29. plans in madness [1]

327 45 20
                                    

"Apa makanannya sesuai dengan seleramu deon?" Edoardo bertanya dengan lembut.

Deon mengangkat wajahnya, menatap  manik emas Edoardo. "Ya, daripada itu yang mulia saya dengar kondisi keuangan kerajaan sedang tidak baik, apa itu benar?"

Edoardo mengangguk singkat, "ya aku juga mendengar berita itu." Edoardo meletakkan alat makannya, "bagaimana hal itu tidak terjadi ketika mereka hanya berfoya-foya?"

Deon terkekeh mendengar pertanyaan Edoardo, "apa salahnya berfoya-foya? Justru bagus 'kan?"

Edoardo mengernyit, "bagian mana yang bagus?"

"Anda tidak tahu?" Deon menyesap anggur nya, "Bagian bagusnya adalah mereka tidak akan mengetahui bagaimana mereka mati."

Edoardo terdiam sejenak sebelum kembali membuka mulutnya, "apa rencana mu?"

"Menjadikan anda pahlawan." Deon menggoyangkan gelas anggurnya. "Anda harus mendapatkan hati rakyat yang mulia."

"Kamu ingin aku membagikan hartaku? Kamu tau aku lebih miskin daripada rakyat jelata 'kan?"

Deon tertawa lepas setelah mendengar apa yang terucap dari bibir Edoardo, "saya tahu anda miskin, lagipula bukan begitu maksud saya."

Edoardo tersenyum tipis melihat Deon tertawa, sungguh Deon sangat menggemaskan ketika tertawa. "Lalu apa maksudmu?"

"Anda tau kerajaan Arthen kan? Mereka terkenal dengan kekayaan tambangnya." Deon balas tersenyum pada Edoardo, "bagaimana kalau kita ambil kerajaan itu?"

Senyum manis di bibir Deon sangat berbanding terbalik dengan kalimat yang keluar dari bibir mungilnya, "maksudmu aku harus berperang?"

"Tepat sekali." Deon terkekeh, suaranya terdengar lembut dan manis. "Kalau anda menangkan pertarungan itu, anda akan mendapatkan pengakuan."

"Tapi Deon kamu tau kan aku tidak punya pasukan?" Edoardo menatap netra merah Deon, netra yang selalu bersinar itu selalu menyimpan banyak rahasia.

"Anda tidak perlu khawatir tentang itu, saya sudah menyiapkannya." Seringai terpatri di bibir mungil deon.

"Oh ya berapa banyak yang telah kamu siapkan?" Edoardo menyesap teh nya, dia tidak minum anggur seperti Deon, bahkan Edoardo tadinya melarang Deon minum anggur, tapi bukan Deon namanya kalau tidak bisa menaklukkan hati Edoardo.

"Tidak banyak hanya 10 orang." Deon dengan santai berkata, mengangkat bahunya.

"Deon apa akhirnya kamu menjadi tidak waras?" Edoardo hampir tersedak teh nya, dia tidak menyangka Deon akan bercanda di saat seperti ini.

"Kenapa anda begitu terkejut yang mulia?" Lihatlah wajah sombongnya itu, Edoardo tahu bahwa Deon memiliki masalah kepribadian tapi dia tidak berpikir bahwa itu akan merusak otaknya.

"Deon, kita sedang membicarakan topik tentang berapa banyak pasukan yang telah kamu persiapkan untuk menaklukkan kerajaan Arthen." Edoardo kembali mengingatkan Deon.

"Tentu yang mulia, apa anda pikir saya lupa?" Deon mengernyit. "Dan sudah saya katakan saya telah mempersiapkan 10 orang untuk membantu anda."

"Deon kita sedang membicarakan penaklukan kerajaan Arthen." Edoardo menghela nafas sembari memegang kepalanya yang tiba-tiba berdenyut nyeri.

"Memangnya anda pikir dari tadi saya membicarakan apa?" Deon merasa heran mengapa Edoardo dari tadi terus mengulang kalimat yang sama?

"Lalu apa kamu pikir 10 orang itu masuk akal?" Edoardo dengan kasar meletakkan cangkir teh nya ke meja, 'sungguh, apa yang sebenarnya di pikirkan Deon?'

"Tentu saja tidak." Deon dengan santai berkata, senyumnya tersungging di bibirnya. "Mustahil kalau di lakukan oleh orang biasa, namun apa anda pikir saya hanya menyiapkan orang biasa?"

