ᵗʰᶦʳᵗʸ ᵉᶦᵍʰᵗ

81 25 0
                                    

✎✎✎

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

✎✎✎

author's pov

gadis itu berdiri memandangi orang yang sedang berlalu lalang. tak jarang pula ia melihat brankar brankar yang di dorong dimana di atas brankar tersebut berada manusia dengan kondisi tubuh yang pucat, bahkan tangan orang orang itu juga tertanam jarum infus yang mengalirkan cairan lewat selang yang terhubung oleh sebuah dua buah botol tergantung di sampingnya. melihat itu sesekali gadis tersebut menggigit bibir bagian dalam nya menandakan sebuah perasaan yang tak bisa ia ungkapkan, ia juga menoleh kesana kemari nampak tak tenang layaknya sedang menunggu dan mencari sesuatu.

"permisi, apa anda keluarga dari pasien?" tanya seorang wanita berpakaian serba putih baru saja keluar dengan troli di genggam nya yang di atasnya terdapat alat gunting, pisau kecil, seuntai perban telah terpotong, kapas, serta barang lain nya yang sudah berlumuran sedikit darah.

"bukan suster, saya temen nya" jawab Hani.

"mohon maaf apa pasien memang tidak memiliki keluarga?" tanya sang perawat.

"ada kok suster, sudah saya hubungi"

"baik kalau begitu sembari menunggu keluarga pasien datang, mungkin untuk sementara waktu anda menjadi wali dari pasien ya, agar memudahkan kami untuk bertanya mengenai riwayat pasien sebelumnya dan memberitahu tentang kondisi pasien," ujar sang perawat.

"saat ini pasien yang bernama Elena sedang dalam masa kritis di karenakan ada nya beberapa luka terbuka pada bagian bagian tertentu yang mengharuskan kami untuk menjahit luka tersebut, terlebih lagi benturan yang cukup keras di kepala mengakibatkan besarnya kemungkinan pasien akan mengalami pingsan bahkan koma dengan waktu yang bisa terbilang lama," jelas nya pada Hani.

"jadi Elena masih belum bangun juga?"

"iya, mohon doa dan dukungan saja agar pasien secepat mungkin sadarkan diri, untuk informasi selanjutnya nanti dari dokter yang memeriksa akan menjelaskan nya"

"ohh iya suster, terima kasih banyak ya" perawat tersebut mengangguk kan kepala nya lalu bergegas pergi sembari mendorong troli.

Hani kemudian membuang nafas berat, ia benar benar kesal sekarang karena belum juga mendapati seseorang yang telah ia hubungi untuk datang. Hani pun sampai berpikir, apa kah Arjun sudah tidak memperdulikan Elena lagi, tapi bukankah hal itu sangatlah mustahil?.

sembari lanjut menunggu, gadis berambut sebahu dengan daster dan cardigan polkadot yang melapisi tubuhnya itu sibuk berjalan mondar mandir di depan ruangan, ia melakukan nya karena memiliki perasaan sangat lah tidak enak. bisa kah Hani jujur kalau sebenarnya ia tak menyukai aroma rumah sakit? bukan apa apa, hanya saja Hani tidak bisa melihat orang orang yang berada di sana dengan tubuh lemas itu, ia juga sangat tidak tega melihat orang yang sedang menderita, bahkan ia juga lumayan mencemaskan Elena yang kini tidak sadarkan diri di dalam sana.

tak lama kemudian, dari kejauhan seorang wanita yang sangat Hani kenal berlari menuju pada diri nya. ralat, maksud nya menuju ke ruangan yang berada tepat di dekat Hani, wanita itu berlarian dengan air muka panik melihat setiap nomor ruang/kamar yang ia lewati.

"Ceryl, itu Elena ada di dal-" belum sempat lagi Hani melengkapi ucapannya, Ceryl hanya melihat gadis itu dari atas kepala hingga bawah kaki Hani lalu lanjut bergegas memasuki ruangan tempat Elena berada.

"dih, natep gue gitu banget dah" gumam Hani melihat pintu yang di tutup cepat.

ketika Hani baru saja menolehkan kepala nya lagi, ia akhirnya mendapati orang yang ia tunggu tunggu sedari tadi. Arjun datang dengan pakaian kerja yang masih membaluti tubuhnya, hanya saja ia sudah melepas jas hitam nya dan menggenggam jas itu sembari berlari terburu buru. tidak mengucap sepatah kata apapun dan tidak melirik pada arah sang istri, Arjun nampak seperti tak menanggapi keberadaan Hani disana dan hanya terfokus pada pintu ruang yang ia tuju.

"ini badan gue tembus pandang apa gimana?" ucap Hani yang hanya bisa melihat suami nya melengos begitu saja seolah tidak ada diri nya di sana.

"huff, gausah heran Hani, jangan menye menye" ia mengelus dada nya sembari menggeleng kan kepala.

Hani lalu melangkah kan kaki nya tepat di depan pintu, cukup lama ia berdiri berpikir berkali kali apa kah ia harus ikut masuk ke dalam atau tidak. setelah berunding dengan pikiran nya untuk kesekian kali, Hani lantas memutuskan untuk tidak masuk, jadi ia hanya mengintip sedikit lewat sebuah kaca kecil.

gadis itu melihat Elena yang masih terbaring dengan mata tertutup, kemudian terdapat seorang suster dan dokter di samping Elena yang sedang menangani nya, sehingga muncul lah perasaan sedih ketika melihat Elena yang di baluti perban di mana mana. namun, fokus Hani langsung menyeret nya pada pria yang bernotabene sebagai suami nya. di saat itu lah hati Hani sedikit meringis kala melihat Arjun menggenggam erat tangan Elena sambil terus mengecup tangan wanita yang berada di atas brankar itu. dengan cepat Hani kemudian memalingkan wajah tak ingin melihat nya lebih lama lagi. ia menarik nafas dalam dalam lalu membuangnya, entah mengapa saat itu Hani merasa denyut jantungnya yang berdetak terasa sesak.

ia pun memutuskan segera bergegas pergi dari sana, dengan langkah terburu buru ia juga tidak mau melihat ke kanan ataupun ke kiri, dan hanya menunduk kan kepala. selain karena rasa sesak yang semakin menguasai hati nya, ia juga tidak sanggup melihat banyaknya pasien pasien lain dengan keadaan yang lumayan parah di sekelilingnya.

brak

sebab tidak begitu memperhatikan apa yang ada di hadapannya, tanpa sengaja ia menabrak seseorang hingga ada barang yang terjatuh dari orang tersebut.

"maaf maaf, duh maaf banget gue ga sengaja" ujar Hani menjongkok membantu mengambil kertas kertas yang berserakan di lantai lalu mengembalikan nya pada sang pemilik.

ketika Hani mengangkat kepala dan melihat wujud orang yang ia tabrak, ternyata orang itu adalah pria dengan tubuh yang lumayan kekar berpakaian serba hitam dan menggunakan masker juga topi yang hitam pula, pria itu hanya mengangguk kan kepala nya berulang ulang kali mendengar penuturan Hani yang meminta maaf pada nya.

"sorry ya, gue ga liat. itu kertas lo ga kotor kan?" pria itu mengangguk lagi. tepat dimana Hani akhirnya melihat pada mata sang pria, ia menyadari sorot tatapan mata yang tajam berwarna kemerahan. Hani lalu mengerutkan keningnya seolah olah tak asing oleh tatapan tersebut, tapi dengan cepat pria yang berada di hadapannya itu menghindar seakan diri nya risih dan tidak suka intimidasi yang di berikan Hani.

pria itu kemudian melengos pergi dari hadapan Hani sambil terus memeluk erat kertas yang ia bawa, sementara Hani hanya membalik an badan memperhatikan punggung pria itu yang semakin menjauh.

"kayak kenal gaya gaya nya, tapi siapa ya" gumam Hani.

"tau ah, perasaan gue doang kali" gadis itu menggidikan bahu kemudian lanjut berjalan melangkah melewati koridor rumah sakit.

hingga Hani tiba di luar rumah sakit, ia akhirnya cukup lega karena menghirup udara di luar sana. namun, sekarang Hani bingung, ia harus naik apa untuk pulang sementara diri nya sama sekali tidak membawa uang lebih. tadi saja saat ia pergi ke rumah sakit, ia hanya di beri tumpangan mobil seorang bapak bapak yang bersedia mengantar nya dengan Elena. itu pun Elena yang masih dalam keadaan berlumuran darah kepala nya di baringkan ke atas paha Hani yang membuat daster gadis itu kini ada cairan merah nya, untung saja ia menggunakan daster berwarna hitam jadi darah tersebut juga tidak begitu terlihat.

✐✐✐

unconsidered ⚊ jihoon treasureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang