Dalam diam

9 1 0
                                    

Selamanya perasaan itu dibiarkan tertimbun, baik bersama waktu, buruk menyakiti perasaan.

"Bonekanya buat Lo aja."

Hari ini Rizan, Dini Sanari dan Zul mencoba permainan capit boneka. Hanya Rizan yang berhasil dapat boneka beruang warna cokelat berukuran sedang.

"Buat gue aja lah, sini!" Zul merebut bonekanya sebelum Dini. Ia sedang cemburu. Sudah terbayang bagaimana Dini menyimpan boneka itu di atas kasur hingga jadi teman tidur. Boneka itu bukan pemberiannya, Zul tidak suka.

"Oke, Lo jadiin partner deh," balas Rizan bersama senyuman kecil. Padahal dia kecewa. Tadinya ingin memberikan boneka itu sebagai titipan rasa senangnya untuk Dini, namun Zul terlebih dulu sadar.

Zul tahu. Bukan sejak kemarin mereka berteman. Zul tahu bagaimana gerak-gerik sahabatnya ketika menaksir seseorang. Zul tahu sebagai laki-laki dan teman.

"Buat Sanari aja deh, gengsi gue, masa cowok nyimpan boneka beruang di kamarnya." Zul menyerahkannya pada Sanari. Sementara gadis itu melirik Rizan.

"Ya udah, buat Lo aja," ucap Rizan.

Sanari terima. "Gue anggap boneka beruang ini sebagai kenang-kenangan dari kalian bertiga."

"Kenang-kenangan? Lo kayak mau pergi jauh aja," celetuk Dini.

Sanari tahu boneka itu bukan untuk dia miliki.

Sanari tahu bagaimana mata itu dengan hangat memancarkan keteduhan pada Dini. Gestur tubuh yang selalu memberikan perlindungan untuk Dini. Senyuman samar tiap kali Rizan memerhatikan Dini.

Sanari tahu karena ia yang paling memerhatikan Rizan.

Jangan memakai Dini bodoh. Dia sadar, hanya saja memilih mengacuhkan. Persahabatan ini lebih penting.

Misal seandainya mereka tidak diam akan sebesar apa perang antar perasaan itu.

Boneka pemberian Rizan masih ada. Kadang jadi media bagi ponakan Sanari memainkan peran dokter-dokter an.

"Bonekanya buat aku aja ya Tante?"

"Gak bisa, Caca cuman boleh mainin bonekanya di rumah tante, gak boleh dibawa pulang."

"Kenapa?"

"Tante bakal sedih."

Sampai hari-hari berikutnya hingga Sanari pergi, keponakannya menurut. Gadis kecil itu tidak membawa bonekanya, ia akan datang kalau mau memainkannya.

"Tante cuman ngebolehin Caca pinjam bukan dikasih. Tante sedih kalau Bonekanya Caca bawa pergi." Polosnya ucapan anak kecil. Hati Rizan tergugu.

"Tante Sanari pernah bilang kalau boneka yang ini adalah tanda persahabatan. Kamu kalau mau bawa boneka yang sama harus mau jadi sahabat om dulu."

"Boleh om sahabatan sama anak kecil?"

"Nenek! Katanya om ini mau sahabatan sama Caca?"

Wanita yang dipanggil nenek barusan muncul membawakan hidangan untuk tamu nya. "Boleh."

"Rizan baru bisa datang hari ini."

"Kenapa atuh? Padahal sudah lama di Cikemang tapi baru mampir."

Mereka berbincang. Soal kabar, soal rencana Rizan, soal Caca yang ikut berbaur dalam percakapan, memaparkan kesehatan si boneka beruang usai selesai ia cek jenis penyakitnya.

"Saya meminta restu bibi, mudah-mudahan buku novel saya yang baru bisa diterima dengan baik juga sama para pembaca."

"Waah, kamu mulai menulis?"

"Saya akan terus belajar bi. Banyak kutipan-kutipan dari buku harian Sanari yang saya cantumkan juga di buku novel terbaru Saya."

"Itu milik kamu juga, silakan pergunakan dengan baik."

Lebih sederhananya karya Rizan saat ini adalah hasil kolaborasi bersama Sanari Maharani.

Rizan kembali belajar menulis dengan benar, mulai membaca buku sebagai asupan vitamin untuk hati dan pikiran.

"Terima kasih sudah selalu menjadi perantara dalam setiap impian anak saya. Bibi doakan kamu sukses Rizan."

Langkah orang-orang baik senantiasa diiringi doa-doa baik.

"Terima kasih sudah mendoakan saya, padahal saya bukan siapa-siapa untuk bibi."

***

Maaf banget telat. Kemarin tulisan buat di chapter ini tiba-tiba hilang. Aku berusaha buat kembaliin, tapi tetep gak ada. Sampai sekarang masih nyesek😭

2.160 hari |Jeongwoo - MinjiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang