9. Prejudice

1.7K 261 96
                                    

Setelah hari itu, lebih tepatnya begitu menyadari bahwa tatapan Arvel adalah seperti orang yang senang menemukan sesuatu pada diri Jeno. Ada senyum samar pada sudut bibir Arvel. Renjun jadi penasaran apa yang membuat Arvel seperti itu.

Dan yang lebih membuatnya kepikiran semalaman adalah ia tak tau bagaimana Jeno saat melihat itu, apakah Jeno menyadari apa yang mata Arvel perlihatkan atau justru lebih fokus pada pertandingan itu?

Renjun berjalan menuju lantai bawah untuk mengambil buku jadwal kelasnya yang kemarin ia titipkan pada kak Mark saat mereka mengikuti rapat pembimbing lagi. Tapi kakinya langsung berhenti melangkah saat melihat di ujung tangga ada sosok yang baru naik. Renjun menyipitkan matanya meyakinkan, dan setelah sosok itu balik menatapnya Renjun langsung bertanya.

"Dari mana?" Renjun langsung mengekori langkah Jeno, melupakan tujuan utamanya keluar dari kamar tadi untuk apa.

"Aku baru meminta Myria mengobatiku setelah pertandingan untuk memenuhi rasa penasaranmu itu." Sindir Jeno tanpa menghentikan langkahnya.

Mendengar itu Renjun berdecak. "Aku kan penasaran ingin tau sejauh mana sihirmu."

Dan juga karena Renjun yang merasa kekalahan Jeno dalam tes terasa seperti sebuah omong kosong baginya, dan ia perlu melihat sendiri bagaimana Jeno memakai sihirnya. Apa memang kemampuannya menurun atau semuanya baik-baik saja dan hanya tesnya yang terlaksana dengan tidak wajar hingga membuat Jeno menjadi korban kecurangan? Renjun ingin tau. Ia benar-benar ingin mencari tau penyebabnya, ia bahkan susah mengajak Jeno untuk menyelidikinya.

Tapi Jeno menolaknya secara halus, dan juga memang dirinya pun memiliki tugas lain sebagai pembimbing untuk mencari murid yang menyalah gunakan kekuatan sihir. Ia jadi sedikit kesulitan mencari tau tentang kejanggalan dari kegagalan Jeno itu.

"Kau melihat sendiri, aku kalah dari Arvel." Jeno berjalan di koridor menuju kamarnya.

Renjun masih mengikutinya. "Kalian seri, Jeno. Tak ada yang kalah. Arvel tak bisa menahan keterampilanmu, kau juga tak bisa mengalahkan Arvel."

"Aku tak mendapatkan kemenangan, berarti aku kalah." Jeno membuka pintu kamarnya. Renjun ikut masuk.

Dan begitu memasuki kamar Jeno, Renjun ingat terakhir kali ia masuk kemari adalah untuk membangunkan Jeno yang mengeluh baru pulang jam tiga pagi. Dan saat ia menanyakan kejelasannya, Jeno tak menjawabnya.

Sekarang Renjun menyadari bahwa Jeno menyembunyikan sesuatu darinya, selain ia yg tak menjawab pertanyaan hari itu, kemudian sikapnya kemarin yang tak membolehkan ia berada di tempat yang bisa melihatnya dengan jelas. Renjun yakin ada yang Jeno sembunyikan hingga harus menempatkan Renjun di belakangnya.

Juga jika diingat-ingat lagi sikap Jeno memang ada yang tak biasa, ada beberapa hal kecil yang berubah semenjak liburan pasca tes yang diadakan the Rève.

Sebelumnya Renjun merasa itu bukan hal sneh. Tapi sekarang, disaat ia semakim memikirkannya. Ia jadi mulai mencurigai Jeno, juga merasa ada yang janggal dengan beberapa sifat Jeno.

"Jeno.." Renjun memanggilnya ceria, sembari maju mendekat pada Jeno yang memunggunginya karena tengah mencari sesuatu di atas meja belajarnya.

Ia menyembunyikan bahwa dirinya mulai mencurigai temannya itu, ia mencoba bersikap biasa. Ia akan mencari tau semuanya sendiri. Jika biasanya ia selalu mengajak Jeno, bercerita pada Jeno tentang rasa penasarannya. Sekarang ia tak mungkin membaginya dengan Jeno disaat Jeno sendirilah yang ia curigai.

"Hmm?" Jeno menyahut tanpa menoleh.

"Kau masih menganggapku sebagai temanmu kan?"

Mendengar pertanyaan itu, Jeno mendengus seketika. Biasanya Renjun bertanya hal itu karena ia tengah marah dan berharap Jeno membujuknya.

Wyrdspell ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang