❗❗❗ DISCLAIMER ❗❗❗
Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Apabila ada kesamaan nama tokoh, tempat, ataupun suasana, itu hanyalah fiktif belaka.
Cerita ini murni hanya karangan dari imajinasi author dan tidak ada sangkut pautnya dengan tokoh asli dalam cerita ini
⭐Please Support Follow, Comment, and Vote⭐
.
.
.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Suara bising mesin printer terdengar memekakkan telinga. Hiruk pikuk kesibukan kantor yang sedikit gaduh tak membuat seorang gadis mengalihkan perhatiannya barang sejenak.
Divisi Finance and Accounting memang seperti ini. Kesibukan selalu terlihat di dalamnya. Belum lagi, para pekerja yang menampilkan beraneka ragam ekspresi. Ada yang terlihat santai menikmati pekerjaannya, ada pula yang tampak serius dengan alis saling bertaut. Ah, jangan lupakan decakan kesal yang kerap kali terdengar jika sesuatu hal terjadi tak sesuai keinginan.
Sheina Marcelia, berada disituasi yang kedua. Sejak ia datang, netranya tak pernah lepas dari layar laptop di hadapannya. Berbagai deretan angka serta beragam grafik menjadi pemandangannya kali ini. Masih pukul sebelas lebih lima belas menit, namun penampilan gadis itu sudah tidak bisa dikatakan rapi lagi.
Rambut terikat berantakan dengan beberapa helaian mencuat ke sana ke sini. Kantung matanya menghitam, hasil lemburnya tiga hari belakangan. Bahkan, concealer yang ia gunakan tidak sepenuhnya mampu menyamarkan bawah matanya itu.
Gadis itu mendesah berat saat hasil angka yang ditampilkan tidak sesuai keinginannya. Ia merenggangkan otot-ototnya sejenak. Sheina merasakan tubuhnya yang lelah. Bagaimana tidak, tiga hari ini ia harus lembur dan pulang larut, kendatipun pagi-pagi sekali ia sudah harus pergi ke kantor lagi. Bukan tanpa alasan Sheina melakukan ini, melainkan ia hanya ingin masa cutinya nanti tidak dihantui dengan pekerjaan.
"Shei, kantin yuk!"
"Astaga, Ara! Ngagetin aja, sih!" sungut Sheina pada gadis yang baru saja menyentuh bahunya.
"Ck! Apaan sih! Lebay lo!" dumel gadis yang dipanggil Ara itu.
"Gue, 'kan kaget tau!"
"Kantin, yuk. Laper gue," ucap Ara seraya menatap sekilas layar laptop Sheina.
Sheina melirik penanda waktu di pojok bawah layar laptopnya. Sebelas titik tiga puluh tiga, baris angka yang tertera di sana.
"Belum jam istirahat, Ra. Jangan gila deh! Gue nggak mau, ya, Pak Kumis ngedumel gara-gara kita keluar duluan," ucap Sheina tanpa mengalihkan pandangannya.
"Lo nggak nyadar Pak Kumis keluar dari tadi? Makanya jangan angka terus yang lo lihatin."
Sheina mendongak, mengintip dari balik partisinya ke ruangan kaca yang ada di sana. Ruangan milik Baskara, kepala divisi yang kerap kali ia panggil Pak Kumis itu. Dan benar saja, tidak ada presensi pria berkumis itu.
"Ayo, Shei! Keburu rame kantinnya!"
Sheina menarik napasnya pelan lalu memutar kursinya menghadap teman dekatnya itu, "Gue males banget ke bawah, Ra. Kerjaan gue masih banyak juga."
"Ck! Nanti lanjutin lagi, 'kan bisa, Shei. Lo nggak capek? Tuh lihat mata lo udah kayak mata panda tahu nggak."
"Yee.. semua kerjaan gue lembur sekarang, 'kan biar gue tenang pas cuti nanti."
KAMU SEDANG MEMBACA
RENJANA || MYG ✔️
RomancePerpisahan yang paling menyakitkan harus dialami Sheina dan Agam saat pernikahan mereka telah di depan mata. Sheina terpaksa melanjutkan pernikahan dengan Alden-Kakak Agam-sebagai pengganti calon suaminya. Kehidupan rumah tangga yang Sheina impikan...