16. Savior Grandfather

129 32 8
                                    

🍓🍓🍓

Soojin berlari terengah-engah di tengah hutan yang dipenuhi semak-semak berduri, kakinya berdarah akibat terinjak duri tapi itu tak menghentikan lari Soojin dari sekelompok wanita-wanita seram yang terus mengejarnya tanpa lepas.

Soojin terlihat sangat ketakutan sebab sosok yang mengejarnya begitu banyak dan semuanya menujukkan seringaian kejam. Saat Soojin menoleh kembali ke depan, Soojin seketika tersungkur di atas darahnya sendiri, tepat di depannya berdiri sang Ratu merah, menghadang jalannya. Jeanne terlihat lebih menyeramkan dan raksaksa.

Soojin susah payah bangkit, tapi baru saja ia berhasil mengangkat badan dengan kedua tangan gemetar, sebuah pedang tiba-tiba berayun cepat dan langsung menusuk punggungnya. Darahnya muncrat ke masing-masing wajah asing yang mengelilinginya.

Bruk!

Soojin tersentak bangun dari mimpi buruk, matanya langsung melebar dan sontak menangis hebat. Soojin hendak bangkit tapi tidak kuat, pedih menyerangnya dari berbagai sisi badan, tubuhnya kembali terkapar di lantai, isakan dan rintihannya menyatu.

Ternyata ia masih berada di sel jeruji, ia belum mati, tapi rasa sakit menghantam sekujur tubuhnya sampai ia kesulitan bergerak, pada akhirnya ia hanya bisa menangis di posisi terkurap, membiarkan darahnya mengotori lantai. Soojin putus asa.

Soojin bahkan hanya bisa mengerjapkan kedua mata sayunya tatkala ia mendengar sebuah ketukan ujung kayu mengenai lantai, ia berusaha memperjelas penglihatannya dan ternyata ada seseorang yang tak ia kenali mendekat, sosok itu berjalan sedikit bungkuk dibantu tongkat kayu, lalu berdiri di depan sel jeruji dan seperti berteriak membangunkannya.

Ahh, Soojin ingat, orang itu adalah kakek yang tak sengaja ia lihat tadi saat di perjalanan menuju istana.

Barangkali karena sudah di ambang kesadaran, Soojin jadi tak memahami maksud sang kakek yang tiada lelah berteriak padanya, meneriaki bahasa yang tak Soojin pahami, kakek itu seperti menunjuk-nunjuk sesuatu ke arahnya. Butuh banyak menit untuk Soojin paham kalau kakek itu tengah menunjuk kalung yang masih tergeletak di dekatnya.

Tapi Soojin benar-benar menyerah, semangat hidupnya telah pupus. Ia membiarkan dirinya terbaring lemah ketika kakek itu berjuang menjangkau kalung di dekatnya menggunakan tongkat dari celah jeruji.

Kakek itu kesusahan meraih kalung itu menggunakan ujung tongkatnya. Tapi akhirnya kalung itu berhasil ada di tangan si kakek setelah mencoba banyak upaya yang membuat kakek itu kelelahan.

Kakek itu menyelipkan salah satu tali yang telah putus ke balik bajunya, lalu bandol kalung itu dimasukan ke lubang kunci. Kalung Aster itu tiba-tiba bersinar dengan pendar biru kehijauan dan tak lama pintu jeruji terbuka.

Soojin tidak tahu ke mana tiga pengawal yang menyiksanya, yang pasti ia cemas kakek itu akan bernasib sepertinya jika nekat mendekatinya.

Soojin menggeleng lemah ketika kakek itu menggoncang pundaknya, seperti memaksanya bangkit. Kemudian kakek itu mengambil tali kalung yang putus tadi, dengan tangan keriput yang gemetaran, kakek itu berusaha menyambungkan kembali kalung itu.

Dalam beberapa menit di tengah sekarat Soojin hanya disuguhi pemandangan sang kakek yang serampangan memperbaiki kalung dengan wajah waswas, membuat Soojin semakin sedih, ia ingin bangun tapi rasa sakit itu akan menghajarnya lebih gila lagi.

SmeraldoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang