16. Puzzle

1.3K 221 37
                                    

Setelah ia menguping pembicaraan Jeno dengan Elora, ia segera bergegas ke kamar Haechan yang memang tadinya itu tujuan utamanya. Selama ia mendapat sihir penyembuhan dari Haechan, ia menerka-nerka sendiri siapa yang dibicarakan Jeno dan Elora tadi.

'Ia selalu datang terlambat untuk menutupi kepayahannya di Jade lotus.'

Itu memiliki kesamaan dengan apa yang Renjun dengar dari Arcadias kala itu.

'..Ia tak pandai di Jade lotus.'

Elora dan Jeno sedang mengincar tersangka pelanggaran aturan the Rève? Elora sendiri Renjun mengerti karena ia adalah salah satu pembimbing juga, tapi Jeno? Ia bukan pembimbing, ia tak lolos tes.

Tapi Jeno terdengar begitu hafal dengan tersangka itu, ia bahkan terdengar lebih mengerti. Bagaimana Jeno yang meminta Elora mengawasi, juga Jeno tau celah untuk Elora bisa masuk ke kelas tanglewood disaat bukan jadwalnya.

Jeno diberi tau Arcadias kah? Tapi Arcadias jauh lebih tegas terhadap aturan the Rève. Jeno saja dulu menegurnya saat ia hampir mengatakan rencana penangkapan para pembimbing. Apalagi Arcadias, ia mungkin bisa memarahi Renjun habis-habisan kalau tau ia pun nyaris membagi rahasia pembimbing dan pengajar itu.

Lalu dari mana Jeno mengetahui semua ciri tersangka itu, juga kenapa Jeno bisa tau?

"Renjun, sekarang bagaimana perasaanmu?"

Suara Haechan membuat Renjun mengerjap, ia larut dalam lamunannya hingga tak mengingat bahwa ia masih di kamar Haechan untuk mendapat penyembuhan.

"Kau merasa lebih baik?" Haechan bertanya lagi.

"Oh, ya." Renjun mengangguk.

Haechan pun menurunkan tangannya dari dekat tengkuk Renjun, tanda telah selesai dengan penyembuhannya.

"Kau tak biasa dengan sihir penyembuhan seperti ini? Apa Myria biasanya menggunakan sihir lain?" Haechan bertanya lagi. Ia tau perbedaannya, ia salah satu pembimbing jade lotus. Ia bisa merasakan perbedaan respon tubuh seseorang saat ia menerapkan sihir penyembuh. Dan tubuh Renjun seolah asing dengan sihirnya barusan.

Renjun menatap Haechan lama, ia tak mau mengatakan bahwa sebenarnya ia memang tak biasa mendapat penyembuhan dengan cara ini. Jika ia memberitaukan Haechan tentang hal itu, Haechan akan bertanya apa yang biasa Renjun dapat dan nantinya ada kemungkinan Haechan akan menggunakan cara yang sama seperti Myria padanya.

Sementara Renjun ingin tau apa dampak yang ia dapat jika ia tak mendapat sihir seperti cara yang Myria lakukan, ia ingin tau kenapa Jeno begitu kukuh ia harus selalu menemui Myria dan ia yang hanya mendapat jenis penyembuhan yang sama.

"Myria kadang menggunakan sihir yang berbeda, tapi ia juga kadang melakukan yang kau lakulan barusan." Dusta Renjun.

Haechan mengangguk, meski tidak sepenuhnya percaya. Ia yakin bahwa tubuh Renjun benar-benar baru menerima sihir yang barusan ia gunakan.

"Terimakasih Haechan." Menyadari tatapan ragu Haechan, Renjun segera meninggalkan kamar itu sebelum mendapat lebih banyak pertanyaan.

Tubuhnya terasa membaik, meski tak sepenuhnya sembuh. Rasa pusingnya hilang, tapi lemasnya masih ada. Mungkin setelah tidur Renjun akan merasa lebih baik besok.

Tapi keesokan paginya, begitu bangun ia masih merasakan tubuhnya lemas. Ia berpikir untuk tak mengikuti kelas, karena rasanya ia hanya ingin berbaring. Tapi sekarang ia ada kelas Veridian lagi. Bahkan sekarang ia sama dengan Jeno. Ia ingin melihat interaksi Jeno dan Arcadias, ingin menemukan sebuah petunjuk kecil dari interaksi mereka.

Di kereta ia hanya duduk diam menatap keluar jendela, Jeno yang duduk di sebelahnya merasakan keanehan Renjun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di kereta ia hanya duduk diam menatap keluar jendela, Jeno yang duduk di sebelahnya merasakan keanehan Renjun. Temannya itu terlihat tak seaktif biasanya.

Jeno bergerak mendekat, menilik wajah Renjun. "Kau sakit?"

Renjun tak menoleh, karena ia yakin saat ia menoleh nanti hidungnya akan bersentuhan dengan hidung Jeno—saking dekatnya jarak Jeno sekarang. "Aku masih mengantuk." Jawab Renjun.

"Apa yang kau lakukan semalam sampai masih mengantuk di pagi hari?"

Renjun menelan salivanya mengingat apa yg ia lakukan semalam, menguping Jeno.

Jeno menarik dagu Renjun, ingin melihat lebih jelas wajah temannya itu. "Tidak, ini bukan karena mengantuk." Kata Jeno setelah memperhatikan Renjun.

Sekarang Renjun jelas dalam keadaan terdesak, Jeno menngetahui keadaan tubuhnya yang tak baik. Dan ia yakin sebentar lagi temannya itu akan bertanya tentang penyembuhan Myria. Kemudian Renjun mendapat pemikiran untuk mengalihkan pembicaraan.

"Semalam aku mencarimu ke kamar untuk meminta kau mengantarku." Ujar Renjun dengan kebohongan. Dengan ini ia juga bisa mengetahui apa Jeno akan mengatakan padanya tentang pertemuannya dengan Elora, atau menyembunyikannya.

"Kemana?"

Jeno justru balik bertanya, dan Renjun belum mempersiapkan kebohongan yang lebih jauh lagi. Jadi ia pun balik bertanya lagi.

"Kau kemana tak ada di kamar?"

"Mengantarmu kemana?" Jeno tak mudah dialihkan, maka ia tetap kukuh dengan pertanyaannya.

Renjun tak memiliki bayangan lain untuk membohongi Jeno lagi dengan apa, pada akhirnya ia pun mengatakan kebohongan yang tetap ada hubungannya dengan pertanyaan Jeno sejak awal.

"Bertemu Myria, aku merasa tak enak badan sejak kemarin." Renjun merutuk dalam hati, ia sekarang justru kelepasan mengatakan kondisinya lebih jauh.

Mendengar kejujuran Renjun bahwa ia sakit sejak kemarin, Jeno semakin memiliki banyak pertanyaan di kepalanya. "Hari sebelumnya kau kemana saja?"

Kenapa jadi ia yang ditanyai?! Renjun mengerang kesal.

"Aku ke druidy, membantu Lyra." Renjun pada akhirnya tak bisa berbohong lebih banyak lagi pada Jeno, lagi pula untuk yang satu ini ia merasa tak ada hal yang perlu disembunyikan. Ini hanya tentang menemui Lyra.

"Membantu Lyra?" Jeno bertanya heran.

Renjun mengangguk. "Kalungnya hilang."

Jeno semakin mengerutkan dahinya , Lyra lebih dari mampu untuk sekedar mencari sebuah kalung kecil seperti itu. Menyadari kejanggalan ini, Jeno memilih tak melanjutkan pertanyaannya.

"Lyra?" Hanya itu yang Jeno ucapkan.

Dan Renjun mengangguk. "Iya." Cukup lega karena Jeno tak bertanya lebih jauh, karena Renjun tak mau mendapat kemarahan Jeno karena ia pergi dengan Arvel juga di hari itu.

"Jadi semalam kau kemana?" Renjun kembali menanyakan itu.

"Ada." Jawab Jeno singkat, posisi duduknya kembali seperti semula.

Renjun mencubit pelan lengan Jeno karena gemas menahan kesal dengan jawaban Jeno. "Aku ke kamarmu dan jelas-jelas kau tak ada."

"Mungkin saat aku sedang keluar."

"Tidak mengajakku." Sinis Renjun.

Jeno melirik Renjun, memastikan bahwa temannya itu tak dalam kondisi yang jauh lebih mengkhawatirkan.
.
.
.

Di Veridian, Renjun benar melihat Jeno berbincang bersama Arcadias. Dan terlihat serius. Renjun yang makan sendirian mendengus penasaran, ia ingin tau.

"Renjun!"

Panggilan itu membuatnya tersentak, tapi juga senang karena itu Arcadias yang memanggilnya.

"Kemari."

Oh, apa ia akan diajak dalam pembicaraan mereka? Renjun tersenyum lebar.

"Bagaimana keadaanmu?"

Mendengar pertanyaan Arcadias, Renjun mengerutkan dahinya. "Aku?"

Arcadias mengangguk. "Ya."

Renjun seketika langsung menoleh ke arah Jeno yang tengah menatapnya. "Aku tak merepotkanmu, tapi kau mengadu!" Renjun mencubit pinggang Jeno.

"Kau benar sudah bertemu Myria?" Arcadias kembali bertanya setelah melihat pertengkaran rutin itu.

"Iya, aku sudah merasa lebih baik." Renjun lagi-lagi berbohong, lagi pula kenapa Arcadias jadi ikut-ikutan harus memastikan juga ia menemui Myria tidaknya.

Jawaban Renjun tak begitu membuat Arcadias dan Jeno percaya, mereka akan menanyakan langsung pada Lyra dan Myria.

Wyrdspell ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang