manusia biasa

79 9 0
                                    

Seorang pekerja dituntut untuk bangun pagi. Ada yang bilang, orang sibuk itu tidur larut malam dan bangun siang. Namun, kebiasaan buruk itu hanya berlaku bagi Rizan yang masih berstatus pelajar SMA. Pemuda ini mulai menerapkan sikap disiplinnya sejak mengadu nasib di perantauan. Bangun pukul setengah lima pagi, menunaikan shalat subuh, berdzikir sebentar, dan bila masih ada waktu ia sempatkan membaca Al Qur'an sebelum lanjut bersiap-siap untuk pergi bekerja. Hidup sebagai karyawan pabrik di ibu kota dengan gaji pas-pasan, Nyatanya tak membuat Rizan putus asa. Sebab tujuannya bukanlah menjadi orang kaya. Cukup menjadi manusia berguna saja.

Satu hal yang membuat Rizan enggan pulang ke kampung halaman. Hal yang menjadikannya pria bodoh. Sialnya hingga saat ini, sosok itu belum mampu ia lupakan. Jadi, pemuda ini sudah bertekad, apa pun yang terjadi, dia tidak diperbolehkan menyerah.

Sebuah telepon di pukul lima pagi tepat diusianya yang menginjak ke 20 tahun. Tahun ke dua ia hidup di tempat perantauan. Sebuah berita kematian temannya langsung membuat Rizan lemas seketika. Gadis baik yang merupakan teman sekelasnya semasa SMA telah pulang ke pangkuan sang kuasa tepat di usianya yang menginjak 19 tahun. Usia yang muda. Batas waktu hidup tidak ada yang tahu.

Ibu sang mendiang yang menelepon Rizan secara langsung mengabarkan berita kematian itu. Sayangnya ia tidak bisa hadir di hari pemakaman. Bukannya tidak ingin, tapi mengurus surat ijin pada atasannya di pabrik tidaklah mudah.

***

"Tidak sulit menemukan di mana keberadaan mu. Anak saya menyimpan nomor teleponmu, meski saya ragu nomor itu masih aktif atau tidak, tetapi saya penasaran ingin mencobanya."

Rizan menyaksikan tatapan sendu itu secara langsung. Meski sudah beberapa bulan setelah kepergian Sanari Maharani, ibunya itu masih menyimpan duka yang mendalam.

"Terima kasih sudah jauh-jauh datang."

"Saya turut merasakan kehilangan, bibi," ucap Rizan. Meski tak begitu dekat dengan Sanari, tapi gadis itu dikenal baik dulu.

Di ruang tamu dengan ubin putih itu, Rizan menemui ibu Sanari yang beberapa bulan lalu menelpon, mengabarkan bahwa putri sulungnya itu telah meninggal dunia akibat demam tinggi selama dua hari, sebelum akhirnya meninggal. Jangankan sahabat jauh datang menjenguknya, tetangga dekatnya sendiri saja tidak tahu.

Di telepon kemarin ibu Sanari juga berpesan, menyuruh Rizan untuk berkunjung ke rumahnya bila kebetulan pulang ke kampung. Rizan memutuskan pulang saat ada cuti hari raya idul Fitri. Rizan berhasil menemui ibu Sanari yang ternyata wajah mereka sangat mirip.

Ibu Sanari langsung berucap pada intinya, "sebetulnya banyak yang ingin ibu ceritakan dan tunjukkan padamu."

Dengan diselimuti rasa penasaran, Rizan bertanya, "apa itu Bu?" Rizan pikir itu adalah hal yang penting, kalau tidak untuk apa ibu Sanari mewanti-wanti agar datang menemuinya.

2.160 hari |Jeongwoo - MinjiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang