R - 14

71 16 0
                                    

Note: yang tercetak miring itu flashback ya gaes..
Happy reading ❤️❤️❤️

_________

⭐Please Support Follow, Comment, and Vote⭐

.

.

.

🌷🌷🌷🌷🌷🌷

Rasanya, Sheina tidak memiliki riwayat sakit pada telinganya. Pun dirinya juga merasa kedua indera pendengarannya tersebut masih berfungsi dengan normal.

Akan tetapi, ucapan Alden yang baru saja menyapa rungunya itu seketika membuatnya mematung pada posisinya. Tangannya yang baru saja ingin meraih ponselnya pun sontak berhenti.

Sheina yakin, jika dirinya telah salah dengar, pun berkali-kali ia meyakinkan dirinya akan hal itu. Namun, semua itu seolah dipatahkan dengan ucapan Alden yang kembali terdengar di telinganya.

"Maafin aku, Sheina."

Gadis itu lantas berbalik, sekali lagi memastikan kalimat tersebut terlontar dari mulut suaminya.

"Mas Alden? Kamu nggak lagi ngigau, 'kan Mas? tanya Sheinya dengan alis yang saling bertaut.

"Aku serius, Sheina!" Alden meneguk ludahnya kasar, "Aku minta maaf kalau perkataanku menyakitimu. Aku nggak bermaksud, Sheina. Aku hanya emosi."

Sheina menatap lamat sang pria. Menelisik ke dalam sepasang netra sehitam jelaga itu.

"Aku juga minta maaf, pergi nggak izin," ucap Sheina lirih. Gadis itu pun juga merasa bersalah dalam situasi ini.

"Kamu dari mana?"

"Aku nggak kemana-mana, cuma ke makam Agam sama cafe dia."

Alden mengerjabkan matanya, tak disangka jika Sheina benar-benar belum bisa melupakan adiknya itu. Tentu saja hal tersebut membuat hatinya berdenyut nyeri. Terlebih saat ini Alden benar-benar menyadari perasaannya untuk gadis di hadapannya ini.

Perasaan yang selama bertahun-tahun ini ia pendam. Perasaan yang hanya diketahui oleh dirinya sendiri. Bahkan, hingga Sheina menjadi istrinya, Alden belum juga berani berkata jujur dan mengungkapkan perasaannya itu.

Alden mencintai Sheina jauh sebelum sang adik memperkenalkan gadis itu pada keluarganya. Hal itulah yang menjadi alasan Alden bersikeras ingin menggantikan Agam untuk menikahi Sheina.

Mengesampingkan hatinya yang berdenyut nyeri, ingatan mengenai pria lain-selain Agam-yang berada di sekitaran istrinya kembali terlintas di benak Alden. Luka di hatinya semakin terbuka lebar tatkala bayangan tentang kedekatan istrinya dengan pria bernama Kenneth itu kembali berputar.

"Kenapa sama Kenneth? Nggak harus Kenneth, 'kan?"

Sheina mengerutkan kening, bingung akan sikap suaminya. Baru saja Alden meminta maaf, namun kini pria itu kembali berbicara ketus padanya.

"Kenapa memangnya, Mas? Kenneth, 'kan temen aku."

"Kenapa harus Kenneth, Sheina? Emang kamu nggak punya temen perempuan? Kenapa nggak minta Ara aja?" berondong Alden dengan berbagai macam pertanyaan.

Sheina bergeming dengan mulut menganga, tak tahu lagi apa yang harus ia jelaskan agar Alden berhenti bersikap menyebalkan seperti ini.

"Aku nggak ngerti, deh, sama sikap kamu, Mas! Sebenernya mau kamu apa, 'sih! Kenapa masalah kayak gini aja kamu besar-besarin."

RENJANA || MYG ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang