Cinta pertama

7 1 0
                                    


Topik tentang cinta pertama Rizan kembali di bahas di media sosial. Beredar juga potongan video perbincangan Rizan dengan salah seorang host di acara talk show.

"Buku pertama kamu kan menceritakan tentang cinta pertama seseorang, nah kamu sendiri punya gak cinta pertama?"

Orang-orang jadi lebih fokus pada siapa seseorang yang menjadi cinta pertamanya ketimbang penasaran dengan seperti apa karya yang membahas tentang cinta pertamanya.

Cerita percintaan memang tidak akan ada habisnya untuk dibahas, selalu ada saja cerita manis yang ingin terus menerus di dengar.

Rizan yang terduduk di sofa pun bergumam, diam beberapa detik, "cinta pertama? ya, setiap orang saya yakin punya, begitupun dengan saya."

"Nahh siapa kah dia?"

"Ada lah, kak."

Host itu tersenyum penuh arti, "siapa? Orang di masa lalu kamu?"

"Orang yang aku kenal pastinya."

"Iya lah, masa cinta pertamanya orang asing. Masih kontek an gak sama cinta pertama kamu itu?"

"Udah enggak kayaknya,"

"Kok kayaknya, si!"

"Kita udah gak terhubung aja satu sama lain."

"Katanya nih, ya cinta pertama kamu itu cewek yang kamu ceritakan di novel, bener gak tuh?"

"Bukan! Itu gak ada hubungannya sama kisah cinta saya."

"Kalau emang bukan terus kenapa orang-orang bisa berpendapat begitu?"

"Emang iya, kak? Saya gak tahu lho kalau mereka menganggapnya begitu."

Video berakhir di bagian itu, Rizan mengembalikan ponsel bergambar apel itu pada Natalia.

"Penggemar Lo lagi sibuk bahas itu. Emang iya, dia cinta pertama Lo?" Natalia bertanya ragu-ragu.

Rizan terdiam. Itu jelas meninggalkan tanda tanya besar dibenak Natalia. "Atau yang namanya Dini itu?"

Kepala Rizan menoleh, menatap Natalia, "dari mana kamu tahu nama itu?"

"Jadi dia, ya Zan?" Natalia tersenyum getir.

"Kamu tahu dari mana tal?"

"Gak sengaja sih denger pembicaraan kamu sama om Caka, waktu lagi cuci motor tempo hari."

"Udah, lupain aja," ujar Rizan, ia menunjukkan perubahan raut wajah yang jelas.

"Kamu sendiri yakin udah lupain dia?" Pertanyaan dari Natalia cukup membuat lerung hati pemuda itu tertusuk. Ada darah yang kembali mengalir. Satu fakta yang berusaha ditepisnya selama tiga tahun terakhir.

"Cinta pertama, masa lalu, kalau semua itu nyakitin ngapain masih diingat," ucap Rizan sok iya.

"Kalau gitu kenapa Lo menghindar waktu bahas tentang Dini?"

"Udah tal! Aku gak mau bahas lagi itu." Nada bicara Rizan meninggi, ia sendiri pun tidak sadar akan hal itu.

"Lo sadar gak kalau gue suka sama Lo?"

Rizan membuang napas kasar.

"Lo mikir dong! Kalau gue gak punya rasa ngapain bela-belain nyamperin Lo ke sini." Natalia lepas kendali. Sudah banyak kode yang selama ini ia berikan tetapi lelaki satu itu tak kunjung juga paham.

Iya, Rizan mengerti, Rizan paham, selama ini ia hanya pura-pura bego. Rizan juga punya niatan mengutarakan perasaan suka pada Natalia, tapi ia mempertimbangkan lagi segalanya, Rizan berpikir dulu sebelum menentukan keputusan.

"Iya, tal, saya ngerti maksud kamu, tapi coba kamu perhatikan lagi perbedaan diantara kita."

Oke, Natalia langsung paham tentang kata perbedaan yang Rizan sebutkan. "Tapi kita bisa kan jalanin aja dulu."

Rizan menunjuk dirinya sendiri, "saya ini apa tal? Saya bukan orang hebat seperti kamu. Kamu bisa lihat keadaan saya kan? Kamu itu terkenal, pasti ada yang jauh lebih baik daripada saya, karir kamu juga bagus. Sementara saya? Saya cukup sadar diri untuk bisa bersanding sama kamu. Saya cuman orang kampung, perbedaan kita terlalu kental. Saya juga gak mungkin kan membiarkan kamu masak di tungku tradisional setiap hari, itu jelas berbeda sama keseharian kamu di Jakarta. Dan ... Kita juga berbeda keyakinan, tal."

"Lo memandang gue kayak gitu? Gue juga manusia biasa Zan, gue berasal dari kalangan biasa bukan kaum elit, perasaan gue gak pernah bersikap semewah itu."

"Kita berbeda keyakinan," kali ini, Rizan mempertegasnya.

"Terus gimana mau Lo?"

"Kamu bisa pulang ke Jakarta, udah hampir dua Minggu juga kamu di sini. Memangnya orang rumah gak nanyain? Saya kayaknya bakal menetap di kampung aja."

"Lo gak mau lagi berhubungan sama gue?"

"Saya mau tetap jadi teman kamu."

Natalia menertawakan nasib buruk yang menimpanya kini. "Sekarang gimana bisa gue temenan sama cowok yang udah tolak gue mentah-mentah. Gimana caranya gue temenan sama cowok yang gue suka?"

Orang gila mana yang mau mempertaruhkan perasaannya sendiri hanya demi bisa terus berdekatan dengan seseorang yang dicintainya. Orang bego mana yang masih bisa berdamai dengan situasi kocak itu.

Natalia betul-betul tidak ada artinya untuk Rizan.

"Orang kayak apa sih, si Dini itu? Sampai Lo gak punya minat sama gue. Gue cemburu banget sama dia, sumpah."

Kalau cinta punya alasan untuk bisa dijelaskan kita semua yang patah hati adalah orang paling bodoh di muka bumi. Menangisi sesuatu yang jelas-jelas bukan bagian dari hidup kita bukan kah itu yang dinamakan dengan membuang waktu?

Kalau begitu, kita perlu seorang guru untuk sekedar memahami debaran jantung yang menggila ketika berjumpa dengan seorang yang disukai. Kita bahkan perlu rumus untuk sekedar mengucapkan kalimat pengakuan, "aku sebenernya suka sama kamu."

Tapi anugerahnya Tuhan tidak menciptakan cinta dengan diiringi alasan, karena kalau tidak bagaimana nasib mereka yang mengakui banyak kekurangan.

2.160 hari |Jeongwoo - MinjiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang