Kami berharga 💎✨

17 0 0
                                    

"Hanya ini satu-satunya yang aku punya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hanya ini satu-satunya yang aku punya."

Meski hanya selembar foto bersama, entah kenapa Rizan merasa bersedih tetapi juga berbahagia. Foto itu di dapatkannya dari buku harian milik sanari, terselip diantara tebalnya lembar demi lembar kertas.

Semesta banyak menghadirkan yang sempurna dari ujung kaki hingga kepala, tetapi kenapa sosok sederhana terpatri begitu dalam di hati saat orang itu telah menghilang dari dunia.

"Jangan terlalu banyak memikirkannya, bos. Dia pasti telah merasa bahagia karena cinta dalam diamnya sudah tersampaikan dengan sempurna."

Kisah temannya ini mungkin juga lebih tragis dari kisah Romeo dan Juliet yang begitu melegenda. Hendi merasa heran dengan temannya, ketika sanari ada, Rizan tak bisa melihatnya, tetapi ketik gadis itu telah pergi, Rizan begitu gencar merindukannya.

Jika bukan karena kematian sanari, Rizan bisa saja tidak akan pernah mengetahui rahasia cinta dalam diam itu.

"Seperti dia yang menginginkan aku abadi mungkin aku juga akan melakukannya," ucapan Rizan detik itu terdengar bagai sebuah janji untuk dirinya sendiri dan juga Sanari. Dengan bersungguh-sungguh pria rupawan itu mengambil buku dan juga pena. Rizan akan melakukan hal serupa, seperti halnya Sanari yang mengabadikan perasaan dalam sebuah cerita.

"Ah ... bos, menurutku ini tidaklah benar, kau harus melupakannya bukan justru ingin mengenangnya."

"Kau juga harus bantu aku berfikir,"

"berfikir apa? Aku bahkan tidak mengetahui apa pun tentang Sanari."

"Kau memang tidak berguna!" Rizan berdecak kesal

"Raganya bahkan telah lama di kub ..." Hendi menyadari akan ucapannya yang bisa saja membuat Rizan marah, dia segera membekap kedu mulutnya dengan anggun.
"kub ... apa?"

"Tidak. mulutku yang licin ini hanya sembarangan bicara."

Setelah lama berkutat di depan buku dan pulpen, kertas yang berhadapan dengan Rizan itu masih kosong, bersih tanpa tinta hitam sedikit pun. Pemuda ini sadar bahwa menulis bukanlah gayanya.

"Benar kan, kalian bahkan tidak memiliki satu momen manis pun yang dapat di ingat."

Rizan menggaruk-garuk kepalanya pusing, "aku yakin ada. sanari begitu banyak menuliskan hal tentangku."

"hanya tentangmu, bukan tentang kita. Bukan tentang kalian." Hendi menegaskan kalimat terakhirnya.

Rizan mungkin begitu pandai menuliskan keterangan puitis di bawah postingannya, tapi semua itu hanyalah tulisan hasil tangan dan hati Sanari yang ada di buku hariannya. rasanya kata-kata penuh cinta bak pujangga itu tidak akan habis dalam kurun waktu sepuluh tahun ke depan karena saking banyaknya.

*****

Saat menulis, hal utama yang selalu Sanari bayangkan hanya ada dua. Pertama, Rizan, dan kedua, perasaan suka untuk Rizan. Sanari tidak merasa keberatan jika dilabeli sebagai budak cinta. Alasan pertamanya gemar membuat cerita adalah karena perasaan terpendamnya untuk Rizan. Semakin hari kadar kekaguman itu membludak tak tertahankan, cara Sanari menumpahkannya adalah dengan sebuah tulisan. Seperti dengan memperhatikannya yang sedang berebut antrean di kantin, atau beradu terik matahari saat bermain sepak bola di tengah lapangan. Semua gerak-geriknya tak luput Sanari perhatikan dalam diam, dalam kebisuan. Rasanya terlalu urakan kalau perasaan kagum itu diungkapkan terang-terangan.

Hampir di setiap langkahnya, Sanari selalu membawa buku harian berwarna biru muda miliknya. Segala macam perasaan ia utarakan di sana dengan Rizan yang menjadi pemeran utama.

"Repot banget ke mana-mana bawa buku." Dini mencibirku, gadis ini memang menjunjung tinggi prinsipnya yang apa-apa serba simpel, tas sekolah pun ukurannya hanya sejengkal orang dewasa. "Yang penting muat buku," begitu kata Dini.

Sanari mengakui bawa buku ke mana-mana membuatnya repot, "tapi menulis kayaknya udah jadi bagian dari hidupku," ujarnya tersenyum penuh arti. Isi kepalanya sudah di isi Rizan semua😅

"Emangnya nulis apaan sih?" Dini hendak memeriksa bukunya, namun Sanari dengan sigap membawa buku itu ke dalam pelukan.

"Pelit banget," bibir Dini mengerucut kesal.

"Ini privasi," jawab Sanari.

Dari sana lah awal mula teman-temannya merekomendasikan Sanari untuk menjadi perwakilan lomba baca puisi di tingkat kecamatan.

"Tahun-tahun sebelumnya sekolah kita gak pernah kirim perwakilan untuk lomba membaca puisi, karena gak ada yang mau. Tapi untuk tahun ini, bapak berharap salah satu dari kalian ada yang bersedia." Kata pak Zaki waktu itu di sela-sela menit-menit terakhir menuju jam istirahat.

Dini mengacungkan tangan, "Sanari bisa jadi perwakilan sekolah kita, pak."

"Iya pak, kayaknya dia cocok," yang lain ikut bersuara.

"Sanari suka nulis dan baca pasti dia mau, iya kan?" Mereka saling sahut-sahutan memberikan dukungannya untuk Sanari.

"Kalau Sanari bersedia, gimana Sanari?"

Sanari mengangguk setuju di ikuti dengan kegembiraan pak Zaki yang tersenyum semringah.

Untuk kali pertama dalam hidupnya, Sanari mengikuti lomba sebagai perwakilan sekolah, dia merasa gugup, tapi hari itu dia sangat percaya diri juga sehingga keluar sebagai pemenang. Tidak di sangka-sangka, Sanari mencetak rekor baru bagi sekolahnya. Untuk pertama kalinya dalam sejarah SMA Terbit Terang mengirim perwakilan mereka di kompetisi tingkat kabupaten. SMA Terbit Terang adalah salah satu sekolah yang terletak di kawasan terpencil pedesaan, banyak orang menganggap remeh kualitas sekolah itu, namun berkat prestasi yang diboyong Sanari beberapa waktu lalu dapat membuka kedua mata mereka untuk melihat ribuan kilau mutiara yang selama ini mereka pandang dengan hina.

Sanari menjadi perbincangan satu sekolah, dalam sekali kedipan mata gadis itu menjelma menjadi selebriti yang beritanya dibicarakan di mana-mana. Sanari yang eksistensinya tidak diketahui banyak orang kini menjadi tuan putri yang kehadirannya selalu di sapa hangat setiap manusia. Kepercayaannya dirinya naik satu level, dia bertekad akan kembali pulang membawa gelar kemenangan, Sanari berjanji tidak akan takut ketika disaksikan ribuan pasang mata, tangannya tidak akan lagi gemetar ketika membawa secarik kertas berisi untaian kata, namun tetap saja Sekokoh-kokohnya pohon berdiri, dia akan tetap bergoyang saat diterpa angin, begitu juga Sanari yang sudah membekali diri dengan kepercayaan diri tinggi tetap bergetar ketika berdiri di atas panggung.

Banyak orang mengucapkan selamat atas kemenangannya di tingkat kabupaten, Sanari senang bisa membuat bangga semua orang. Guru-guru juga jadi lebih memerhatikan karena prestasi yang telah ia torehkan. Hanya satu orang yang perhatian tidak pernah bisa Sanari dapatkan, padahal dia begitu dekat tapi rasanya kami tidak pernah benar-benar merekat. Rizan tidak pernah sekalipun memberi Sanari ucapan selamat, padahal Sanari sangat menunggu kalimat itu, "Selamanya ya, Sanari." Setidaknya ia ingin mendengar ketiga kalimat itu keluar dari mulut Rizan.

Meskipun begitu, Sanari ingin tetap berterima kasih pada Rizan, karenanya Sanari bisa mengenal Duni kepenulisan.

"Kamu yang membuat ku benar-benar tahu apa itu perasaan cinta, yang kemudian membawaku terhanyut dalam fiksi yang aku ciptakan sendiri. Perasaan yang sempat membuatku lupa apa kenyataan. Kini kamu membuat aku seketika berhenti berlari untuk sejenak mengingat bahwasannya kita telah mati."

🌅🥶💦💙👣🌀🌊🐋

Maaf ya lama gak update

2.160 hari |Jeongwoo - MinjiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang