R - 11

73 24 1
                                    

Please Support Follow, Comment, and Vote⭐

.

.

.

🌷🌷🌷🌷🌷🌷

Suara derap langkah terdengar beraturan. Sheina membawa langkah kakinya menuruni tangga, setelah menyempatkan diri membangunkan putri kecilnya. Penampilannya tampak rapi dengan balutan busana kerja serta menyatukan rambutnya dalam satu ikatan. Gadis itu siap memulai rutinitasnya kembali setelah masa cuti menikahnya habis.

"Pagi, Non Sheina," sapa Ratna tepat setelah dirinya meletakkan piring terakhir di atas meja makan.

"Pagi, Mbak," Sheina mengulas senyum, meletakkan tasnya di salah satu kursi makan, "Mbak mau buat apa?" tanyanya lalu mendekati Ratna.

"Susunya Non Kayla, sama kopi buat Tuan, Non."

"Ah, biar saya aja yang buat, Mbak. Mbak tolong liatin Kayla aja. Tadi sudah saya bangunin, terus saya tinggal pas dia lagi mandi. Tolong liatin, ya, Mbak."

"Oh iya, siap, Non!" Ratna mengangguk sekilas lalu beranjak dari hadapan Sheina.

Sementara Sheina mulai sibuk membuatkan minuman untuk anak dan suaminya. Pikirnya, anggap saja ini sebagai kewajibannya menjadi istri.

Decitan sepatu yang beradu dengan lantai terdengar. Sheina jelas tahu siapa pemilik langkah kaki itu, pun dirinya juga tak berniat menoleh atau sekadar menyapa seseorang itu. Hingga ketukan sepatu itu semakin lama semakin mendekat seiring dengan suara bariton yang menyapa rungunya.

"Kamu beneran nggak mau nurutin aku?" Alden bertanya saat langkah kakinya menginjak anak tangga yang terakhir. Tangannya sibuk mengancingkan lengan kemejanya.

"Kita udah selesai bahas itu ya, Mas!" tukas Sheina ketus.

"Kamu itu udah jadi istri aku, tugasmu hanya menuruti perintahku. Lagian aku masih sanggup biayain kamu."

Sheina berdecak kesal. Lagi-lagi Alden kembali membahas apa yang menjadi perdebatan mereka sejak semalam. Sheina kukuh ingin tetap melanjutkan karirnya. Bekerja di kantor seperti biasa. Namun, semua ini ditentang keras oleh Alden yang hanya mengininkan sang istri tinggal di rumah.

Sheina menghentikan sejenak tangannya yang tengah mengaduk kopi itu, "Bukankah kita udah ambil kesepakatan semalam? Aku lanjut kerja hanya sampai akhir bulan ini. Terus kenapa kamu bahas ini lagi, 'sih!"

"Karena aku maunya kamu di rumah, Sheina!" seru Alden seraya sibuk memasang dasinya.

Helaan napas terdengar panjang, "Astaga! sebentar lagi juga aku bakalan di rumah, Mas!" ucap Sheina lalu meletakkan secangkir kopi di hadapan Alden.

Semalam, saat perdebatan mereka yang cukup sengit, Alden mengancam akan meminta kepala divisinya untuk memecatnya jikalau ia tidak mau menuruti permintaan pria itu. Alhasil, dari pada membuat keributan ini berlanjut pun ia tidak ingin masalah ini sampai terdengar ke ranah kantor, Sheina meminta jangka waktu sampai akhir bulan, yang bahkan tidak lama lagi. Tentu saja hal itu dilakukan atas paksaan suaminya.

"Ck! Susah sekali!"

Sheina menoleh tatkala decak kekesalan Alden menyapa rungunya. Terlihat pria itu tengah berkutat dengan simpul dasinya. Tampak kesulitan. Ia berpikir sesaat, menimbang-nimbang apa yang akan dilakukan. Hingga dengan ragu ia beranjak mendekati pria itu.

"Si-sini aku bantu," ucapnya ragu.

Alden mengerjabkan matanya. Membiarkan Sheina mulai bergelut dengan simpul dasinya. Alden memang sempat berpikir untuk meminta bantuan Sheina, namun ia urungkan pun dirinya sangsi Sheina mau melakukannya.

RENJANA || MYG ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang