R - 05

106 27 9
                                    

⭐Please Support Follow, Comment, and Vote⭐

.

.

.

🌷🌷🌷🌷🌷🌷

Beberapa hari setelah kepergian sang kekasih Sheina kembali melanjutkan aktivitasnya seperti biasa. Kendatipun, tak bisa dipungkiri jika dirinya masih merasakan kehilangan yang amat mendalam. Namun, mau bagaimana lagi, kehidupan harus tetap berjalan, bukan?

Sejak pagi, Sheina telah berkutat dengan pekerjaan kantor yang seolah tidak ada habisnya. Beberapa hari ia mengambil libur, setumpuk pekerjaan telah menunggunya.

Sheina merenggangkan tubuhnya sejenak, saat merasakan otot-ototnya yang mulai kaku. Diliriknya penanda waktu di ujung bawah layar laptopnya. Hampir jam makan siang rupanya. Namun, fokusnya tidak berhenti sampai di situ. Pandangannya malah terpaku dengan sebuah pigura foto yang beberapa tahun ini telah menghiasi meja kerjanya. Foto dirinya bersama Agam yang mereka ambil saat perayaan hari jadi mereka yang ke satu tahun. Sheina tersenyum samar. Lagi-lagi, ia teringat dengan kebersamaannya dengan sang kekasih.

Sang gadis meraih pigura tersebut. Mengusapnya sebentar dan dengan berat hati ia memutuskan untuk menyimpan benda tersebut di laci meja kerjanya. Bukan apa-apa, melainkan Sheina hanya tidak ingin kesedihannya terlalu berlarut-larut.

Sebuah notifikasi pesan masuk menarik Sheina dari lamunannya. Ia segera meraih ponselnya dan berdecak kesal saat membaca pesan singkat dari sang Ibu.

Ibu❤️
Jangan lembur
Jangan pulang larut!
Inget-inget ya, Shei!

Sheina memilih untuk membiarkan pesan tersebut tanpa berminat untuk membalasnya. Gadis itu jelas tahu apa yang dimaksud oleh Ibunya itu. Keluarga Agam ingin berkunjung, itu yang dipermasalahkan sang Ibu padanya.

Sejujurnya, Sheina tak tahu apa yang diingingkan oleh keluarga sang pria. Jika ia boleh menebak, sepertinya mereka akan membahas kelanjutan dari rencana pernikahannya dengan Agam. Dan Demi Tuhan, Sheina belum benar-benar siap untuk membahas itu semua.

"Shei.."

Suara seoarang gadis membuat Sheina keluar dari pikirannya. Gadis itu menoleh, dan mendapati presensi sang karib yang tengah tersenyum ragu ke arahnya.

"Ra, kenapa?"

"Nggak ada," Ara memilih mengambil duduk di kursi sebelah Sheina. Milik rekan kerjanya yang lain, " Mau makan siang nggak?" imbuhnya.

"Sebentar. Gue matiin laptop gue dulu."

Sheina lantas memutar kembali tubuhnya menghadap meja kerjanya. Ia lalu mematikan laptop dan segera menarik Ara menuju cafetaria kantornya.

"Yuk, Ra!"

Beberapa menit berlalu tatkala kedua sejoli ini baru saja menyelesaikan makan siangnya. Kini masing-masing dari mereka tengah asik menikmati segelas kopi yang akan menjadi teman mengobrol mereka. Namun, agaknya, keduanya masih sama-sama betah menutup mulut.

Ara menatap lamat sang karib. Ekspresinya jalas sekali menyiratkan rasa prihatin yang mendalam. Ingin melayangkan tanya, namun masih terlalu enggan untuk melakukan.

"Ra.." panggilan Sheina sontak membuyarkan lamunan Ara.

"Kenapa?"

"Lo yang kenapa? Diem aja dari tadi!"

Sheina menyesap sedikit kopinya. Ia jelas merasa gadis di hadapannya ini tengah memperhatikannya, bahkan ia tahu jika ada yang ingin diutarakan oleh temannya itu

RENJANA || MYG ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang