Floating library

1.4K 231 94
                                    

Keduanya sama-sama fokus pada buku bacaan mereka, hingga kemudian Renjun memecah keheningan dengan sebuah tanya.

"Jeno, bagaimana persiapan tes mu?" Sebenarnya Renjun khawatir sendiri tentang tes Jeno kali ini, ia takut terjadi hal buruk hingga membuat Jeno tak lolos lagi.

"Baik." Jeno mengangguk, kemudian melirik Renjun yang masih melihat ke arahnya namun tatapannya kosong. Anak itu melamun.

Tangan Jeno menarik kepala Renjun agar menatapnya. "Apa lagi yang kau pikirkan?"

"Kalau kau tak lolos lagi, aku akan menyalahkan diriku sendiri." Gumam Renjun.

"Kau hendak berulah?" Tuduh Jeno.

Renjun melotot. "Bukan!" Sangkalnya

"Tapi karena aku yang menyebabkan tes pertamamu gagal." Suaranya memelan.

Jeno mendengus tak percaya. "Tak ada hubungannya."

"Kalau tes pertamamu lolos, kau tak harus mengikuti tes kali ini." Renjun berseru dengan suara yang lebih tinggi. Jeno langsung mencubit pipinya keras sebagai peringatan untuk tak berisik.

"Kau tak suka aku menyelematkanmu dari Arvel hari itu?" Tanya Jeno kemudian.

"Bukan! Dengar-" Renjun hendak menjelaskan, tapi Jeno terlanjur menyela ucapannya sembari mengedikkan bahunya. Tau bahwa Renjun akan mengatakan tentang rasa bersalahnya.

"Tidak, sudah selesai dengan pembicaraan ini. Kalau aku tak lolos tes itu bukan salahmu." Ujar Jeno.

Renjun hendak berbicara lagi tapi Jeno menatapnya dengan posisi wajah mereka yang terlampau dekat. "Kecuali kalau kau akan berulah menemui Arvel yang lain."

Mendengar itu Renjun merengut sembari menatap Jeno dengan tatapan sinis. "Aku sedang khawatir, Jeno."

"Apa aku terlihat memerlukan kekhawatiranmu?"

Dengan itu Renjun langsung mendorong tubuh Jeno dengan kesal, walau tubuh kekasihnya itu tak bergeser. Kekuatannya hanya cukup membuat tubuh Jeno condong ke pinggir.

Setelah perdebatan kecil itu, Renjun membaringkan kepalanya di atas meja. Matanya menatap Jeno yang juga menatapnya. Lalu Jeno mendekatkan wajah mereka, sebelum mengecup ujung hidung Renjun lembut.

"Terimakasih, tapi aku pastikan kali ini lolos tesnya. Aku tak mau membiarkanku melewatkan lagi kesempatan untuk sampai di kerajaan hanya karena menungguiku." Tangan Jeno menepuk-nepuk pelan kepala Renjun.

Keluar dari perpustakaan Renjun terlalu bersemangat karena tadi bertemu Kiba yang memberinya beberapa permen serta coklat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keluar dari perpustakaan Renjun terlalu bersemangat karena tadi bertemu Kiba yang memberinya beberapa permen serta coklat. Setelah memasukkan beberapa permen ke dalam saku bajunya, ia sibuk membuka beberapa coklat dan bergumam senang jarena rasanya yang enak. Hingga ia tak begitu memperhatikan langkahnya dan akhirnya jatuh tersandung.

Jeno yang sejak tadi menunggu pertemuan Renjun dengan Kiba kini menoleh terkejut mendengar jeritan sakit Renjun.

"Sakit, Jeno..." Ia mengadu saat Jeno membantunya bangun dan mendudukannya di kursi stasiun.

"Kakimu terkilir? Coba berdiri lagi, dan berjalan sebentar. Aku harus tau kau terkilir atau tidak."

Renjun menangis dramatis saat Jeno menarik tangannya untuk berdiri. "Tidak mau Jeno, aku tidak mau."

Melihat itu Jeno tak memaksanya dan memilih berjongkok di hadapan Renjun menunggu kereta mereka sampai, dan saat keretanya datang Jeno langsung menyentuh tangan Renjun lagi. "Kemari.." Ia mengisyaratkan Renjun mendekat pada punggungnya.

Dan Renjun tentu saja tengah tersenyum senang, wajah kesakitan juga menangisnya tadi telah lenyap. Hingga mereka menaiki kereta dan sampai di stasiun gedung utama the Rève pun Renjun sudah tak mengeluh sakit, tapi anak itu tetap turun dari kereta dengan tubuh yang berada di punggung Jeno.

Di gedung utama mereka bertemu lebih banyak orang, Renjun yang biasanya selalu menyapa mereka sekalian berbasa-basi-panjang lebar. Kali ini hanya bisa menyapa singkat, karena ia tak bisa meminta Jeno menggendongnya sepanjang ia mengobrol kecil dengan oranglain.

Tapi kemudian Renjun teringat sesuatu.

"Kau tak pernah cemburu, Jeno? Padahal aku begitu cemburu pada Elora. Saat aku bersama Arvel pu kau terlihat tak masalah, bukankah kau bilang sudah mengincarku dari awal?" Renjun mengintip sedikit wajah Jeno dari posisinya itu.

Jeno tak merasa cemburu pada orang-orang yang akrab dengan Renjun, karena ia tau bahwa Renjulah yang gemar berinteraksi dengan oranglain. Ia juga merasa bahwa cemburu pada oranglain bisa dibilang hal yang tak perlu ketika ia tau bagaimana Renjun hanya begitu dekat dengannya.

Anak itu memang akrab dengan banyak orang, tapi saat ia benar-benar ingin mengadu dan merengek ia hanya melakukannya pada Jeno. Anak itu tak segan melakukan kontak fisik dengan oranglain, sebatas hal yang wajar. Berbeda dengan saat bersama Jeno, Renjun begitu tak segan bergelayut manja di lengannya atau bahkan melompat memeluknya ketika ia memiliki kabar membahagiakan.

Bersama oranglain Renjun memang sama ekspresifnya seperti saat bersama Jeno, tapi anak itu tak pernah mendekatkan wajahnya sedekat ia sering melakukannya pada Jeno.

Sejak awal Jeno merasa ia mendapat perlakuan lebih dari Renjun, jadi ia tak berpikir untuk menaruh rasa cemburu pada oranglain. Bahkan pada Arvel sekalipun, hanya saja ia masih sering menyayangkan ciuman pertama Renjun adalah Arvel.

Selama pertemanan mereka Jeno kerap menyentuh bibir Renjun dengan jarinya, tapi tak pernah berani meninggalkan hangat dari bibirnya pada bibir Renjun. Hanya bisa merasakan dengan jarinya seberapa lembut bibir itu.

Dan setelah kejadian ia mengetahui bibir itu pernah bersentuhan dengan bibir Arvel, Jeno tak hanya lagi sekedar menyentuh bibir Renjun dengan jemarinya itu. Ia selalu mengusapnya, dengan harapan bayangan bahwa jejak Arvel hilang.

Sekarang setelah ia menjadi kekasih Renjun, Jeno selalu mencium anak itu dengan liar. Selain memang ia sudah terlalu lama menahan diri untuk tak menghisap bibir berisi itu, ia juga bisa menghapus jejak Arvel dengan benar. Renjun tak akan lagi merasakan bekas ciuman oranglain, selain ciuman darinya.

"Aku tetap bisa mencium pipimu, memelukmu dan dekat denganmu. Tak ada hal yang membuatku cemburu, bahkan kalaupun kita tak menjadi sepasang kekasih juga mungkin aku tak apa, yang penting aku tetap didekatmu." Jawab Jeno.

Sementara Renjun panik. "Kau tak berambisi sama sekali menjadi kekasihku?"

"Tidak-"

Renjun nyaris berteriak protes, tapi lebih dulu terdengar ucapan Jeno selanjutnya.

"..aku hanya begitu ingin terus denganmu selama apapun itu."

Renjun bergumam dramatis. "Kau begitu mencintaiku kan Jeno?"

Tak ada jawaban.

"Kau tidak?!" Seru Renjun marah.

Hingga tiba-tiba Jeno menghentikan langkahnya, kemudian sebelah tangannya mengecup telapak tangan Renjun dan berbisik. "Aku mencintaimu, Renren."

Lalu Renjun pun mengecup pipi Jeno lama sembari tersenyum senang.

Jeno segera mengantar anak itu ke kamarnya, setelah sampai di kamar Renjun ia menurunkan anak itu dan kembali mengecek kakinya.

"Tidak apa-apa, itu membaik." Cengir Renjun dan Jeno hanya mengusak surainya gemas.

Wyrdspell ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang