Vote rajin+komen Rajin=up rajin
***"sialan!" Perasaan frustasi langsung merayap ke dalam diriku, padahal baru kemarin rasanya aku merasa bahwa rencana ku akan berjalan mulus.
Padahal aku pikir bahwa tidak ada lagi takdir sial dalam hidupku, tapi ternyata kesialan itu memang tak pernah berhenti mengikutiku. Kalau menurut perhitungan ku, seharusnya yang paling sulit adalah menaklukan hati yang mulia, namun nyatanya rencana ini jadi terhambat karena aku tidak bisa meluluhkan hati orangtuaku, bahkan Cruel pun tak mendengarkanku, sialan.
Kalau begini terus, hati yang mulia pasti jatuh pada pangeran pertama, padahal aku sudah susah-susah mengobatinya. Tidak mungkin kan aku melepaskannya begitu saja? Apalagi yang mulia adalah titik balik dari rencana ku.
Kalau begitu pilihan ku sekarang adalah, "aku tidak mau makan." Ucapku saat melihat pelayan menghantarkan makan siang ke kamarku.
Meskipun keputusan ku ini sangat ke kanak-kanakan, tapi apa boleh buat hanya itu yang dapat aku lakukan sebagai anak kecil, mogok makan. Aku kan tidak mungkin menodongkan belati kepada orangtuaku sambil berteriak 'Jadikan aku teman yang mulia pangeran ke-9!' Yang ada aku disangka gila nantinya.
Pelayan itu menatap ku dengan pandangan takut, "anda harus makan tuan muda, anda belum makan sedari pagi, di tambah anda juga tidak makan dengan baik beberapa hari terakhir." Ucapnya dengan nada gugup, "kalau anda tidak makan nanti saya di marahi oleh tuan dan nyonya."
"Memangnya itu urusanku? Aku tidak akan makan sebelum ibu dan ayah menyetujui permintaanku!" Kecamku seraya mengusir pelayan itu keluar, aku melemparkan sebuah vas bunga ke arah pelayan itu, membuat pelayan itu bergegas keluar.
Melihat pelayan itu keluar dengan penuh ketakutan, sudah pasti akan ada gosip buruk tentangku di mansion ini, yah aku juga tidak peduli. Menghembuskan nafas kasar, aku merebahkan diriku di kasur, menatap langit-langit kamarku yang membosankan. Hidup di tubuh anak kecil begitu melelahkan apalagi dengan ingatan buruk yang aku bawa, membuat tubuhku semakin melemah. Entah kenapa aku masih berpikir bahwa ini hanyalah sebuah mimpi, maksudku bagaimana mungkin aku hidup kembali, 'kan? Berhenti berpikir! Aku menampar wajahku guna menenangkan diriku. Sepertinya lapar membuatku berpikir yang tidak-tidak, bahkan perutku terasa perih dan kepalaku terasa pening.
"Lagi-lagi tubuh terkutuk ini kembali berulah" Kataku sebelum akhirnya membiarkan kegelapan membawaku.
Sayup-sayup aku bisa merasakan perasaan hangat matahari menyentuh kulitku, benar sepertinya aku berada di alam mimpi. Mataku menatap hamparan luas Padang rumput, merasakan angin lembut menerpa rambutku, kemudian aku melihat Cruel tengah berlari sambil tersenyum riang diikuti oleh kedua orangtuaku di belakangnya. Melihat pemandangan itu aku menoleh ke arah lain, disana aku melihat seorang anak laki-laki dengan rambut putih dan mata merah sedang duduk termenung di bawah pohon besar yang rindang, yahh.. itu adalah aku versi anak-anak.
Aku menghela nafas, ini adalah ingatan ketika aku pergi berpiknik bersama keluarga ku. Awalnya piknik ini akan dibatalkan akibat kondisiku yang kian memburuk, tapi karena aku memaksa alhasil piknik ini tetap di laksanakan seperti rencana awal, walaupun pada akhirnya aku hanya diam menonton. Bodoh sekali.
