Bab 14 Sebuah Harapan

8 2 0
                                    

"Selamat datang, Wisnu, kebanggaan gue waktu dulu."

Wisnu Alvez berpelukan dengan seorang laki-laki di halaman depan kantor bank BCI. Mereka sudah saling kenal sejak kuliah, meskipun kampusnya berbeda, namun masih di Amerika. Orang itu selalu membawa kamera merk Cenon di lehernya. Dia melirik ke parkiran, melihat sebuah mobil BMW berwarna hitam.

Seseorang lagi, laki-laki, berjalan menuju mereka berdua. Sesampainya, dia bersalaman dengan Wisnu. "Kenalkan, dia adalah temanku bernama Jonathan Firdaus."

"Jonathan Firdaus, selaku Manajer Cecep Orok," ucapnya sambil memberikan kartu nama kepada Wisnu Alvez yang kemudian diambil olehnya.

"Kita langsung masuk ke dalam?" tanya Wisnu.

"Boleh," jawab Jonathan.

Ketiganya berjalan menuju pintu masuk. Satpam yang berjaga di situ mempersilahkan mereka masuk. Di lobi, masih sedikit orang berlalu-lalang, mungkin karena masih pagi.

"Gue di sini dulu, Nu, silahkan kau berbisnis dengannya," ucap David Hughes. Wisnu mengangguk.

Cek senilai 100 juta diserahkan kepada pihak bank di meja resepsionis untuk ditukarkan dengan uang dalam bentuk fisik. Jonathan Firdaus mengambil ponsel dari saku celana sebelah kanan. Dia menelepon bodyguard yang sudah disewa sebelumnya. Dalam dua puluh menit, 5 orang bodyguard tiba dengan masing-masing membawa satu koper kosong.

Seratus juta pecahan seratus ribu dimasukkan ke dalam koper, lalu Jonathan bersalaman lagi dengan Wisnu. "Senang berbisnis dengan anda, Tuan Wisnu," ucapnya. Wisnu tersenyum dan membalas, "Sama-sama, Pak." Jonathan dan lima bodyguard berjalan beriringan menuju kendaraannya, sedangkan Wisnu menghampiri David.

"Sejak kapan kau mengenal dia?" tanya Wisnu.

Mereka keluar dari dalam bank. Di luar, David menyalakan sebatang rokok dari saku celana sebelah kanan. "Mau?" tanyanya pada Wisnu, yang menggeleng.

Setelah mengeluarkan asap rokok, David menjawab pertanyaan Wisnu. "Kurang lebih sejak gue lulus kuliah. Waktu itu gue merantau lagi ke London karena ada pekerjaan dari perusahaan studio film bernama Disnay. Orang itu juga ada di situ. Rupanya dia juga mendapat pekerjaan untuk membuat musik opening film, sementara gue bagian videografi."

Tiba-tiba, David memegang kedua tangan Wisnu dengan tatapan memelas. "Tolong, Nu, carikan gue pekerjaan. Gue ingin masa-masa keemasan seperti dulu datang lagi." Wisnu menghela napas, tak bisa menjawab permintaan itu.

"Lu temen gue, kan? Masa tega cuma ngabarin kalau Aksara punya bisnis sendiri. Atau jangan-jangan lu pengin merendahkan martabat gue?"

Wisnu menatap tajam. "Ya kali apa faedahnya buat gue. Sopan dong ngomong sama yang lebih tua," pungkas Wisnu Alvez. Sontak mereka terdiam.

"Ya udah, gue pamit dulu, masih ada pekerjaan yang belum gue selesaikan." David melangkah pergi. Wisnu melangkah dengan malu karena mereka sedang diperhatikan oleh beberapa orang di dalam bank, lalu ia melanjutkan langkahnya. 

+++

Selaku Direktur dan pemilik perusahaan, hari ke hari semakin sibuk. Di pagi ini saja, dia sudah bertemu dengan mitra bisnis sebanyak 3 kali. Ketiganya itu adalah pihak media yang akan diajak kerjasama. Dia berjalan ke ruangan General Manajer sambil membawa beberapa dokumen.

Tok... Tok... Tok...

"Masuk."

Klek...

Ia masih terus menulis di komputer, tidak tahu siapa yang datang di hadapannya. Kedua tangannya yang memegang dokumen langsung diturunkan di atas meja. Belum ada respon, dia memberikan kode dengan batuk. Tatapan langsung beralih ke depan, ia terkejut, sekejap langsung berdiri dari kursi untuk membungkukkan badan.

Harmoni di Balik PanggungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang