Bab 8 Pencarian Kantor Ideal

18 7 0
                                    

Hari Senin pagi yang tidak begitu cerah, dia sudah bangun dari tidurnya. Kedua tangan dan tatapan fokus pada satu tujuan. Sudah empat jam mencari informasi mengenai jual beli atau sewa kantor, tapi dirinya masih belum mendapatkan yang cukup memuaskan. Jika dia membangun kantor sendiri, akan dibutuhkan anggaran yang besar dan waktu yang cukup lama.

Dia memikirkan itu berulang kali. Sewa kantor bisa saja hanya buang-buang uang, jika bisnisnya tidak sukses; begitu juga dengan membeli kantor. Dia tidak menyukai desain dan penggunaan yang tidak cocok untuk idol grup.

Meskipun dokumen kontrak perjanjian dengan GDP Venture tidak mengandung larangan untuk meminta anggaran tambahan, batin Aksara tidak enak. Dia takut mendapat teguran atau masalah dari mereka. Dia terus menggulir mouse laptop ke bawah. Ratusan website sudah dikunjungi, bahkan beberapa di antaranya dikunjungi beberapa kali.

Tangan kanan menggaruk kepala, dan menghela napas, kemudian meregangkan tubuh ke kanan dan kiri. Tatapan beralih ke dinding. Dia terkejut saat melihat jam sudah menunjukkan pukul 09:00. Badannya belum mandi, dan perutnya masih kosong; dia lupa segalanya saat terlalu fokus pada satu hal. Dia bangkit dan melangkah menuju kamar mandi. Dalam lima menit, seluruh tubuh dan wajahnya sudah bersih, berpakaian dengan kaos putih polos dan celana pendek hitam.

Dia berjalan menuju dapur yang tidak terlalu jauh, sekitar 10 meter saja. Membuka kulkas, mengambil telur mentah dan seledri dari dalam. Wajan dinyalakan dengan api sedang, minyak pun dimasukkan. Dengan cekatan, ia menggoreng telur, membolak-balikkan sampai matang. Tiga menit saja, telur sudah siap disantap.

Sembari makan, dia menghidupkan ponsel dan membuka aplikasi Yutub untuk menonton video pengetahuan umum yang menarik baginya. Suara sendok dan suara video bergabung menjadi satu.

Setelah makan, meski video masih tersisa 3 menit, dia menyudahi. Dia berdiri dari kursi dan berjalan ke wastafel.

+++

Di warung padang, dua gadis muda sedang makan. Mereka tidak malu sebagai perempuan makan di sini, meskipun banyak tatapan tertuju pada mereka. Yunita Pio melirik temannya, merasa lega karena tidak terganggu dengan perhatian orang di sekitar. Temannya tetap fokus pada makanan.

"Eh, hebat, kamu jadi idol. Aku juga mau dong, kira-kira aku bisa keterima gak ya?" Dia mengangguk dan tersenyum, memberikan jempol.

Setelah selesai makan dan membayar, keduanya pergi menggunakan kendaraan bermotor menuju rumah temannya. Jalanan tidak terlalu ramai, dan jarak tidak jauh dari warung padang. Sepanjang perjalanan, mereka terus ngobrol seperti wanita pada umumnya.

Yunita Pio bersyukur memiliki sahabat seperti ia. "Kalau kamu tertarik, bisa datang saja ke kos-kosan ku," ucap Yunita.

"Iya, Pio. Aku juga sudah punya nomornya," balas Dewi Lopi Salsa.

Setibanya di depan halaman rumah, gadis itu turun dari motor, tidak lupa bersalaman dengan Yunita Pio. Motor itu kemudian melaju pergi dari sana.

+++

"Halo, selamat siang. Ini siapa?" ucap Aksara Bintang.

"Selamat siang. Saya Manajer Fuzwos Property. Apakah Bapak tertarik dengan kantor berlantai tiga?"

"Boleh saya melihat-lihat dulu, Pak?"

"Tentu saja! Saya akan kirimkan lokasinya kepada Anda," ucap Manajer itu sambil masih tersambung dalam telepon.

"Masih ada diskon, kan, Pak?" tanya Aksara Bintang.

"Masih ada, Pak. Diskon 10%."

"Baik, Pak. Nanti saya akan mengecek tempatnya."

"Siap, Pak. Kabari saja lewat pesan," balas sang manajer. Telepon pun terputus, dan Aksara segera membuka pesan yang belum terbaca. Dia mengeklik lokasi GPS itu, lalu mengirim pesan kepada Manajer tersebut, sebelum melangkah keluar dan menuju parkiran di halaman depan.

Tepat di depan pintu mobil, ada pesan masuk, balasan dari Manajer itu. Aksara masuk ke dalam mobil dan menghidupkannya. Lokasi yang tercantum di peta GPS menunjukkan jaraknya 30 km dari lokasi saat ini.

Mobil Mazda 3 sedan melaju halus. Dia tidak melihat ada kemacetan yang membuatnya terkejut. Ternyata, 300 meter di depan, ada razia gabungan antara polisi dan tentara. Polisi berpangkat Bripka menghentikan mobil Aksara. Dengan tenang, dia menunjukkan surat-suratnya kepada polisi. Setelah sepuluh menit pemeriksaan, dia diizinkan melanjutkan perjalanan.

Gedung-gedung pecakar langit, dan lampu lalu lintas sudah banyak dia lewati. Suasana siang hari masih berkabut. Sayangnya kabut tersebut tidak sehat, karena berasal dari PLTU yanag terus beroperasi tanpa ada hari libur. Dia bingung, mengapa dari banyaknya pergantian Gubernur, hanya sedikit perbedaannya. Memikirkan berbagai macam masalah kota Jakarta tidak akan beres, yang ada hanya akan membuat pusing

Bunyi dari suara robot gps terus dia ikuti selama setengah jam bercampur dengan musik.

Prit... Prit...

Tukang parkir resmi melambaikan tangan, mengisyaratkan agar mobil Aksara Bintang masuk ke dalam. Ternyata, di sana sudah terparkir sebuah mobil BMW. Di atas bangunan, terdapat tulisan 'Dijual atau disewakan kantor berlantai 3 seluas 5 hektar. Halaman depan sangat luas, terdapat dua pohon kelapa, dua kolam ikan dekat pintu masuk, dan jalan setapak di kanan kiri yang ditumbuhi rerumputan dan bunga.

Seseorang keluar dari dalam kantor, ia berjalan mendekat ke Aksara. Orang tersebut, yang mengenakan setelan jas, menyambut Aksara dengan hangat. Aksara dibimbing olehnya sambil menceritakan asal-usul kantor ini.

Klek...

Pintu terbuka, kedua mata Aksara Bintang langsung terpesona oleh kemegahan interior kantor. Dinding berwarna putih dengan keramik putih sangat cocok sebagai lobi utama. Tangga menuju lantai dua dan tiga sangat lebar, sedikit berkelok dengan pagar kaca. Di dinding terdapat lukisan klasik dan foto-foto berbau musik.

Aksara naik ke lantai dua, dia kembali kagum karena di depan terbentang koridor panjang. Ia melangkah sambil memperhatikan sekitar. Menurut perkataan Manajer, lantai dua dikhususkan untuk ruang kerja. Ada ruangan Manajer, ruang untuk setiap divisi atau tim, dan ruangan Direktur. Aksara memasuki tiap ruangan. Semuanya sama luasnya dengan dilengkapi AC.

Naik ke lantai tiga, yang dikhususkan sebagai tempat istirahat, masih terdapat 5 ruang kosong yang belum terisi. Semua ruangan memiliki luas yang sama dengan dipasang AC. Orang yang menemani menatap Aksara yang terlihat puas.

"Bagaimana menurut Anda, Pak?" tanya orang itu menatap kedua mata Aksara Bintang

Aksara Bintang menghela napas. "Baiklah, saya akan mengambil ini." Orang tersebut tersenyum lebar. Mereka turun ke lantai satu, lalu orang itu pamit keluar kantor untuk mengambil dokumen yang ada di mobil. Dokumen itu diletakkan di meja resepsionis, digeser ke arah Aksara bersama dengan pulpen. Tanpa basa-basi lagi, Aksara mengambil pulpen dan menandatangani dokumen tersebut.

Setelah itu, Aksara menyadari bahwa dia lupa mengambil uang di bank. Dia berkata jujur pada orang itu. Manajer itu tidak marah, mereka sepakat untuk pergi ke bank bersama. Di sana, Aksara memberikan uang berupa cek sebesar 70 miliar. Perpindahan hak milik bangunan akan diurus paling lama sebulan, dan paling cepat seminggu kemudian.

dia pun meninggalkan tempat ini menuju kos-kosannya lagi. Setelah itu, tidak ada kegiatan lagi.

Harmoni di Balik PanggungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang