"Aku bilang berhenti Deon!" Teriakan memekakkan telinga terdengar di tengah ruang tamu yang sunyi senyap.
Deon kesal kala Cruel terus berulah, pagi ini dia berencana ingin mengunjungi Edoardo secepat mungkin. "Kau sebenarnya kenapa kak?"
Selama beberapa tahun belakangan ini Cruel memang bersikap sangat protektif pada Deon, namun tak pernah separah ini sebelumnya. "Kau yang kenapa?! Kenapa terus menerus ingin ke istana!"
"Aku ingin bertemu Edoardo! Memangnya apa yang salah dengan itu!?" Deon berucap dengan nada yang sama tinggi seperti Cruel, padahal Cruel selama ini tak pernah membentak Deon, jangankan membentak berbicara dengan nada tinggi pun tak pernah.
"Berhentilah berteman dengan Edoardo!" Mata Cruel penuh kebencian kala Deon dengan beraninya mengunakan nada tinggi dalam suaranya.
"Apa maksudmu? Kenapa kamu terus menerus mengaturku!" Putus sudah tali kesabaran Deon terhadap Cruel, rasanya Deon ingin adu tinju saja dengan kakaknya.
"Ini demi kebaikanmu Deon, mengertilah." Cruel menurunkan nadanya kala Deon tak lagi memangilnya kakak. "Kamu sendiri yang paling tau apa yang akan terjadi kalau kamu terus berteman dengan bedebah itu."
"Aku sungguh tidak mengerti apa yang sebenarnya ada di pikiran mu kak," Deon mencibir, "Kamu bertingkah seolah tau segalanya, padahal kamu tidak pernah tau apa-apa."
Cruel menggertakan giginya, "Edoardo itu berbahaya!"
"Yang berbahaya itu justru kakak!" Deon berkata dengan marah, "Kalau kakak terus seperti ini, kakak akan menghancurkan rencana ku!"
"Deon!" Cruel kembali membentak, "Kamu bisa gunakan aku saja dalam rencana mu! Untuk apa kamu perlu bedebah itu!?"
"Dengar ya kak! Aku juga akan menggunakan mu nanti, jadi tunggu saja sampai saatnya tiba!" Deon berkata sebelum berbalik pergi meninggalkan Cruel sendiri dalam kebingungan dan kemarahan.
Cruel mengeram kala Deon tetap memilih pergi ketimbang berada di dekatnya. Sungguh Cruel tak tau apa yang terjadi dalam dirinya, rasanya seolah-olah semuanya berjalan dengan cara yang salah. Harusnya sekarang Edoardo telah membunuh semua saudaranya dan berubah menjadi tiran, namun tidak terjadi apa-apa sampai sekarang, sangat hening sampai rasanya begitu menakutkan.
Potongan-potongan mimpi yang selama ini Cruel dapatkan, berupa potongan yang kabur dan tidak jelas. Potongan itu juga tidak tersusun rapih, hanya seperti kaset yang sudah rusak. Kusut, dan kabur. Namun satu hal yang pasti, ketika ia menyimpulkan potongan-potongan itu yang ia dapatkan adalah Deon dalam bahaya! Adiknya yang paling ia sayangi akan menderita akibat ulah Edoardo Deserte dan Duke illuster, oleh karena itu Cruel ingin menjauhkan Deon dari Edoardo dan Duke!
Namun, apalah daya yang ia punya kala Deon terus menerus keras kepala dan tak mau menuruti perintahnya. Seperti sekarang, dia lebih memilih menemui Edoardo ketimbang mendengarkan perkataan kakaknya. Meskipun begitu Cruel tak pernah menyerah, ia juga berusaha dengan kekuatannya sendiri, yah.. walaupun usahanya tak pernah berhasil untuk Deon, namun setidaknya usaha yang ia lakukan untuk menyelidiki Duke dan Edoardo membuahkan hasil yang memuaskan.
"... Sepertinya aku harus meminta maaf pada Deon nanti." Cruel bergumam pada dirinya sendiri kala Deon sudah meninggalkan mansion.
"Dasar bodoh! Kenapa kamu membentak Deon!" Cruel menampar bibirnya sendiri ketika ia sudah sadar akan perbuatan yang telah ia lakukan.
Perasaan takut ini sungguh membuat Cruel gila, takut sekali sampai rasanya ia tak dapat berpikir dengan benar.Cruel menghela nafas guna menenangkan diri, mencoba mengembalikan akal sehatnya yang telah berlabu pergi. "Dunia tolong jagalah Deon.."
***
Deon Mendecakkan lidahnya sesampainya di kereta, "sialan, Cruel gila.""Anda tidak apa-apa tuan?" Seseorang yang berada di hadapan Deon bertanya saat mendengar Deon mengumpat.
"Aku baik-baik saja sebelum Cruel berulah!" Deon berucap dengan dingin, "Aku penasaran kemana otaknya pergi? Sekarang dia lebih terlihat gila di bandingkan diriku."
"Mungkin dia begitu karena khawatir terhadap anda tuan."
"Khawatir? Lucu sekali." Deon mencibir, "untuk apa dia khawatir? Lagipula bukanya aku ingin pergi ke Medan perang juga."
"Hahaha... Kadang-kadang anda terlihat seperti orang yang sudah pernah di lempar ke Medan perang." Tawa lembut terdengar dari dalam kereta, tawa itu sopan terdengar seperti sebuah penghormatan.
"Tutup mulutmu Liam," Deon menatap wajah orang di depannya, Liam, salah satu anak yang beberapa tahun lalu ia pungut dan ia serahkan pada Kane. "Daripada itu kamu ingat apa yang aku katakan 'kan?"
"Tentu saja, mana mungkin saya melupakan perkataan tuan penyelamat saya?" Liam dengan lembut berkata, "anda meminta saya untuk 'melayani' calon kaisar kan?"
"Benar, 'layani' ia dengan sepenuh hati." Kali ini Deon menyeringai, matanya meringkuk membentuk bulan sabit.
"Anda terlihat seperti orang jahat tuan." Liam kembali berucap, nada nya masih sama lembutnya, bahkan senyuman tak pernah luntur dari bibirnya.
"Tidak sepantasnya kamu bilang seperti itu Liam." Deon sama sekali tidak tersinggung, jutsru sebaliknya senyumnya semakin lebar, "ini adalah senyuman seorang malaikat, seharusnya kamu merasa bersyukur."
"Benar, saya merasa sangat bersyukur." Liam mengatupkan kedua tangannya kayaknya seseorang yang sedang berdoa, "sangat."
"Hahaha! Benar begitulah seterusnya." Deon yang melihat Liam seperti itu pun tertawa bahagia, bukan karena dirinya merasa tersanjung lebih seperti dirinya merasa terhibur oleh tingkah Liam. "Sudah aku duga kamu lah yang tumbuh paling mirip seperti Kane."
"Saya tidak mau di samakan oleh orang itu." bibir Liam mengerucut, 'lagipula ia selalu mencuri kasih sayang tuan penyelamat dari kami.'
"Kenapa? Bukankah Kane itu hebat? Ku pikir anak-anak di sana mengaguminya."
"Anda tidak akan mengerti tuan, daripada itu sepertinya kita sudah sampai." Liam menoleh ke luar jendela, pemandangan istana yang terbuang memasuki visinya.
Deon ikut menoleh keluar jendela, "ada yang aneh." Deon bergumam saat kereta berhenti di depan pintu istana.
Liam keluar terlebih dahulu, dan kemudian membukakan pintu untuk Deon. "Silahkan tuan."
Deon mengangguk, turun dari kereta kuda dengan kerutan di dahinya. Liam yang melihat itu pun membuka mulutnya, "apa ada yang salah tuan?"
"Edoardo tidak menyambutku, apa dia sedang melakukan sesuatu?" Deon melirik Liam sekilas sebelum dengan cepat melangkahkan kakinya memasuki istana.
"Dia mungkin masih tertidur di kasurnya, tuan." Liam mengikuti di belakang Deon.
"Mungkin saja.." Deon dengan terburu-buru memasuki istana, sesekali melirik ke kiri dan kanan barangkali ada sesuatu yang janggal.
Sampai di depan pintu kamar Edoardo, Deon samar-samar mendengar suara anak kecil yang berkata 'mencurigakan.' Dia membuka pintu kamar itu, melangkah masuk ke dalam. "Siapa yang mencurigakan?" Katanya dengan nada dingin.
Deon dapat melihat Edoardo sedang berbicara dengan Alethea dan Elphidius. 'ah benar bocah-bocah ini harus segera di singkirkan juga.'
***
Tandain kalau ada typo<3Maaf lama up habis syok liat nilai raport ಥ_ಥ
Terimakasih sudah membaca
Jangan lupa tinggalkan jejak
See ya!!
KAMU SEDANG MEMBACA
disaster returns
Fantasy[i'm not that kind of Talent] Perang, Kata yang menggambarkan kekejaman, kesengsaraan, penderitaan, dan kesedihan yang mendalam. Deon tak pernah sekalipun ingin terlibat perang, tapi sekarang dia harus memilih antara ras manusia atau iblis, namun se...