"Ragaku mati, tak akan ku biarkan kau sendiri. Kita akan abadi bersama karyaku yang paling setia menemani."
Usai membaca surat Yasin dan juga doa, Rizan mengusap batu nisan yang bertuliskan nama Sanari Maharani. Kuburan Sanari terletak di paling pinggir, dekat ke jalan.
"Beberapa hari lalu, gue baru balik dari Jakarta setelah dua tahun gak pernah mudik. Rencananya mau coba nulis novel yang tokoh utamanya Lo, " Rizan terkekeh. "Mudah-mudahan semuanya lancar."
"Kemarin gue juga ke sekolah, kali aja keinget sama kenangan jaman dulu. Mungkin selama di sini, gue bakal sering ke pemakaman," Rizan mengusap lagi batu nisan dihadapannya. "Pamit dulu ya, San."
Rizan menjalankan motornya sampai ke rumah.
"Assalamualaikum," salam pria itu memasuki rumahnya.
"Waalaikumsalam," jawab ibu dan bapaknya yang sudah duduk bersantai di ruang keluarga.
"Dari mana kamu, Zan?" Tanya bapak.
"Ziarah ke makam temen." Rizan menjawab apa adanya. Dia ikut bergabung menonton acara TV. "Natalia mana?"
"Lagi mandi," jawab ibu yang pandangannya tak lepas dari sajian sinetron yang tengah berlangsung.
"Temen mu ada yang meninggal? Orang mana?" Lelaki paruh baya dengan perut buncit yang dibalut kaos oblong itu terlihat sedikit kaget mendengar berita kematian teman sang anak.
"Udah sejak satu tahun lalu, cuman aku gak datang karena masih kerja di pabrik," imbuhnya sembari memakan segulung kue semprong.
"Inalillahi wa Inna ilaihi Raji'un, sakit dulu gak?"
"Mendadak, padahal sakitnya cuman demam biasa, emang sudah waktunya aja mungkin."
Ayah Rizan berucap lirih, "Umur gak ada yang tahu."
Rizan beranjak dari ruang tamu ke kamarnya, dia duduk di kursi belajar, berselancar di sosial media untuk mencari tips menjadi penulis pemula. Banyak video yang muncul, ia meng klik video paling atas. Menontonnya hingga selesai, terus seperti itu sampai dirinya merasa paham.
Katanya menjadi penulis berarti harus menjadi pembaca, artinya ia harus membaca banyak buku. Rizan pun memutuskan membeli buku di aplikasi belanja online.
"Tapi beli buku apa ya?" Ujarnya pada diri sendiri. Rizan pun kembali mencari rekomendasi buku bacaan di internet. Setelah mendapatkan nya kurang lebih Rizan membeli tujuh buku. Gak apa lah, membaca tujuh buku tidak akan membuat matanya jadi minus.
Mendengar suara pintu kamarnya dibuka, Rizan menengok ke sumber suara. "Ehh Lia, sorry gue masuk tiba-tiba."
"Santai aja kali, ini juga kan kamar Lo, lagian gue juga udah pakai baju, kok." Natalia mengeringkan rambut basahnya dengan handuk. "Lagi apa?"
"Saya beli buku."
Natalia tak merasa heran, 'kan Rizan memang seorang penulis wajar dong beli buku, lebih tepatnya sih belajar menjadi penulis.
"Oh ya, soal foto yang waktu itu udah ketemu, ada di kolong meja, gue taruh aja ke laci." Ujar Natalia, tadi ia menggeledah seluruh kamar untuk mencari selembar foto yang tak sengaja ia hilangkan.
Rizan mengecek laci meja nya, foto itu sudah ada di sana. "Kamu sengaja cari?"
"Enggak, lagi beberes aja," kata gadis itu bohong.
Tiga hari menunggu paket berisikan buku sudah datang, seorang kurir pria yang mengantarnya.
"Makasih ya mas," ujar Rizan pada si kurir.
![](https://img.wattpad.com/cover/361654655-288-k654634.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
2.160 hari |Jeongwoo - Minji
Ficção AdolescenteSeorang penulis yang meninggal dunia sebelum mempublikasikan karyanya. "Tentang kamu yang raganya telah pergi. Yang begitu bersemangat menginginkanku abadi."