sore tadi, Rizan mengunggah foto dirinya yang tengah berada di dekat kawasan wisata gunung tumpeng dengan caption: pulang dulu sebelum kembali menuliskan karya.
para pengikutnya langsung menghujani kolom komentar.
waaah, salpok sama tempatnya, indah banget.
ditunggu kak karya selanjutnya.
aku pembaca baru, gak sabar banget meluk novel kakak yang baru.
gantengnya aku.
ketemu sama pacarnya gak di sana?
ada yang diam-diam ngedate nih.
Rizan suka berinteraksi dengan mereka, kadang-kadang dia juga membalas komentar-komentar itu, banyak yang nge DM langsung juga. Rizan senang tanggapan mereka positif dan antusias menunggu karyanya.
tadi juga Rizan memberanikan diri menyapa Dini, hatinya terasa mencelos begitu mendengar suara perempuan itu. wajahnya sedikit berubah, dari yang tadinya mulus karena rutin perawatan sekarang mulai disarangi jerawat dan kerutan, mungkinkah dia lelah dan membatin setiap malam.
"saya mau minumannya satu, mbak." hal paling menyakitkannya ketika Dini terlihat tidak mengenali suara milik Rizan.
"silakan, kakak, mau rasa apa minumannya? ada coklat, strawbery, alpukat, taro, mangga, jeruk, cappucino, ada es campur, es buah, mau yang mana kak?" wajahnya tak melirik Rizan, dia sibuk melayani beberapa pelanggan yang menunggu pesanannya tersaji. Kedua tangannya sangat cekatan menuangkan bubuk minuman ke dalam blender, mengambil es batu, menuangkan air, hingga menghitung uang kembalian. Rizan tersenyum kagum melihatnya sekaligus merasa sedih, di usia emasnya, Dini sudah melewati berbagai cobaan hidup yang mengharuskan perempuan itu untuk menjadi lebih tegar.
"udah berapa lama kak jualan di sini?" Rizan iseng bertanya.
"Alhamdulillah, sudah satu tahun mas, saya jualan di sini, kalau musim kemarau saya jualan es, tapi kalau musim hujan saya jualan yang anget-anget, kayak gorengan, kopi panas, mie rebus." Rizan tak menduga ia akan mendapatkan jawaban komplit. mengobrol dengan pelanggan seolah menjadi kebiasaan demi menahan mereka agar tidak bosan selama menunggu pesanannya tersaji. "Jadi di setiap cuaca apapun, mas nya kalau berkunjung lagi ke sini akan selalu menemukan saya." Ujarnya lagi tertawa ringan.
"udah ditentukan belum pilihannya?"
"saya terakhir saja, mbaknya bisa layanin yang lain dulu," jawab Rizan.
"masnya aneh gak kayak pembeli lain yang mintanya diburu-buru, kalau kehabisan jangan nyalahin saya ya."
Rizan berjalan ke dekat pohon akasia, ia hendak menunggu di sana.
pelanggan Dini satu persatu menyusut, ia melirik pelanggan terakhirnya yang nampak berdiri di bawah pohon, jaraknya beberapa langkah ke belakang dari tempat Dini berjualan. "minumannya sisa rasa alpukat, masnya mau?"
Alpukat? Kalau tidak salah itu adalah minuman kesukaan Sanari.
Rizan maju, berdiri di sebelah Dini, "Lo gak ngenalin gue, Din?"
Dini menatap pemuda di sebelahnya, sedari tadi dia memang teringat seseorang, tapi orang ini tidak mungkin Rizan teman SMA nya. Rizan itu berkulit gelap, sedangkan pria di sampingnya ini berkulit putih, gayanya juga... Dini memindai penampilan Rizan dari ujung rambut hingga ujung kaki. potongan rambut undercat, memakai jaket parasut yang dipadupadankan dengan celana kolor juga memakai sepatu olahraga. lelaki itu sepertinya habis berolahraga.
KAMU SEDANG MEMBACA
2.160 hari |Jeongwoo - Minji
Fiksi RemajaSeorang penulis yang meninggal dunia sebelum mempublikasikan karyanya. "Tentang kamu yang raganya telah pergi. Yang begitu bersemangat menginginkanku abadi."