sejak satu Minggu ini Rizan hanya membolak-balik buku harian Sanari yang berwarna biru itu. sanari sebegitu memujanya kah sampai-sampai sampul buku harian pun memiliki warna yang menjadi favorit Rizan. maksud hati agar mendapatkan ide, Rizan malah dibuat terdiam tanpa tujuan. apa mungkin karirnya berada di ambang kehancuran karena belum merilis karya terbaru setelah sekian lama debut. Rizan suka jadi manusia yang selalu diperhatikan banyak orang, karena sedari kecil ia sudah mendapatkannya, efek dari berwajah tampan dan kepribadian yang mengesankan banyak orang.
Para pembaca yang menghujani kolom komentar di postingan instagram, kebanyakan dari mereka menagih karya terbaru Rizan. Sepertinya memang sudah saatnya dia kembali muncul ke permukaan setelah sekian lama hiatus.
Kalian ingat selembar foto pada part sebelumnya yang ditatap Rizan begitu lekat. Foto itu diambil saat memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia. Di sekolah biasa diadakan acara 17-an, semua momen itu diabadikan dalam jepret kamera ponsel milik Dini.
"hei kalian, lihat ke sini!" Dini mengambil foto Rizan dan Sanari tanpa aba-aba. Gadis itu tertawa melihat hasilnya, Rizan dan Sanari tampak mangap di foto.
"hei yang bener dong, Din!" Imbuh Sanari. Ia tidak suka hasilnya, sangat jelek.
"ya udah sekali lagi, bergaya ya." Dini memberikan arahan kali ini.
"yang bagus ya, Din." Rizan ternyata berkenan difoto berdua bersama Sanari. Syukurlah, Sanari pikir pria itu akan keberatan.
"oke! 1, 2, 3 ..."
Dini? Bagaiman ya kabar gadis itu. Patah hatinya masih terasa hingga kini. Rizan tak berniat penasaran bahkan enggan untuk sekedar menengok kebelakang tentang perasaan cintanya yang bertepuk sebelah tangan pada Dini, tetapi terkadang, ia juga merindukan saat-saat menghabiskan waktu bersama sebagai seorang teman. Sekali lagi, Rizan memandangi foto serta kenangan di baliknya.
"Ada yang masih punya foto ini gak ya?" Rizan bertanya pada diri sendiri diiringi tatapan sendunya.
"Udahlah, mending sekarang, kau pertimbangan kan ajakan main film yang gue bilang kemarin, mereka udah nanyain lagi." Hendi masih saja menentang apa yang menjadi keinginan Rizan.
"Peran yang akan kau mainkan nanti adalah tokoh utama, dia sosok populer di sekolahnya, persis seperti kau dulu, yaaa itung-itung nostalgia." Hendi bermaksud merayu Rizan agar lelaki itu berubah pikiran.
"Aku tidak merasa populer, Sanari hanya hiperbola, dia terlalu berlebihan saat mendeskripsikan tentang saya,"
"Bukan berlebihan, tapi karena jatuh cinta cabai aja bisa kelihatan manis."
"Intinya, gue tetap pada keputusan awal."
Hendi kesal, ia menahan diri untuk tidak menonjok Rizan detik itu juga. "Susah banget ya kamu itu mau diajak hidup enak! Jadi artis itu enak, kerjanya sambil ketawa-ketawa di lokasi syuting, tapi dapat uangnya banyak," begitulah pendapat Hendi tentang pekerjaan menjadi seorang artis.
"Hen," Rizan menatap Hendi. "Akting itu bukan cuman tentang marah, bahagia, kesal, dan sedih, tapi semua tubuh kita ikut bermain dalam karakter, jadi jangan anggap enteng, dan saya belum tentu bisa melakukan itu semua."
Hendi tetap kekeuh pada keinginannya, "gimana mau tahu kalau gak pernah coba."
"Gue mau melakukan apa yang udah pasti aja, banyak pembaca yang nunggu karya gue, yaa walaupun hasilnya belum tentu sebagus karya gue yang kemarin." Rizan memilih untuk optimis dan berpikiran positif.
*****
Setelah melalui banyak pertimbangan, Rizan akhirnya memutuskan kembali ke kampung halaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
2.160 hari |Jeongwoo - Minji
Teen FictionSeorang penulis yang meninggal dunia sebelum mempublikasikan karyanya. "Tentang kamu yang raganya telah pergi. Yang begitu bersemangat menginginkanku abadi."