Aku menengadahkan kepalaku ke atas, menatap hamparan luas langit biru yang menenangkan, memejamkan mataku guna menenangkan pikiran, pada akhirnya ini semua hanya ingatan yang menyedihkan.
Aku merasakan getaran samar di kakiku, sepertinya dimensi ini terguncang. Aku merasakan sakit di kepalaku akibat guncangan itu, sekarang ketika aku membuka mataku bukan hamparan luas Padang rumput yang memasuki visiku, melainkan sebuah ladang mayat yang begitu memuakkan.
'ah, perang delapan tahun.' Belum ada beberapa menit aku berada disini, aku bisa mendengar suara ribut yang datang silih berganti, entah itu umpatan, teriakan putus asa meminta pertolongan, ataupun bunyi berisik dari senjata yang saling beradu.
Dan disebelahku, ada seorang anak berkulit pucat sedang gemetaran sambil memegang belati. Bajunya berlumuran darah, bahkan tidak di kancing dengan benar, wajahnya berantakan dan ada bekas air mata di pipinya. Menyedihkan.
Aku menatap anak itu dengan pandangan kasihan, tak kusangka tanganku menepuk kepala anak itu. Tak apa lagi pula ini mimpi, anak itu tidak akan merasakan kehadiranku, begitulah pikirku.
"S-siapa?" Tanya anak itu kaget, saat menoleh ke samping dia dapat melihat sosok mirip dirinya versi dewasa.
Aku membulatkan mataku, kupikir anak ini tidak dapat melihatku?! Aku terkekeh canggung untuk menutupi rasa maluku. Apa aku semakin bodoh ya?
"Aku? Yah.. aku adalah kamu." Ungkap ku, "di masa depan."
Anak itu menjatuhkan belatinya kaget dengan ucapanku, "apa? Mengapa kau disini? Apakah kita selamat dari perang mengerikan ini? Apakah aku akhirnya pulang? Apa ibu dan ayah merindukanku? Apa mereka mengeluarkanku dari neraka ini?"
Begitu banyak pertanyaan yang terlontar dari mulut kecil itu, membuatku tersenyum miris mendengarnya.
"Ya kita akan selamat, kita selamat berkat kemampuan kita sendiri, ibu dan ayah menyayangi kita, dan kak Cruel juga akan selalu menjaga kita." Entah kenapa hatiku terasa seperti diremas, begitu sakit.
"Benarkah? Sudah kuduga!" Anak itu melompat senang, "Terimakasih sudah mengatakan kebohongan itu demi aku, diriku."
Lagi dan lagi aku di buat terkejut, belum sempat aku menanyakan apa maksudnya, anak itu dengan cepat mendorongku. Sebuah lubang hitam sudah siap menelanku.
Aku melihat anak itu menggerakkan bibirnya, mengucapkan kata "terimakasih." Tanpa bersuara.
Aku dengan cepat membuka mataku, nafasku memburu dan keringat dingin mengucur dari dahiku.
"Apa kamu tidak apa-apa Deon?"
***
Aduh ga tau dehh:vBab ini entahlah, mau flashback aja sih sebenernya, aku tau kok ortu Deon tuh sebenernya ga jahat, cuman aku masih belum bisa maafin mereka aja. Toh lagian mereka juga ga berusaha buat ngajak Deon ngomong, ga pernah luangin waktu mereka buat sekedar nengokin Deon yang lebih sering ngurung diri di kamer, walaupun ibu nya Deon sering dateng diem' juga tapi tetep aja, emangnya mereka se-gengsi itu buat nunjukin kasih sayang ya?
Ga tau lah, badmood aku.
Tinggalkan jejak!!
See ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
disaster returns
Fantasy[i'm not that kind of Talent] Perang, Kata yang menggambarkan kekejaman, kesengsaraan, penderitaan, dan kesedihan yang mendalam. Deon tak pernah sekalipun ingin terlibat perang, tapi sekarang dia harus memilih antara ras manusia atau iblis, namun se...