Lagi-lagi Edoardo menautkan alisnya, "jadi? Orang seperti apa yang kamu siapkan?"

"Saya akan memperkenalkan anda pada mereka nanti." Deon menatap wajah Edoardo yang semakin binggung, "sekarang tugas anda adalah membuat yang mulia raja mengizinkan anda untuk menyerang kerajaan Arthen."

"Itu bukan tugas yang sulit, lalu apa nanti kamu juga akan ikut ke medan perang?" Edoardo dengan ragu mengajukan pertanyaan itu, dia sebenarnya tak berpikir bahwa Deon akan ikut ke medan perang, lagipula siapa yang ingin di lempar ke neraka?

Bulu mata Deon sedikit berkibar, dia tidak berpikir bahwa Edoardo akan dengan berani mengajukan pertanyaan itu. "Kenapa memangnya kalau saya tidak ikut?"

Senyum lemah terpatri di bibir Edoardo, memang dia sudah menebak bahwa Deon tidak kan ikut dalam penaklukan ini, tapi tetap saja jauh dari Deon merupakan neraka yang lebih menakutkan. "Aku pasti kesepian."

Deon hampir tersedak minumannya, 'Bagaimana bisa Edoardo mengatakan hal memalukan dengan wajah seperti itu?!'

"Saya kan sudah menempatkan orang di sisi anda, bagaimana bisa anda kesepian?" Deon berdehem mencoba menetralkan suaranya.

"Berbeda." Edoardo dengan tegas berkata, "mereka tidak dapat menggantikan mu."

"Mengapa itu berbeda?" Seringai muncul di bibir Deon, apakah selama ini cuci otaknya pada Edoardo akhirnya membuahkan hasil?

"Bagaimana mungkin itu sama?" Edoardo mengepalkan tangannya, "kamu itu Malaikat-ku, milikku, bagaimana mungkin posisi mu sama dengan mereka yang hanya orang asing?"

'woh, lihat matanya itu, bukankah dia terlalu tergila-gila padaku?' Senyum manis terbentuk di bibir Deon, bahkan matanya membentuk bulan sabit. "Yang mulia anda tidak boleh mengatakan hal itu jika ada orang lain di sekitar kita, tapi bagaimanapun juga itu bagus karena anda menganggap saya penting di hidup anda."

Edoardo kembali mengepalkan tangannya, kuku-kukunya menancap di telapak tangannya, 'Bagaimana bisa Deon berpikir begitu ketika dia sendiri yang membuatku jatuh dalam genggamannya? Apa ini sebuah ejekan?'

"Kamu selalu penting untukku." Edoardo bergumam, "tapi apakah aku penting dalam hidupmu?"

"Kenapa anda bertanya? Sudah jelas jawabannya." Deon bersenandung, "anda adalah sahabat paling berharga dalam hidup saya."

'Bohong.' Edoardo tersenyum mendengar jawaban Deon, "janji ya?"

"Ya." Deon mengangguk, "dan juga saya tidak bilang tak akan ikut dalam penaklukan kerajaan Arthen loh."

Edoardo tersentak, "jadi apa kamu akan ikut?"

"Tentu saja saya ikut, saya tidak bisa membuat anda merasa kesepian bukan?" Deon kembali menyesap anggur nya, "lagipula ini adalah panggung pertama anda bagaimana bisa saya melewatkan hal itu? Saya akan mengajari anda bagaimana caranya bertahan hidup."

"Aku akan menantikan seluruh ajaranmu, tuan malaikat." Senyum merekah di bibir Edoardo, senyum bahagia yang selalu ia tunjukkan di depan Deon.

"Anda terus menyebut saya malaikat." Deon terkekeh melihat senyum cerah di bibir Edoardo, "apa anda akhirnya mengakui bahwa saya adalah malaikat?"

"Aku selalu mengakui itu, bahkan di saat kita pertama kali bertemu." Edoardo berkata dengan suara tenang yang aneh.

"Jangan bercanda, anda bahkan menertawai saya saat pertama kali saya menyebut diri saya adalah malaikat."

"Aku kan waktu itu hanya bercanda Deon." Tawa segar keluar dari mulut Edoardo ketika ia kembali mengingat pertemuan pertamanya dengan Deon.

Sungguh, Edoardo berharap bahwa dia tidak akan pernah tahu alasan mengapa Deon mendekatinya.

'Deon aku harap kita bisa terus bersama.'

***

Update setelah sekian purnama, apa masih ada yang baca🥺

disaster returnsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang