"Selamatkan aku kakak!"
Kelopak mata itu terbuka, iris nya berpendar dengan panik, nafasnya tersengal-sengal, serta keringat dingin memenuhi dahinya. Pemuda itu meringis, memegang kepalanya yang terus berdenyut nyeri, semenjak ulang tahun adiknya yang ke 10 dia terus menerus mengalami mimpi buruk, mimpi itu begitu terasa nyata, membuatnya merasa ketakutan, takut sekali bahwa adiknya, Deon akan menjadi seperti di mimpinya.
Di mimpi itu Deon terlihat begitu kesakitan, dia begitu menderita, bagaimana mungkin Deon tidak menderita ketika dia terjebak di medan perang? Adiknya, adik yang paling ia cintai harus menghunuskan pedangnya agar dapat hidup, di mimpi itu juga adiknya membunuh kedua orang tuanya. Bagaimana mungkin Cruel tidak takut dengan mimpinya itu? Setiap kali mimpi itu menghampirinya hati Cruel terasa sakit, jantungnya terasa di remas, begitu sakit melihat penderitaan adiknya. Setiap pagi Cruel berdoa, berharap bahwa mimpi itu tidak nyata, namun makin hari ketakutan di hatinya terus membesar, setiap hal yang yang terjadi selalu tampak seperti di mimpinya.
Cruel memukul dadanya, mencoba mengusir perasaan takut yang kian menjadi, sampai sebuah kabar burung terdengar, membuatnya memutuskan segala akal sehatnya.
"Katakan sekali lagi!!" Cruel berteriak, menarik surainya sendiri guna menenangkan diri. Di mimpinya kematian pangeran pertama adalah awal dari kehancuran Deon.
"Ya-yang mulia pangeran pertama telah tewas." Seorang pelayan dengan suara gemetar menyampaikan berita tersebut kepada Cruel.
"Apa!?" Cruel mengambil vas bunga dan melemparkannya ke arah pelayan itu, wajah Cruel begitu kusut, matanya mengandung keputusasaan yang mendalam. "Tidak! Tidak mungkin!"
"Deon! Dimana Deon?!" Cruel mengguncang tubuh pelayan itu, membuat pelayan itu semakin bergetar ketakutan.
"Tu-tuan muda ada di kamarnya."
Cruel melemparkan tubuh pelayan itu kesamping, sebelum bergegas menuju kamar Deon. Pikiran Cruel terus berpacu, bayangan tentang Deon yang di seret ke medan perang terus menghantui dirinya. Cruel takut, takut sekali bahwa Deon akan menjadi seperti di mimpinya.Pintu kamar Deon di buka secara kasar, Cruel tidak lagi peduli dengan tata Krama atau semacamnya, saat ini pikirannya hanya diisi dengan Deon, adiknya, dia telah bersumpah untuk melindungi Deon apapun yang terjadi.
"Deon? Ada di mana kamu?" Netra Cruel berpedar mencari keberadaan Deon di kamarnya, namun apa yang ia dapatkan hanya kamar kosong yang tak berpenghuni.
"Apa yang terjadi padamu Cruel?" Suara bariton terdengar, Cruel berbalik mendapati ayahnya berjalan ke arahnya.
"Ada di mana Deon sekarang ayah?" Wajah Cruel masih sama kusut dan penuh keputusasaan.
Kerutan muncul di dahi count ketika melihat putra sulungnya terlihat begitu berantakan, "Deon ada di istana, dia bilang ingin menemani Edoardo."
"Kenapa? Kenapa Deon melakukan itu?" Cruel bergumam membuat count semakin menatapnya heran.
"Apa kamu benar-benar tidak tau? Sudah jelas karena Edoardo adalah temannya kan?"
"Tidak!" Cruel kembali berteriak, bayangan adiknya yang diseret ke medan perang kembali menghampirinya. "Dia adalah orang yang telah menghancurkan hidup Deon!"
Count menatap putra sulungnya dengan kesal, entah apa yang telah terjadi pada putra sulungnya itu, selama beberapa tahun terakhir sifat protektif nya terhadap Deon kian menjadi, bahkan dia terus berusaha untuk menyatukan keluarga ini. Bukannya itu hal buruk namun melihat putranya yang seperti akan gila tiap kali Deon hilang dari pandangan matanya, membuat sakit di kepala count kian bertambah. Seperti sekarang Cruel benar-benar terlihat seperti sudah kehilangan akal sehatnya.
"Tenanglah nak, kamu tahu Deon sangat menyukai pangeran Edoardo kan? Sekarang pangeran sedang berduka, sudah sewajarnya Deon menghiburnya." Count menepuk pundak Cruel pelan, dia berharap tepukan itu dapat menyadarkan putranya.
"Tenang? Ayah! Bagaimana bisa kamu mengatakan hal itu ketika nyawa Deon di pertaruhkan?!" Cruel menatap count tajam, "Edoardo akan membunuh semua orang di istana dan menjadi kaisar!"
"Cruel! Jaga bicaramu!" Count menampar wajah putra sulungnya, "apa kamu ingin keluarga kita di tuduh sebagai pemberontak?!"
Tamparan itu sama sekali tidak membuat akal sehat Cruel kembali, dia seakan masih terjebak dalam bunga tidurnya, "itu kenyataan ayah! Percayalah padaku!"
Count menggelengkan kepalanya mencoba menenangkan dirinya yang kesal akibat ulah putra sulungnya, "cukup dengan seluruh omong kosong mu Cruel."
"Ap-" pandangan Cruel perlahan memburam sebelum akhirnya dia terjebak ke dalam kehampaan.
"Tidurlah sebentar dan pikiran mu akan kembali tenang." Count melirik pelayan yang berjaga di pintu, memberi isyarat kepada mereka untuk membawa putra sulungnya yang kini telah terlelap.
***
Di dalam kehampaan, Cruel merasa dirinya di tarik ke dalam sebuah jurang berwarna merah. Perlahan Cruel membuka matanya saat ia merasakan cairan kental terus menetes di kepalanya. Dalam suasana yang penuh dengan kegelapan warna darah, Cruel dapat melihat adiknya yang berdiri agak jauh darinya sambil memegang sebuah belati di tangannya."Kenapa kamu melakukan ini padaku kak?" Iris merah itu menatapnya penuh kebencian, rambut putihnya kini berubah menjadi merah darah.
Cruel dengan panik mencoba menggapai Deon, "tidak Deon! Dengarkan aku!" Saat dirinya mencoba untuk meraih Deon, sebuah tentakel berwarna merah muncul dari dasar jurang, mencoba menahannya untuk mendekati Deon.
"Dengarkan? Apa kakak tau berapa kali aku ingin di dengarkan?" Deon dengan lirih berkata, saat tetesan demi tetesan cairan kental itu terus menetes ke arahnya. "Aku sangat kesepian kak! Aku menderita! Tapi siapa yang bersedia mendengarkan rasa sakit ku? Tidak ada!"
"Tidak Deon! Aku ada disini! Aku akan mengambil semua rasa sakitmu!" Cruel terus berusaha melepaskan diri dari jeratan tentakel itu, namun naas semakin dia berusaha melepaskan diri semakin kuat tentakel itu menjeratnya.
"Benarkah?" Mata Deon tiba-tiba berseri-seri, dia mengambil langkah mendekati Cruel, "kakak tidak berbohong kan?"
Cruel tidak tau apa yang terjadi, tapi dia dengan cepat mengangguk, "iya aku bersumpah!"
Deon tersenyum cerah mendengar peryataan Cruel, setiap langkah yang ia ambil meninggalkan jejak darah yang menggenang, matanya meringkuk geli, sementara tubuhnya terus menerus di tetesi oleh cairan kental itu.
"Kalau begitu kakak," Deon sampai di depan Cruel, mengangkat dagu Cruel dengan jari-jarinya. "Mulai sekarang apapun yang kamu lihat dan apapun yang kamu dengar, kamu harus percaya bahwa semuanya adalah jalan terbaik untukku." Deon perlahan menutup mata Cruel dengan tangannya, sementara Cruel merasakan bau amis merayap di indera penciumannya.
"Tak apa kak, sekarang aku tidak kesakitan lagi." Deon dengan lembut berbisik di telinga Cruel, suasana kelabu itu seketika berubah diiringi dengan hembusan angin hangat. "Karena sekarang dunia bersamaku."
'ah, begitu rupanya.' Pikiran Cruel kembali jernih saat ia terus membenamkan dirinya dalam bisikan manis Deon.
***
Heloww aku kembali, ada yang nunguuin ga ya? Hehehe...Ya segini dulu untuk awal season, semoga suka><
Tinggalkan jejak!!
See ya!!
KAMU SEDANG MEMBACA
disaster returns
Fantasia[i'm not that kind of Talent] Perang, Kata yang menggambarkan kekejaman, kesengsaraan, penderitaan, dan kesedihan yang mendalam. Deon tak pernah sekalipun ingin terlibat perang, tapi sekarang dia harus memilih antara ras manusia atau iblis, namun se...