Vote rajin+komen Rajin= up rajin
***Panas matahari terus bertambah setiap detiknya, Deon tidak suka matahari, tapi bukan berarti membencinya. Bagaimana pun juga matahari adalah tanda bahwa dia berada di dunia manusia. Dia hanya tidak suka ketika matahari membakar kulitnya, padahal dia juga ingin merasakan hangatnya sinar matahari seperti anak normal lainnya.
Setelah kembali ke masa lalu Deon telah menyusun rencana untuk membalas dendam, tak dapat di pungkiri bahwa satu persatu rencana harus ia selesaikan, dan sekarang dia harus menyelesaikan rencana yang lumayan berisiko. Tadinya dia ingin menunda rencana ini sampai yang mulia berusia 14 tahun, tapi setelah mempertimbangkan dengan cermat, pilihan itu di batalkan dan diubah menjadi sekarang, lagipula Deon bukanlah orang yang sabar.
Seorang pelayan masuk ke kamar Deon, menghantarkan makan siang. Deon menatap makan siang yang telah disajikan, tak berselera. Pelayan itu pergi setelah menyelesaikan tugasnya, tuan muda ke-2 tidak suka ada orang yang menganggu waktu makannya.
Selepas pelayan itu pergi, Deon bangkit dari duduknya, ia berjalan mengambil kotak tua yang berada di bawah kasur. Sebuah kunci kecil yang tampak antik dengan pola aneh di gunakan untuk membuka peti tua itu.
Peti di buka, didalamnya terdapat banyak koin emas ataupun koin perak, ada juga sebuah belati yang masih terbungkus sarungnya, dan di bawah koin-koin itu terdapat sebuah jubah lusuh berwarna coklat kotor.
Deon mengambil beberapa koin emas dan perak, memasukannya ke dalam saku dadanya, sebelum menggeser koin yang ada di peti agar memudahkannya mengambil jubah itu, dan jangan lupakan belati yang sudah tersampir di pinggangnya.
Memakai jubah itu, Deon menatap pantulan dirinya di kaca seluruh tubuh. Jubahnya jelek dan kotor, menggambarkan bahwa Deon adalah orang miskin, namun aura bangsawan dalam dirinya tak dapat dihilangkan, apalagi Deon juga menggenakan pakaian mewah di balik jubahnya itu.
Menghela nafas kecil, 'semoga semuanya berjalan lancar.' Deon berharap.
Dia tidak punya banyak waktu lagi, jika ingin masa depan nya aman, dia harus bergerak sekarang. Tapi keluar mansion tidaklah mudah, dia harus berhati-hati agar tidak tertangkap.
Deon memilih pergi saat tengah hari, alasannya sederhana itu karena Deon masih kecil, dia lemah, dan malam tidak pernah cukup baik untuk membiarkan orang lemah keluar hidup-hidup.
'Pada saat seperti ini aku jadi merindukan alam iblis, setidaknya di sana ada sihir yang mempermudah segalanya.'
***
Menelusuri jalanan ibu kota yang ramai, Deon diam-diam pergi ke gang kecil yang sempit. Dia telah berhasil keluar dari mansion, secara rahasia.
Di gang kumuh ibu kota, Deon melihat sekeliling gang tersebut, banyak sekali gelandangan disini, yah ini adalah tempat terbaik untuk mencari seekor anjing.
Saat melihat sekeliling tatapan Deon jatuh pada sekelompok anak yang sedang meringkuk di dekat tumpukan sampah, kira-kira mereka berusia sekitar 11-15 tahun, anak-anak yang malang mereka bertubuh kurus kering, dan tatapan mereka mati rasa, putus asa akan kehidupan.
Deon berjalan, menghampiri mereka yang sepertinya berharap akan kematian. Salah satu dari mereka mendongak saat Deon sampai di depan mereka.
"Apa kamu ingin hidup?" Tanya Deon pada mereka, sementara mereka hanya diam membisu.
"Apa kamu ingin punya arti hidup?" Deon kembali bertanya.
Satu persatu anak-anak itu mulai menatap Deon, mereka dapat melihat mata merah di balik tudung itu, mereka juga dapat melihat pakaian mahal yang tersembunyi di balik jubah jelek nya. Anak dengan mata merah itu terlihat lebih muda dari mereka, tapi entah kenapa aura yang di pancarkannya sangat berwibawa, seakan dia adalah orang dewasa yang terperangkap di dalam tubuh anak-anak.
"Iya, apa kamu bisa memberikan arti kehidupan untuk kami?" Salah satu anak dengan rambut coklat yang tertutup lumpur menjawab, sepertinya dia adalah anak yang paling tua di antara mereka.
"Tentu saja, kebetulan aku punya tempat penampungan untuk kalian." Deon berkata dengan senyum simpul di wajahnya.
Deon mengeluarkan koin perak dari saku dadanya, kemudian memberikannya kepada mereka satu persatu.
"Pergilah ke tempat ini menggunakan uang yang aku berikan, disana akan ada orang yang mengurus kalian, orang itulah yang akan mengajari kalian arti kehidupan." Jelasnya sambil mengeluarkan secarik kertas, lalu memberikannya pada anak yang paling tua.
"Dan pakailah ini untuk membeli makan." Deon berkata sambil mengeluarkan satu koin emas, "tapi sebaiknya kamu berhati-hati, orang-orang dewasa punya mata yang serakah."
Deon menatap satu persatu mata anak-anak itu, mata anak-anak yang tadinya mati kini sedikit berbinar, memang uluran tangan pada saat putus asa adalah sebuah berkah bagi mereka, dan itu juga merupakan berkah tersendiri bagi Deon. Anjing yang paling setia adalah anjing yang diselamatkan ketika mereka hampir mati.
kerajaan ini masih sangat kecil dan berkebutuhan jadi tidak heran kalau orang miskin ada dimana-mana, tapi kemiskinan ini lebih buruk dari pada masa kekaisaran yang dikatakan tiran. Yah raja kerajaan ini tidak becus, mangkanya anak-anaknya pun tidak ada yang benar. Kalau dipikir-pikir bagus juga dulu Edoardo melenyapkan mereka, sekarang pun mereka harus dilenyapkan satu persatu.
Deon membetulkan tudungnya, memutuskan untuk segera pergi, namun saat Deon baru beranjak beberapa langkah dari tempat tadi, seorang anak kecil menghentikannya.
"Berikan padaku juga!" Seorang anak kecil mengulurkan tangannya pada Deon, kalau Deon bisa menerka dengan baik, kira-kira anak ini berusia 5 tahun.
"Kenapa?" Deon bertanya, anak di depannya memiliki rambut biru tua dan mata coklat, membuat Deon mulai mengingat sesuatu.
"Aku akan pergi juga!" Anak kecil itu berkata dengan nada yakin.
Senyum aneh tersungging di bibir Deon, sepertinya hari ini Dewi Fortuna sedang berpihak padanya. "Sebelum itu bisa beri tahu aku dulu siapa namamu?"
"Paul." Anak itu menatap Deon dengan binggung, sementara yang ditatap memiliki senyum kemenangan di wajahnya.
'benar, Paul pemimpin tentara revolusioner berikutnya.'
"Datanglah, aku menantikan mu." Deon memberikan Paul satu koin emas dan satu koin perak, kemudian berlalu meninggalkan anak itu yang mematung.
"Terimakasih aku akan datang secepat mungkin!" Paul berteriak di belakang punggung Deon.
'Datanglah dan jadilah pedangku yang paling tajam, nak.'
***
Yahhh, aku sebenernya lupa warna mata Paul cuman aku liat pict di pin dia punya mata coklat, kalo misalkan salah tolong tulis di komen ya biar bisa aku perbaiki:)
Dan setelah diinget-inget ternyata di cerita aslinya Paul dan Deon ini punya perbedaan umur yang lumayan jauh ya, tapi di cerita ini Deon dan Paul cuman beda 2 tahun, why? Soalnya di cerita asli ini si Paul jadi oposisi yang nentang Deon, so aku cuman mau liat gimana jadinya kalo lawan jadi kawan, dan juga sedikit hadiah buat Deon.
Kalian bisa tebak ga, gimana caranya Deon keluar mansion? Atau berapa umur Deon sekarang? Atau perbedaan umur antara Deon dan Edoardo?
Xixixi bab selanjutnya bakal ada orang baru, siapakah dia??
Jangan lupa tinggalkan jejak!!
See ya!!
KAMU SEDANG MEMBACA
disaster returns
Fantasy[i'm not that kind of Talent] Perang, Kata yang menggambarkan kekejaman, kesengsaraan, penderitaan, dan kesedihan yang mendalam. Deon tak pernah sekalipun ingin terlibat perang, tapi sekarang dia harus memilih antara ras manusia atau iblis, namun se...