Kangen aku ga?
**Ketika aku membuka mata, pandangan yang familiar memasuki visiku. Langit-langit kamar istana yang kusam, dan perasaan suram yang senantiasa hinggap di dadaku. Meskipun aku yang dulu terbiasa dengan hal ini, namun sejak beberapa tahun yang lalu ketika Deon dan yang mulia pangeran pertama memasuki kehidupanku, rasanya kehangatan mereka mengusir seluruh hal suram yang hinggap di dadaku, sampai akhirnya aku terbiasa dengan rasa 'kasih sayang' namun malangnya di saat aku sudah berjanji untuk mempertahankan semua perasaan ini, yang terjadi hanyalah kemalangan, sebuah duka yang mendalam ketika aku melihat tubuh pangeran pertama yang terbujur kaku tepat di depan mataku.
Harusnya aku tau, tau bahwa aku memanglah bukan orang yang pantas merasakan kasih sayang, jika saja yang mulia tidak dekat denganku, akankah dia pergi menemui Tuhan dengan cepat? Semuanya hanyalah kesalahan ku. Andai waktu bisa di ulang kembali, banyak hal yang ingin aku ubah terutama kedekatan ku dengan pangeran pertama. Kalau sudah seperti ini apalagi yang tersisa selain penyesalan? Apakah ada wadah yang dapat menampung kesedihan? Aku ingin membuang seluruh kesedihan ini serta jiwa dan ragaku.
Awalnya aku kira dia hanya pergi sebentar untuk membahas masalah kerajaan, siapa sangka ternyata itu adalah salam perpisahan, kalau tau akhirnya akan seperti ini seharusnya aku larang dia waktu itu. Bodohnya aku. Aku ingin membalaskan dendamnya dengan membunuh seluruh saudara ku, namun Deon bilang itu adalah salah Duke illuster, jadi aku menahan diri, takut kalau-kalau aku melanggar perintah Deon, dia juga akan pergi layaknya pangeran pertama.
Meskipun begitu bukan berarti ada rasa lega di dalam hatiku, justru perasaan itu kian menjadi. Rasa sakit tak tertahankan yang membuatku kehilangan akal sehat. 'Kapan Deon datang menemuiku? Aku ingin merasakan kehangatannya, tolong selamatkan aku Deon.'
Suara langkah kaki terdengar, langkah kaki itu berhenti tepat di depan pintu kamarku, 'Aku harap itu Deon.' Ku buka pintu kamarku menatap wajah yang familiar itu.
"Paman!" Meskipun kecewa bahwa yang datang ternyata bukan Deon, aku sebisa mungkin tersenyum.
"Ada apa Alethea? Elphidius?" Aku hampir melupakan mereka, padahal mereka adalah anak pamanku.
"Uh.. bolehkah kami bicara sebentar?" Wajah Alethea terlihat ragu-ragu sambil melirik ke kiri dan ke kanan sementara elphidius menganggukkan wajahnya dengan raut wajah yang ketakutan.
Ah bagaimana mungkin aku melupakan bahwa mereka lah yang lebih bersedih ketimbang diriku? "tentu saja, ayo masuk."
Dengan langkah pelan Alethea dan Elphidius melangkah masuk ke kamar ku. "Tidak ada apa-apa, ayo."
Alethea dan Elphidius tersenyum kemudian duduk di kasur ku, "jadi ada apa?"
"Itu.. begini paman.." Alethea dengan pelan berkata, "paman tau.. itu kak Deon.."
"Hm? Ada apa dengan Deon?" Aku mengernyit, menaikkan sebelah alisku kala nama Deon di sebut.
Alethea dan Elphidius saling pandang sebelum akhirnya elphidius membuka mulutnya, "bu-bukankah kak Deon terlihat mencurigakan?"
"Siapa yang mencurigakan?" Suara dingin dari arah berlawanan terdengar, "Saya pikir anda sedang melakukan sesuatu karena tidak menyambut saya di depan, namun rupanya anda sedang berbicara dengan keponakan anda ya, yang mulia."
"Ah Deon aku tidak tau kamu sudah sampai istana." Aku sedikit terkejut dengan kehadiran Deon, lihatlah betapa dingin sorot matanya.
"Saya pikir anda menunggu saya yang mulia? Tapi sepertinya saya salah?" Deon berkata melirik tajam Alethea dan Elphidius sekilas.
'ayo lindungi keponakan ku dulu.'
"Alethea, elphidius, sudah selesai bicaranya kan? Kalau begitu kalian bisa keluar." Aku dengan lembut berkata mencoba meyakinkan mereka bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Meskipun tampak ragu, mereka dengan patuh menuruti perintah ku. Sekarang mari hadapi Deon.
Sebenarnya aku sudah tau apa yang ingin di katakan Alethea dan Elphidius terkait Deon, namun aku belum siap mendengarnya dari mulut orang lain, biarkan aku sendiri saja yang menyimpan rahasia itu rapat-rapat. Aku tidak tahu sehancur apa diriku saat kebenaran itu terungkap nanti.
"Sampai kapan Anda ingin terus menatap keponakan anda yang mulia?" Aku menoleh ke arah Deon, lihatlah wajah Deon yang sekarang sudah kusut, terlihat lucu sekaligus menyeramkan.
"Tidak tuh, sekarang aku melihat mu." Aku dapat melihat kerutan di dahi Deon semakin dalam, "Ada apa denganmu? Cemburu? Hahahaha!"
"Itu tidak lucu yang mulia."
"Baiklah, baiklah... Tapi ngomong-ngomong siapa orang di belakang mu itu?" Aku melirik orang itu, rambut coklat cerah dengan warna mata senada, mungkinkah dia adalah pengawal baru Deon?
"Oh benar, saya hampir lupa." Deon melirik orang itu, seolah menyuruhnya mendekat. "Perkenalkan dia Liam Edward yang akan menjadi tangan kanan anda."
'memata-matai ku maksudnya.'
"Begitu ya.. di mana kamu menemukannya?" Aku menatap orang itu, Liam, wajahnya terkesan lembut tidak seperti orang yang suka membunuh, tapi siapa yang tau kan?
"Dia adalah seorang bangsawan yang jatuh, dan kebetulan dia punya talenta yang bagus." Deon menjawab, tak menghiraukan pertanyaan ku.
"Seorang bangsawan yang jatuh, dan pangeran yang di buang, bukankah itu terdengar seperti sebuah cerita yang lucu?"aku mencibir, memandang Deon dengan tatapan seolah mempertanyakan keputusannya.
"Itu akan menjadi cerita yang keren yang mulia, karena saya yang akan menulisnya." Deon dengan tenang menjawab, aku dapat melihat tatapannya kembali melembut.
"Yah.. Aku tidak dapat meragukanmu."
"Salah yang mulia, bukan 'tidak dapat' namun 'tidak boleh'." Deon tersenyum, "anda tidak boleh meragukan saya."
"Bagaimana aku dapat meragukan malaikat-ku? Tentu saja aku percaya." Aku menatap wajah tersenyum Deon, 'meskipun kamu akan membunuhku nanti.'
"Pokoknya yang mulia anda tidak perlu khawatir, meskipun Liam adalah mantan bangsawan yang jatuh, dia itu sangat terampil. Dia bisa bertarung layaknya ksatria, bisa memberikan anda nasihat seperti sekretaris, bisa juga memberikan pelayanan layaknya pelayan." Deon melirik ke arah Liam, "bukan begitu Liam?"
"Tepat seperti yang ada katakan tuan." Liam dengan patuh menjawab, suaranya yang halus terdengar di telinga ku.
"Itu bagus sekali, tapi mengapa bukan kamu saja yang menemaniku Deon?"
"Kata siapa saya tidak akan menemani anda? Saya juga akan berada di sisi anda." Deon mendengus, "namun karena saya tidak bisa terus menerus berada di sisi anda, jadi lebih baik kalau anda memiliki orang yang dapat di percaya di sisi anda, lagipula seorang kaisar tidak bisa hanya memiliki satu orang bawahan."
"Baiklah aku mengerti." Aku mengangguk paham. 'Tapi aku hanya ingin bersamamu.'
"Nah apa kamu sudah selesai berbicara Deon? Sekarang bagaimana kalau kita sarapan bersama? Kebetulan asisten ku Liam akan memasakkan makanan yang spesial hari ini."
"Sebuah kehormatan dapat menikmati makanan bersama anda yang mulia."
***
Sorry lama update soalnya aku tepar abis kepanitiaan ಥ_ಥ
Buat yang lupa siapa Liam bisa di cek di bab 17 yaw
See ya<3
KAMU SEDANG MEMBACA
disaster returns
Fantasy[i'm not that kind of Talent] Perang, Kata yang menggambarkan kekejaman, kesengsaraan, penderitaan, dan kesedihan yang mendalam. Deon tak pernah sekalipun ingin terlibat perang, tapi sekarang dia harus memilih antara ras manusia atau iblis, namun se...