R - 09

78 20 4
                                    

⭐Please Support Follow, Comment, and Vote⭐

.

.

.

🌷🌷🌷🌷🌷🌷

Rembulan masih bersinar terang, langit pekat masih terlihat. Hiruk pikuk kehidupan mulai mengistirahatkan diri. Keheningan telah mengambil alih kehidupan malam, namun tidak dengan dua orang yang tengah berseteru ini.

Selepas meninggalkan resepsi pernikahannya, Sheina dan Alden memutuskan untuk kembali ke kamar hotel yang sengaja di pesan Alden sebelumnya. Jika kalian membayangkan akan adanya malam pengantin yang romantis, lebih baik kalian buang jauh-jauh pikiran itu. Sebab, nyatanya sepasang pengantin baru ini tengah bersitegang memperebutkan tepat untuk mengistirahatkan diri.

Layaknya memperebutkan wilayah kekuasaan, Alden dan Sheina tampak tidak ada yang mau mengalah. Mereka sama-sama melemparkan tatapan tajam tak ketinggalan dengan berbagai umpatan kasar yang tengah diteriakkan oleh hati masing-masing.

"Harusnya kamu yang ngalah, lah, Mas!" seru Sheina, kembali memulai pertikaian.

"Buat apa aku ngalah? Kamu yang minta tidur terpisah, jadi terima aja konsekuensinya," jawab Alden tak mau kalah.

"Masa kamu tega biarin aku tidur di sofa, sementara kamu enak-enak tidur di kasur empuk itu."

"Oh, ya, jelas! Badanku bisa sakit kalau harus tidur di sofa."

"Ck! Lagian kenapa kamu nggak pesen dua kamar aja, 'sih!" gerutu Sheina.

"Terus kamu mau buat orang lain curiga gitu? Coba kamu bayangin apa kata mereka kalo kita pisah kamar, Sheina!"

Sheina bergeming, kendatipun dirinya masih kesal setengah mati dengan Alden, namun ia juga membenarkan apa yang baru saja dilontarkan oleh pria itu. Apa yang akan dipikirkan orang-orang jika melihat mereka tidur dalam kamar yang berbeda. Terlebih, jika ibu atau mertuanya yang memergoki mereka.

"Jadi, kamu nikmati aja sofa mu itu! Aku lelah. Selamat tidur!" pungkas Alden.

Sheina hanya bisa menganga di tempatnya. Memperhatikan sang pria yang mulai merebahkan diri serta menutupi tubuhnya dengan selimut. Percaya tidak percaya Alden benar-benar tidak mau mengalah dengan dirinya.

Dengan kekesalan yang membumbung tinggi, Sheina bangkit lalu menghentak-hentakkan kakinya menuju bilik kamar mandi.

"Dasar, bapak-bapak nyebelin!" gerutu gadis itu.

Detik selanjutnya, dentuman pintu yang ditutup terdengar nyaring. Kedua netra yang tadinya terpejam itu kini kembali terbuka lebar. Kekehan geli terdengar samar, seraya membayangkan bagaimana ekspresi merajuk sang gadis.

Sheina baru saja menyelesaikan urusannya di kamar mandi tatkala jarum jam telah menunjukkan pukul sebelas malam. Berendam dengan air hangat dan aroma terapi mempu meredam sedikit emosinya.

Ekor matanya bergulir, melirik ke arah ranjang empuk yang tengah ditiduri dengan oleh sang pria. Sejurus kemudian, tatapan tajamnya kembali muncul tatkala rungunya mendengar dengkuran halus yang menguar dari pria itu.

Cih! Laki-laki nggak punya hati! maki Sheina dalam hatinya.

Gadis itu melangkah, menuju peraduannya malam ini. Sofa hotel yang sejatinya tak cukup menampung tubuhnya. Sheina terpaksa mengistirahatkan dirinya di sana, kendatipun ia harus menekuk kakinya, akibat panjang sofa yang lebih pendek darinya. Itulah sebabnya gadis itu mati-matian meminta bertukar tempat dengan sang pria.

RENJANA || MYG ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang