Dulu aku yang terobsesi menulis karena telah jatuh cinta pada mu, sekarang rupanya giliranmu.
***
Hari Selasa kemarin Rizan kembali datang berziarah ke makam Sanari, selepas itu dia juga berziarah ke makam sahabat terdekatnya dulu, Zul.
Di sana pemuda berkemeja biru itu bertemu dengan Dini dan seorang anak lelaki berusia tiga tahun yang berada dalam genggaman ibunya. Hati Rizan mencelos melihat pemandangan itu.
"Habis dari mana?" Dini bertanya spontan pada sosok yang berdiri di depannya.
"Habis dari makamnya Sanari."
Tumben, pikir Dini.
"Lo mau ke pemakaman Zul?"
Dini mengusap pucuk kepala anaknya yang kini menatap bengong ke arah Rizan. "Ngerayain hari ulang tahunnya Rafa, katanya mau ketemu ayah."
Dini tersenyum hangat, namun Rizan juga merasakan gurat kehilangan dari wajahnya.
"Namanya Rafa?"
"Rafa, Salim dulu sama om," ujar Dini yang langsung dituruti anaknya itu.
Rizan juga memberi usapan singkat di pipinya yang terasa sangat lembut. Hidung mancungnya mirip sekali dengan Zul.
"Rafa hari ini ulang tahun?"
Bocah berkaos hitam itu mengangguk seraya mengucapkan kata, "iya."
"Sudah berdoa mau dapat hadiah apa?"
"Sudah," Rafa menjawab.
Anak sekecil ini sudah harus kehilangan ayahnya. Dia bahkan belum paham apa-apa tentang makna kehilangan itu sendiri. Rizan berdoa semoga Rafa menjadi anak baik, Soleh serta taat kepada satu-satunya orang tua yang tersisa. Rizan juga berdoa untuk Dini, semoga perempuan yang pernah jadi pemenang dihatinya itu senantiasa diberi kesabaran luas oleh sang maha pencipta. Dengan adanya Rafa semoga keceriaan dini semakin bertambah terang.
"Duluan ya, Zan. Lain kali kita ketemu lagi."
"Oke, bay Rafa!" Rizan melambai-lambai kan tangannya pelan.
"Baay om Rizan!" Dini menuntun anaknya melambaikan tangan. "Kita ketemu dalam suasana yang lebih nyaman ya, sambil ngopi."
Dari kejauhan Rizan membalas dengan acungan kedua jempol.
"Om itu siapa, mah?" Rafa bertanya kepada sang ibu. Kepalanya mendongak menatap wanita dengan rambut yang sengaja dibuat pirang di bagian bawah.
"Dia temen mamah dan juga ayah waktu masih sekolah."
"Ouuhh, wajah ayah mirip gak sama om tadi?" Tanya bocah kecil yang memiliki nama lengkap Rafandra.
Dini terkekeh, "enggak dong, sayang. Ayah itu mirip sama kamu."
Rafa persis mirip seperti Zul yang Tuhan ciptakan di versi terkecil yang penyabar dan penyayang.
"Oh, ya?"
"Iya, mau mamah tunjukin fotonya?" Dini belum pernah menunjukkan foto Zul sebelumnya, dia menunggu Rafa yang meminta.
KAMU SEDANG MEMBACA
2.160 hari |Jeongwoo - Minji
Ficção AdolescenteSeorang penulis yang meninggal dunia sebelum mempublikasikan karyanya. "Tentang kamu yang raganya telah pergi. Yang begitu bersemangat menginginkanku abadi."