"Bagaimana persiapannya?" tanya Aksara Bintang.
Keadaan orang-orang di perusahaan disibukkan dengan aktivitas untuk keberangkatan para member ke Jepang. Tim yang dikirim mencari informasi membawa hasil dan sudah dilaporkan ke Aksara. Kini tugas mereka mendampingi member-member tersebut ke sana. Aksara Bintang pun merasa lega, karena beberapa musik original StarHeart20 selesai dibuat.
Sebagai seorang Direktur, dia turut ikut. Di dalam ruangan, dia masih terlihat santai, namun sebenarnya dia sudah mempersiapkan segalanya seperti pengurusan sponsor, dan media local, agar idol grup ini lebih dikenal luas saat berada di Jepang.
Tok... Tok... Tok...
"Ya, masuk," jawab Aksara dari dalam.
Klek...
"Selamat pagi, Pak, maaf menganggu waktunya. Di luar ada tamu yang mencari Bapak, tapi kami sebagai petugas keamanan alias satpam menyuruh mereka berhenti, karena keliatan mencurigakan," ujar satpam itu.
"Hah, maksudnya?" tanya Aksara Bintang keheranan, tatapannya menatap kedua mata satpam itu.
"Iya, Pak, mereka berlima, laki-laki semua, dan memakai pakaian hitam," jelasnya.
Aksara masih berpikir, dia menghela napas, melangkahkahkan kedua kaki ke dekat jendela. Tangan kanan meraih korden yang tertutup dan menyingkapnya sedikit. Dari bawah, dia melihat persis apa yang dikatakannya. Di tengah keseriusan memperhatikan orang-orang itu, tiba-tiba saja ponsel di meja berbunyi. dia pun beranjak ke sana dan mengangkat telepon itu.
"Selamat pagi, Pak, saya ingin bertanya apakah orang-orang suruhan adik saya sudah datang, ya?" tanya Bagolando di telepon.
Mendengar perkataan itu, dia langsung menghubungkan dengan orang-oang yang berada di luar, namun dia bertanya balik agar tidak salah. "Apakah jumlah orangnya ada lima, Pak?"
"Iya benar, sudah sampai kah?"
Aksara menghela napas lega, rupanya mereka adalah suruhan Bagolando, lebih tepatnya adiknya. "Iya, Pak, mereka berada di luar. Mohon maaf, mereka itu siapa ya?"
"Mereka semua bawahan Adik saya, sayangnya dia gak bisa ikut, karena ada apel pagi di kantor," ujar Bagolando.
Aksara Bintang terkejut, dia melupakan sesuatu, bahwa adiknya Bagolando adalah seorang polisi berpangkat Ajun Komisaris Polisi yang bernama Rudi Tabudi, maka dari itu, orang-orang di bawah adalah polisi juga. Dia memerintahkan kepada satpam itu itu masuk menemuinya, satpam itu langsung bergegas cepat. Dia juga meminta maaf kepada Bagolando karena tidak tahu, dan beberapa menit kemudian telepon dimatikan.
Lima orang tersebut masuk. Mereka diberi perintah oleh Rudi untuk mengawal kami ke bandara. Aksara sangat senang mendapatkan tawaran tersebut. Dia menyuruh polisi-polisi berbaju hitam itu menunggu. Dia keluar dari ruangannya dan berjalan ke ruangan latihan member.
Klek...
Dia melihat para member termasuk pelatih dah manajer sedang melakukan pemanasan terakhir dengan di samping kanannya banyak tas besar. Aksara bertepuk tangan, mereka menoleh kearahnya. "Sudahi latihan kalian, kita sudah ditunggu oleh polisi yang mengawal, cepat-cepat," seru Aksara Bintang.
Kakinya berbalik, melangkah ke ruangan Wisnu Alvez. Tanpa mengetuk pintu, dia membuka pintu tersebut. "Wisnu, saya titip kantor ini selama seminggu ya," pungkasnya. Wisnu Alvez mengangguk sambil memberikan senyuman.
"Bapak tenang saja, serahkan urusan kantor pada saya, Bapak fokus pada perform mereka di Jepang," balas Wisnu.
Dalam hati Wisnu, ia ingin sekali ikut ke Jepang. tapi dia tahu, kalau dirinya harus berbagi tugas dengan atasannya itu. Jika saja dia memaksa, pasti akan diizinkan ikut. Namun hal itu akan membuat bisnis menjadi tidak sehat. Apalagi mereka harus diliput media lokal agar dikenal publik.
"Oh ya, kalau mau istrimu juga tugas di sini. Ada beberapa ruangan yang kosong, kalau mau bisa juga tempati ruangan saya," ucap Aksara.
Wisnu Alvez menggeleng. "Tidak perlu repot-repot, Pak. Istri saya bisa kerja di ruangan saya secara berbarengan, lagian untuk dua orang masih sangat luas kok," jawabnya.
Aksara Bintang tersenyum, dia menepuk pundaknya dua kali. "Kalau begitu saya pamit dulu, pesawat akan terbang 3 jam lagi." Wisnu mengangguk, Mereka berdua bersalaman, Aksara membuka pintu dan keluar dari ruangannya. Ia ikut menyusul melihat member-member dan beberapa pengurus yang ikut ke Jepang di halaman depan.
+++
Dua bus pariwisata yang mengantarkan lima member, delapan pegawai, dan satu direktur StarHeart20 sampai di halaman depan bandara. Pintu bus dibukakan oleh satu anggota polisi yang mengawal, lalu disusul dua polisi lainnya. Situasi pada siang hari membuat mereka diperhatikan oleh orang-orang sekitar.
Kami semua dituntun menuju lounge vip. Batin Aksara Bintang merasa dirinya seperti orang besar, padahal dulu dia bolak-balik masuk lounge vip, tapi suasana pada saat itu berbeda seperti sekarang. Karena, pada saat itu, dia hanya sendirian ke sini, walau tujuannya sama-sama pergi ke tempat klien.
Seorang wanita berumur 40 tahun dengan mengenakan seragam batik dan rok ketat membungkukan badan pada kami. Ia menyuruh untuk duduk. Di tangan kanannya, ia menyerahkan sebuah brosur secara merata.
Tidak ada yang istimewa dari brosur ini, hanya informasi perjalanan, dan berbagai fasilitas yang didapat saat menggunakan bisnis kelas, atau bahkan first class. Yunita Pio keringat dingin, tatapannya sering kali berpindah-pindah. Ia merasa tidak nyaman dengan situasi baru. Ia berdiri dari kursi dan menghampiri Aksara Bintang.
"Kak, boleh aku ngobrol sebentar?" ucap Yunita Pio. Kedua mata Aksara pun menatap ke atas.
Dia berdiri dari kursi. Yunita dan Aksara berjalan sedikit jauh dari rombongan. "Kak, kapan Dewi Lopi dimasukan ke lineup member? Dia sudah sadar sepenuhnya loh. Aku merasa gak enak jika dia melihat saya perform, kita tidak mengundangnya."
Aksara Bintang menghela napas, tangan kanan memegang rambutnya sendiri sambil mengusap-usap. "Tunggu semua proses penyelidikan dan penyidikan polisi selesai, kalau aku memasukannya tanpa alasan yang jelas, member yang lain akan curiga kalau dia member lama yang masuk tidak melalui seleksi."
"Tapi ini sudah hampir sebulan, Kak! Kalau Kakak melupakan Dewi, aku akan keluar dari member StarHeart," pungkas Yunita Pio. Mukanya memerah karena kesal, pandangannya tak berani menatap mata Aksara.
Seseorang dari balik tembok sedikit mendengar pembicaraan mereka berdua. Namun, mereka berdua masih belum sadar. Telepon dari ponsel Yunita berbunyi, melihat sebuah nama kontak Dewi. Matanya menatap Aksara Bintang seakan memberi isyarat agar dirinya diam.
"Halo Dewi. Hehe, maaf kayanya aku gak bisa nemenin kamu selama seminggu. Kenapa? Aku masih belum bisa jelasin, pokoknya besok aku kabarin lagi deh. Kamu mau oleh-oleh apa nih di Jepang?"
Setelah obrolan singkat dengan Dewi, telepon pun dimatikan. "Kakak lihat? Dia nanyain aku ada acara apa, dia juga nanya kapan dirinya bisa ngidol, bahkan beberapa kali mencoba menghubungi Kakak tapi katanya tidak ada jawaban. Kenapa Kakak tidak menjawab satu kata pun padanya?!"
Aksara Bintang tidak mau berlama-lama dari obrolan tidak penting, dia pun berjalan menjauh dari hadapan gadis itu. Namun, tangan kanan Yunita memegang kain lengan kanan Aksara yang membuat langkahnya berhenti. "Lepasin," ucap Aksara.
"Tidak, sebelum Kakak menjawab pertanyaan-pertanyaanku," lontar Yunita.
"Lepasin!" ucap Aksara Bintang menaikan suaranya.
Aksara Bintang berbalik arah. "Pertanyaan apalagi yang harus aku jawab, hah! Kamu itu hanya member. Tugasmu hanya latihan, dan perform memberikan hasil terbaik untuk bisnisku! Urusan ini itu, udah ada tugasnya sendiri, kau tidak perlu ikut campur!" ucap Aksara marah dengan sedikit mendorong tubuh gadis itu agar menjauh. Dia pun balik badan lagi, dan melanjutkan langkahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harmoni di Balik Panggung
Roman pour AdolescentsDalam sorotan industri hiburan yang berkilau, Aksara Bintang, si pemilik idol grup StarHeart20, bersiap-siap untuk menorehkan namanya di peta popularitas yang bergemuruh. Namun, saat dia menyusun tim impiannya untuk melangkah menuju puncak, hatinya...