Mungkin akan mudah diingat kala aku mengabadikan mu dalam setiap waktu yang aku punya. Tentang kamu yang suka sekali dengan permen berwarna merah tua.
Apa Sanari sampai terlalu pagi? Kenapa belum ada satu orang pun di dalam kelasnya. Sanari mondar-mandir memeriksa setiap sudut kelasnya, namun nihil, tidak ada seorang pun teman satu angkatannya. Pada ke mana mereka?
"Hei kamu!" Suara galak itu kontan membuat Sanari terhenyak kaget.
"Ikut gue!" Tangannya yang membawa segulung kertas itu menginterupsi Sanari dengan garangnya.
"Haduh!" Sanari menepuk jidatnya. Mungkin saja ia terlambat dan akan segera di hukum sekarang. Benar saja ketika Sanari mendapati seluruh temannya sudah berbaris rapih di lapangan.
"Perhatian semua!" Suara kakak kelas itu nyaris membelah lautan. "Cewek ini baru hari pertama masa pengenalan sekolah, dia udah terlambat. Benar-benar jadi contoh yang buruk, saya harap mulai besok dan seterusnya jangan ada lagi yang terlambat masuk sekolah, atau kalian akan dihukum seperti teman kalian yang satu ini," tangan kakak kelas itu tidak berhenti menunjuk Sanari sejak awal mulutnya berbicara.
Sanari yakin dia menjadi yang paling dominan diantara lingkungan pertemanannya. Sanari hanya bisa pasrah ketika sebentar lagi dia akan menjadi bahan tontonan temannya. Dan benar saja hukumannya adalah hal yang nyeleneh. Sanari diperintahkan untuk memakai topi yang terbuat dari piring plastik yang sudah disiapkan juga rompi berbahan karung. Dia sudah seperti orang gila saja.
"Mey," panggil salah satu anggota OSIS kepada perempuan dominan tadi. Dia membawa siswa baru yang terlambat datang.
"Lo telat juga?" Nada suaranya begitu sinis menembus ulu hati.
Siswa baru itu hanya membiarkan kepalanya tertunduk. Dia harus bersikap memelas agar tak diberi hukuman, "maaf kak."
"Mereka yang telat biar gue yang ambil alih, kalian urus aja peserta yang lain." Seperti seorang bos yang memerintahkan bawahannya begitulah Mey yang tampak angkuh.
"Maaf kak!" Salah satu siswi baru dengan berani menyela Mey, gadis itu mengacungkan tangannya. "Maaf kak sebelumnya, tapi Sanari enggak boleh kecapean."
Sebelah alis Mey terangkat, "siapa Sanari?"
Sanari yang merasa kakak kelasnya itu belum mengetahui namanya akhirnya memberanikan diri bersuara, "saya kak."
"Ouuuhh," kepala Mey menoleh sekilas pada Sanari sebelum akhirnya kembali menatap tajam Dini—gadis yang tadi tanpa takut bersuara. "Kamu pikir ini jaman penjajahan yang mengharuskan si Sanari kerja rodi? Dia di hukum atas kesalahannya sendiri. Bawa aja mereka semua!"
Semua anggota OSIS yang lain menurut, menggiring Peserta lainnya ke luar dari lapangan, entah ke mana. Menyisakan Sanari dan Rizan juga Mey—si ketua OSIS angkuh.
"Nih, pakai!" Mey menyodorkan rompi karung dan topi piring kepada Rizan.
Pemuda itu memilih pasrah, ia menurut memakai barang yang diperintahkan.
Mey mengambil gambar mereka dari berbagai sisi, bibirnya melekuk tersenyum puas. Sejurus kemudian perempuan galak itu menyodorkan karung sungguhan kehadapan Sanari dan juga Rizan, "pungutin sampahnya terus masukin ke sini. Saya mau sampah organik dan anorganik di pisah, ngerti?"
Sanari dan Rizan kompak berujar, "iya, kak."
"Kalian pokoknya harus keliling ke semua lingkungan sekolah, sekalian pengenalan juga 'kan? Oke?"
"Sanari dan Rizan kembali berucap, "iya, kak."
"Bagus. Kalau udah beres tunggu gue di lapangan ini lagi," kalimatnya terasa tegas dan penuh penekanan. Sikapnya sudah seperti orang tua.
![](https://img.wattpad.com/cover/361654655-288-k654634.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
2.160 hari |Jeongwoo - Minji
Fiksi RemajaSeorang penulis yang meninggal dunia sebelum mempublikasikan karyanya. "Tentang kamu yang raganya telah pergi. Yang begitu bersemangat menginginkanku abadi."