kalau kau ingin tau aku dari mana." Renjun melipat tangannya di depan dada, menantang Jeno.

Ia pikir tak apa untuk mengatakan barusan ia dari mana, yang penting ia bisa memancing Jeno untuk memberitaunya. Tapi jika Jeno masih kukuh bungkam, Renjun akan semakin mencurigai tentang kepergian-kepergian Jeno yang tak ia ketahui seperti ini.

"Berlatih." Jeno menjawab terpaksa, ia pun ingin mengetahui dari mana Renjun. Karena melihat anak itu terasa ingin menutupinya, berarti itu adalah hal yang cukup penting.

Lalu Jeno menatap Renjun meminta ganti jawaban.

Renjun menghembuskan napasnya lemas, ia tau kalau ia akan kena omel sekarang. "Dari perpustakaan." Jawabnya tak bersemangat, berbeda dengan tadi yang begitu percaya diri.

Jeno menyadari Renjun yang jadi merengut dramatis. "Sendirian?" Jeno menaikan halisnya.

"Kau tak ada." Renjun berseru cepat, membela diri.

"Lagi pula ini aku baik-baik saja." Lanjut Renjun sembari memamerkan senyum lebarnya, kemudian menunjukkan kesepuluh jarinya pada Jeno, merentangkan tangannya, juga menengadah untuk memperlihatkan bagian lehernya, lalu ia melompat kecil.

Semua itu ia lakukan untuk menunjukkan pada Jeno bahwa ia baik-baik saja.

Tapi Jeno masih menatapnya lekat. "Tak ada yang menjamin kau akan baik-baik saja lagi di kepergianmu yang lain, kau tak tau siapa yang ingin kau untuk —" Jeno segera menghentikan ucapannya begitu menyadari Renjun mulai menatapnya penasaran.

"Lanjutkan, Jeno." Renjun maju mendekat, meminta Jeno melanjutkan semuanya. Ada kejanggalan dari ucapan temannya itu.

Jeno menghela napasnya. "Lain kali beritau aku begitu kau memiliki rencana kesana dari sebelumnya, aku akan menemanimu."

"Bukan ini." Renjun masih serius menatap Jeno, tak puas dengan ucapan yang menurutnya bukan lanjutan dari yang tadi.

"Kalau kau tidak denganku, pastikan ada yang tau kau pergi kemananya." Jeno pun sama kukuhnya seperti Renjun, untuk tak memberitau kelanjutan ucapannya tadi.

Wyrdspell ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang