R - 03

96 29 3
                                    

Please Support Follow, Comment, and Vote⭐

.

.

.

🌷🌷🌷🌷🌷🌷

Gelapnya langit malam tak menghalangi Sheina menuju rumah sakit yang diberitahukan oleh sang penelpon tadi. Tak lupa gadis itu juga menghubungi keluarga Agam mengenai berita mengejutkan ini.

Sheina baru saja menginjakkan kakinya di lantai rumah sakit. Hawa dingin seketika melingkupi dirinya, pun dengan bau obat-obatan yang menusuk penghidunya. Gadis itu berlari sekuat yang ia bisa, tak memikirkan apapun atau siapapun yang tak sengaja bertabrakan dengannya.

Sang gadis menghentikan langkahnya tatkala tiba di ruang rawat Agam. Dari luar ruangan netranya menangkap beberapa orang serta beberapa perawat yang baru saja keluar dari ruangan tersebut. Sheina tahu siapa mereka. Ayah dan Ibu Agam serta Alden–calon Kakak Iparnya. Namun, tentu bukan presensi ketiganya yang menjadi fokus Sheina kali ini, melainkan apa yang tengah terjadi di antara mereka lah yang membuat ketakutan Sheina semakin menjadi-jadi.

Dengan napas yang memburu, Sheina menghampiri ketiganya. Dadanya semakin berdebar kencang saat netranya menangkap dua di antara tiga orang tersebut sedang menangis histeris. Keringat dingin seketika mengalir membasahi pelipisnya seiring dengan kegugupan serta ketakutan yang mendominasi perasaannya.

"Pak Alden.." panggil Sheina pelan. Napasnya terengah, hasil dari berlarinya menuju ke sini.

Kendatipun Alden adalah calon Kakak Iparnya, namun Sheina masih sungkan memanggil pria itu tanpa embel-embel 'Bapak'. Terlebih, Alden merupakan atasannya di kantor.

Samar-samar, sang pria dapat mendengar ada yang memanggilnya. Pria itu sempat terkejut, namun cepat-cepat ia menutupi keterkejutannya itu.

"Sheina.. kamu ba-baru datang," ucapnya gugup.

"Gimana keadaan Agam, Pak?" tanya Sheina masih berusaha mengatur napasnya.

Gadis itu merotasikan netranya ke sekeliling. Di sisi ruangan terlihat Marissa–Ibu Agam yang masih menangis dan tengah ditenangkan oleh Arya–Suaminya. Namun, yang membuat Sheina terpaku adalah, ketika ia mendapati tubuh Agam yang tertutup kain menyeluruh.

"A-Agam.. A-gam.. udah nggak ada, Shei," ucap Alden susah payah.

Sheina membeku di tempatnya. Otaknya mendadak macet sehingga ia kesulitan mencerna apa yang baru saja terlontar dari mulut pria itu.

Agam udah nggak ada. Kalimat itu seketika terngiang-ngiang di pikiran Sheina. Berputar, berulang-ulang layaknya kaset rusak.

"Nggak! Jangan bercanda, Pak!" seru Sheina seraya menggeleng kuat. Napasnya tercekat seolah ada bongkahan batu besar yang mengganjal di tenggorokannya.

"Lima menit yang lalu Agam udah nggak ada, Shei."

"Nggak! Ini semua bohong, 'kan? Agam nggak mungkin meninggal, 'kan, Pak?" Sheina mengusap air matanya kasar.

Tanpa berniat mendengar jawaban apapun dari Alden, Sheina lantas segera menghampiri tempat tidur sang kekasih. Ia menjatuhkan dirinya tepat di sebelah tubuh kaku Agam. Perlahan, disibaknya kain yang menutupi wajah tampan sang kekasih.

Sheina terpaku sesaat. Ia menelisik wajah pucat di hadapannya. Hatinya seolah berdenyut nyeri tatkala ia melihat beberapa lebam yang menghiasi wajah tampan itu.

"Gam, bangun!" lirih Sheina dengan suara tercekat, "Aku nggak suka, ya, kamu bercandaannya gini!" ucap Sheina memulai monolognya.

Tidak ada jawaban apapun dari pria yang tengah terbaring itu. Hanya ada jeritan tangis dari Rissa yang semakin histeris.

RENJANA || MYG ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang