⭐Please Support Follow, Comment, and Vote⭐
.
.
.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷
"Papa, nanti Kay boleh nginap di rumah Oma?" tanya seorang gadis kecil dengan rambut terkuncir dua.
"Boleh. Nanti Papa minta Pak Bagas jemput Kay di sekolah dan antar ke rumah Oma, ya."
"Oke! Thank you, Papa!" Kayla berseru senang.
Saat ini Alden tengah mengemudikan mobilnya, hendak mengantarkan putri kecilnya ke sekolah. Sementara sang gadis kecil hanya duduk manis di kursi penumpang. Hingga beberapa saat kemudian, mobil yang dikendarai Alden telah sampai di halaman sekolah sang anak.
"Semangat belajarnya, Princess Kay," ucap Alden seraya melepaskan seat belt di tubuh putrinya.
Kayla mendekat, membubuhkan kecupan singkat di pipi ayahnya, "Bye, Papa," ucapnya lalu turun dari mobil dan melambaikan tangan.
Saat gadis kecil itu sudah tak terlihat lagi dari jarak pandangnya, Alden lantas kembali melajukan mobilnya menuju kantor.
Pria itu mengumamkan senandung kecil. Tampak tenang, namun siapa sangka dalam hatinya tengah dilanda kegelisahan. Bagaimana tidak, ia harus tetap pergi ke kantor dan meninggalkan istrinya yang sedang kurang sehat sejak semalam.
Alden memasang earphone di salah satu telinganya. Menyambungkan pada ponselnya lalu melakukan panggilan di sana. Lama ia menunggu hingga di nada sambung yang keempat panggilan tersebut baru terjawab.
"Hmm.."
Suara seorang gadis menyapa rungu Alden. Tampak serak dan terdengar lemah.
"Gimana keadaan kamu?"
"Yaa.. masih kayak tadi pagi, Mas. Belum juga satu jam kamu ninggalin aku, udah nanya lagi aja."
Alden meringis samar. Kekhawatiran yang ia rasakan agaknya membuat jaringan di otaknya mendadak tidak berfungsi.
"Aku puter balik aja, ya. Pulang. Nemenin kamu di rumah."
"Nggak... haaachi!"
Alden mengerutkan kening tatkala suara bersin memenuhi sambungan teleponnya.
"Shei? Aku pulang aja, ya? Sakitmu makin parah kayaknya."
"Nggak usah lebay, Mas. Aku cuma flu sama pusing aja kok. Ada mbak Ratna juga, 'kan di rumah."
Helaan napas pasrah keluar dari bilah bibir sang pria.
"Kalau ada apa-apa kabari aku."
"Iya, Mas."
"Jangan lupa makan, terus kamu minum obatnya."
Sheina berdecak, "Iya."
"Jangan lu-"
"Mas, kalau kamu masih bawel aku tutup teleponnya!" sela Sheina memulai omelannya.
"Oke.. oke! Aku, 'kan cuma khawatir."
"Kamu bukan khawatir, Mas, tapi cerewet!"
Pria itu terkekeh geli. Tangannya masih sibuk mengendalikan kemudi, namun pikirannya justru membayangkan ekspresi kekesalan Sheina yang menurutnya sangat menggemaskan.
"Ya udah, aku tutup teleponnya, ya. Sebentar lagi aku sampe kantor."
"He'um."
Beberapa detik berlalu, namun Alden belum juga mematikan sambungan teleponnya, pun dengan Sheina yang memilih diam dan menunggu suaminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RENJANA || MYG ✔️
Любовные романыPerpisahan yang paling menyakitkan harus dialami Sheina dan Agam saat pernikahan mereka telah di depan mata. Sheina terpaksa melanjutkan pernikahan dengan Alden-Kakak Agam-sebagai pengganti calon suaminya. Kehidupan rumah tangga yang Sheina impikan...