Aksara Bintang merasa cemas dan bingung mengenai biaya pengobatan Dewi, tetapi dia belum berani melaporkan kejadian tersebut kepada GDP Venture karena takut akan dampaknya terhadap hubungan perusahaan dengan investor. Pikirannya terus melayang pada situasi ini saat ia menyantap sarapan telur goreng di pagi hari.
Setelah satu suapan terakhir, dia selesai menyantap sarapan di piring. Berdiri dari tempat duduk sambil memegang piring kosong dan menuju ke wastafel. Air keran dinyalakan, kedua tangannya erat memegang piring untuk membilas sampai bersih, lalu meletakkannya di rak piring. Langkahnya kemudian menuju lemari baju. Tangan kanannya membuka pintu untuk mengambil jas hitam di dalamnya.
Setelah mengambil jas, Aksara terdiam sejenak di depan cermin sambil memakai jas tersebut. Matanya menatap dirinya sendiri, tersenyum puas melihat penampilannya yang sudah rapi.
Suara langkah kaki Aksara terdengar di koridor. Dia berhenti di depan pintu kamar Yunita sejenak sebelum melanjutkan langkahnya.
"Selamat pagi, Pak," sapa petugas kebersihan yang datang sekali seminggu untuk membersihkan kos-kosan berlantai 10. Gajinya cukup besar, sekitar 5.000.000 rupiah, mengingat dia satu-satunya petugas kebersihan di sana.
"Selamat pagi," jawab Aksara.
Ketika keluar dari kos-kosan, Aksara melihat seseorang di area parkiran yang tampaknya akrab. Orang itu tengah bersiap-siap di mobilnya. Beberapa saat kemudian, orang tersebut tersenyum dan melambaikan tangan kepada Aksara sebelum menghampirinya.
Dia mengangkat kedua tangan, dan Aksara ikut melakukannya saat tangan mereka bertepukan. "How are you, bro?" sapa orang itu, tapi Aksara hanya diam tanpa menjawab.
"Kenapa lu terlihat kesal? Kita kan dulu teman di kampus," kata David Hughes, mencoba memperbaiki suasana.
David merangkul pundak Aksara, dia pun menolehkan kepala, menatap tajam ke matanya. "Ayo masuk ke kosan lu," ajak David. Aksara berhenti sejenak. Namun, kemudian melanjutkan langkahnya lagi.
"Gue sibuk, Dav, jangan ganggu gue," ucap Aksara merasa risih pada sahabat lamanya ini.
"Tunggu sebentar, dengarkan gue dulu," pinta David.
"Ada apa, Dav? Aku sedang sibuk!" jawab Aksara dengan nada sedikit naik. Ia mengeluarkan laptop dari tasnya, menyalakan, dan memutar video tersebut. Aksara terkesima melihatnya.
"Bagus, kan? Mau beli video animasi ini?" tawar David.
Aksara menghela napas, menganggukan kepala. Setelah selesai menonton animasi itu, David menawarkan video tersebut seharga 5 juta, padahal modal sebenarnya adalah 10 juta.
"Oke, nanti gue transfer. Kirim saja ke email. Sekarang gue harus pergi," kata Aksara, lalu pulang ke tempatnya.
+++
Gedung rumah sakit modern terlihat begitu megah dari depan. Ia melangkahkan kaki sampai ke dalam. Di lobi, staf memberhentikan langkahnya, karena jam besuk belum diizinkan. Ia pun duduk, kemudian membuka ponsel.
"Halo, gue belum bisa besuk lu, sorry ye," ucap David Hughes.
"Tidak apa-apa, santai aja kali," ucap seseorang di telepon, yang tiba-tiba terdengar suara batuk.
"Kau tidak apa-apa?"
"Ya, mungkin beberapa hari lagi gue bisa keluar dari sini," balas orang itu.
Saat sedang asik menelepon, jantungnya tiba-tiba berdetak kencang, kedua matanya terbelalak. Ia terheran-heran atas kedatangan orang tersebut, telepon dimatikan, David berdiri dari kursi, dan mematung sesaat. Langkah kaki Aksara melaju ke tempat temannya berada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harmoni di Balik Panggung
Novela JuvenilDalam sorotan industri hiburan yang berkilau, Aksara Bintang, si pemilik idol grup StarHeart20, bersiap-siap untuk menorehkan namanya di peta popularitas yang bergemuruh. Namun, saat dia menyusun tim impiannya untuk melangkah menuju puncak, hatinya...