⭐Please Support Follow, Comment, and Vote⭐
.
.
.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷
"Mas, mau kopi atau mau sarapan smoothies ?" Sheina bertanya tatkala sang suami baru saja mendaratkan bokongnya di salah satu kursi meja makan.
"Kopi aja," jawab Alden tanpa menatap lawan bicaranya. Tangannya sibuk mengancingkan lengan kemeja.
Sheina menghela napas. Sejak kejadian alerginya Kayla kemarin, Alden masih bersikap dingin padanya. Tak ingin berbicara jika tidak ditanya. Menjawab pun hanya dominan dengan daheman. Tidak ada ucapan atau kecupan selamat pagi, pun dengan pillow talk sebelum tidur. Bahkan, semalam Alden memilih tidur di kamar Kayla.
Terhitung sudah dua malam Sheina tidak berada dalam satu kamar dengan suaminya.
"Hari ini ada acara pentas seni di sekolah Kay kamu nggak lupa, 'kan?" Sheina bertanya. Hanya pertanyaan basa-basi, sebab gadis itupun tahu Alden pasti tidak akan lupa jika itu menyangkut sang anak. Pria itu tentu saja akan mengutamakan apa-apa yang berkaitan dengan buah hatinya.
"Iya, aku inget."
Lagi. Jawaban singkat Alden membuat Sheina berdenyut nyeri. Terlebih, Alden tidak memintanya untuk bersiap, sebab yang ia tahu jika acara di sekolah Kayla mengharuskan orang tua untuk hadir.
Sheina pun bertanya-tanya, apakah Alden memutuskan pergi seorang diri, atau jangan-jangan ia memilih ditemani oleh wanita lain.
Sang gadis menggeleng keras. Menghalau dugaan-dugaan buruk yang mulai menggerogoti ruang pikirannya.
"Papa!" Kayla berseru sembari berlari menuruni tangga. Seperti tengah antusias terhadap sesuatu.
"Pelan-pelan, Kayla!" peringat Alden.
"Papa.. kita jadi, 'kan ajak Mama Karin ke sekolah Kay?"
DEG!
Sheina membeku tepat setelah kalimat pertanyaan itu meluncur mulus dari mulut anak sambungnya. Tangannya yang tengah menuangkan air panas sontak berhenti beberapa detik. Apa tadi yang Sheina dengar? Kayla meminta hadir dengan Karin?
Tentu ada sedikit rasa kecewa yang menyusup ke dalam hati Sheina. Kecewa, sebab bukan dirinya, melainkan Karin yang diharapkan Kayla untuk hadir.
Ah! Mengapa Sheina harus kecewa? Memang seharusnya seperti itu, bukan? Terlebih Karin merupakan ibu kandung Kayla.
"Ini kopinya, Mas," ucap Sheina setelah meletakkan kopi di hadapan Alden, "Kay, sarapan dulu, sayang," sambungnya.
"Papa.... kenapa nggak jawab? Papa nggak lupa, 'kan?" rengek Kayla dan mengabaikan ucapan Sheina.
Alden melirik Sheina tanpa gadis itu sadari. Rindu tentu saja, terlebih sudah dua hari ia mendiami istrinya itu. Namun, bukan itu permasalahannya, melainkan Alden melihat ekspresi Sheina yang entah mengapa menurutnya ada sedikit kekecewaan di sana.
"Memang kayla sudah sembuh? Kok sudah mau pergi ke sekolah," sahut Sheina saat mendapati kebisuan suaminya.
"Sudah, Mama. Badan Kay nggak gatal lagi. Kay mau sekolah, Mama, ada pentas seni juga. Kay mau tampil."
"O-oke.. Kay makan sarapannya dulu," Sheina menjawab ragu seraya melirik ke arah Alden.
"Papa.. Kay tetep boleh ke sekolah, 'kan?" tanya Kayla lalu mengambil duduk di dekat sang ayah, "Sama Mama Karin, ya, Papa," imbuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RENJANA || MYG ✔️
RomancePerpisahan yang paling menyakitkan harus dialami Sheina dan Agam saat pernikahan mereka telah di depan mata. Sheina terpaksa melanjutkan pernikahan dengan Alden-Kakak Agam-sebagai pengganti calon suaminya. Kehidupan rumah tangga yang Sheina impikan...