R - 21

61 26 3
                                    

⭐Please Support Follow, Comment, and Vote⭐

.

.

.

🌷🌷🌷🌷🌷🌷

Sang gadis mengerjab-ngerjab, membiaskan cahaya yang menerobos retinanya. Jika boleh memilih, gadis itu ingin lebih lama terpejam, namun apa daya ketika ia teringat akan kewajibannya.

Erangan halus terdengar tatkala sang gadis melakukan peregangan pada ototnya, namun sedetik kemudian gadis itu menyadari ruang di sebelahnya kosong. Bahkan, tampak rapi seperti tidak berpenghuni. Beberapa hari belakangan, sang suami memang memaksanya untuk tidur bersama, namun sepertinya malam tadi pria itu masih enggan berada dalam satu ruangan dengannya.

Sheina beringsut turun. Sesaat, netranya terpaku pada penanda waktu yang menggantung di dinding. Pukul enam lebih dua puluh menit. Cukup pagi untuk memulai hari.

Notifikasi pesan masuk terdengar bersamaan dengan pintu kamar mandi terbuka. Sheina meraih ponselnya yang tergeletak asal di atas ranjang. Mengerutkan kening saat melihat nama sang suami di layar ponselnya.

Mas Alden
Aku ada kerjaan di Bandung.
Kemungkinan pulang larut.

"Jadi Mas Alden udah berangkat. Ck! Mana dia ke luar kota lagi," cicit Sheina.

Gadis itu menghela napas dan sadar jika suaminya itu belum mau memaafkannya. Namun, ada setitik rasa tenang saat tersadar bahwa pria itu masih mau berpamitan dengannya, kendatipun hanya melalui pesan.

Sheina beranjak menuju kamar Kayla. Sejak kejadian kemarin, ia merasa putri kecilnya itu tengah menghindarinya. Terbukti ketika Kayla menolak dirinya untuk menemani gadis kecil itu tidur seperti biasa. Jika sudah begini, Sheina merasa aneh, seperti ada sesuatu yang hilang dari dirinya.

Sheina mengetuk pintu perlahan, lalu melongok masuk dan mendapati putri kecilnya masih betah bergelung dalam selimut. Ia mengulas senyum lalu mengambil duduk di pinggir ranjang.

"Kayla..," ucap Sheina seraya mengguncang perlahan tubuh anaknya.

"Kaylaa.. bangun, Sayang," panggilnya lagi.

Merasa terusik, gadis kecil itu perlahan mulai bergerak. Menguap sesaat, sebelum terduduk dengan ekspresi khas bangun tidur.

"Selamat pagi, tuan putri," ucap Sheina seraya merapikan rambut Kayla yang berantakan.

Tidak ada jawaban apapun dari Kayla, justru putri kecilnya itu malah beringsut turun dari ranjang lalu tenggelam di balik kamar mandinya.

Sheina tersenyum tipis, meskipun hatinya sedikit nyeri saat tak ada respon apapun dari Kayla atas sapaannya. Agaknya, putri kecilnya itu masih merajuk padanya.

Derap langkah kaki terdengar tatkala Sheina tengah sibuk menyiapkan sarapan paginya. Gadis itu jelas tahu pemilik langkah kaki tersebut terlebih saat ini dirinya hanya tinggal berdua dengan putri kecilnya.

"Papa kok belum turun, ya," gumam Kayla lirih, namun ucapannya itu masih sampai di rungu Sheina.

"Papa sudah berangkat, Sayang. Papa ada tugas ke Bandung, jadi berangkat lebih awal," jawab Sheina.

"Kok Papa nggak pamit dulu sama Kay," protes Kayla tepat setelah ia mengambil duduk di salah satu kursi makan.

Sheina mengulas senyum lalu mendekati sang anak, "Siapa bilang Papa nggak pamit. Papa pamit kok. Mungkin Kay nggak sadar karena masih tidur pulas," ucap Sheina berusaha menghibur anaknya. Meskipun, ia sendiri tak tahu kapan suaminya itu pergi.

RENJANA || MYG ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang