GUARTICE 0.9

26 4 0
                                    

"200 joule!"

Bip... bip... bip...

"Hah..." Ji-eun menghela nafas lega saat detak jantung Anne kembali normal. Seorang perawat mengusap keringat Ji-eun. "Siapa dokter yang jagain dia hah? Saya sudah bilang untuk selalu memeriksa keadaannya!" tegas Ji-eun.

"Jika hal ini terjadi lagi, percayalah, siapa pun yang bertanggung jawab. Jangan harap tetap bisa berada di departemen saya." tegas Ji-eun.

Ia berjalan menghampiri Zeyu yang terlihat khawatir di luar ruangan. "Anne gimana?" tanya Zeyu.

"Ada yang mau bunuh dia Zeyu. Lo harus kabarin Mingrui." ucap Ji-eun dan langsung pergi dari sana.

"Zeyu!" panggil Younna. "Tadi lo kenapa lari-lari?"

Zeyu menghela nafas, dengan susah payah ia mengukir senyum. "Gak papa, tadi tensi Anne naik, tapi udah terkendali lagi kok." jawab Zeyu membuat Younna dan Ai menghela nafas lega.

"Syukurlah..."

"Gak akan gue biarin lo lepas gitu aja Yoo Jihan."

***

Junkyu berdecak sebal saat dering ponsel Mingrui terus terdengar. "Lo gak punya telinga apa gimana sih? Hp lo bunyi terus dari tadi!" keluh Junkyu.

Mingrui meraih ponselnya yang ia letakkan di dalam mobil. Ia langsung melihat dua puluh panggilan tak terjawab yang berasal dari Zeyu. "Halo bang? Kenapa? Octa baik-baik aja 'kan?" tanya Mingrui saat Zeyu menjawab telponnya.

"Huh... gue mau ngabarin tadi detak jantungnya ilang. Sekarang udah baik-baik aja sih, tapi kata Ji-eun, ada yang manipulasi regulator oksigen Anne dan bikin tekanannya kecil bahkan sampai gak ada oksigen yang ngalir ke atas," jelas Zeyu.

"Tapi lo tenang aja, Anne ud—"

"Gue ke sana!" Mingrui langsung mematikan telpon dan menancap gas meninggalkan Junkyu yang masih memeriksa TKP.

"Heh! Kok gue di tinggal!" teriak Junkyu.

Tut... tut...—

"Gue ke rumah sakit. Tadi ada yang coba bunuh Anne.”

Tut...

Junkyu berkacak pinggang. "Seenggaknya ajak gue bisa 'kan ya," keluh Junkyu dan langsung menghubungi Hanyu. "Jemput gue di TKP buruan."

"Emang si Aming kemana?"

"Ke rumah sakit, eh gue di tinggal gitu aja coba! Parah bangat adek lo yang satu itu!"

"Gue ke sana sekarang,"

***

"Bang!" Mingrui mengatur nafasnya yang tidak beraturan begitu tiba di rumah sakit. "Octa gimana?" tanya Mingrui dengan nafas yang terengah-engah.

"Udah gak papa kok, 'kan tadi gue bilang! Lo sih gak dengerin orang ngomong main matiin!" omel Zeyu. "Papa juga lagi periksa CCTv yang mungkin nunjukin tetang orang mencurigakan." bisik Zeyu.

"Siapa yang masuk ruangan ini selain kita?" tanya Mingrui.

"Setau gue cuman ada dokter yang itu lho yang biasa nemenin Anne itu, tapi dia sekarang lagi ada di ruangan Ji-eun karena di panggil. Terus Younna yang jagain Anne." jelas Zeyu. "Mau kemana lo?" tanya Zeyu saat melihat Mingrui yang berjalan keluar ruangan.

"Ketemu Ji-eun."

"Jangan di apa-apain anak orang!" seru Junkyu dan Hanyu yang baru saja tiba.

Mingrui hanya melambaikan tangannya tanpa menoleh. Ia susuri koridor rumah sakit hingga kakinya berhenti tepat di pintu dengan papan nama bernama, “dr. Lee Ji-eun”. Kaki Mingrui melangkah mendekat.

"Jangan pernah mendekati ruangan Anne lagi."

Tiba-tiba terdengar suara Ji-eun yang terdengar marah dari dalam ruangan membuat tangan Mingrui yang hendak membuka pintu melayang di udara.

"Kenapa? Apa salah saya dokter?"

Brak!

Mingrui terperanjat kaget mendengar suara gebrakan dari dalam.  "Kamu pikir saya bodoh?! Kamu yang memanipulasi regulator oksigen Anne 'kan? Keluar dari rumah sakit ini! Jangan sebut dirimu sebagai dokter kalau kamu bahkan tidak ragu untuk membunuh pasien!"

Tangan Mingrui mengepal. Tangan kanannya mulai bergerak menyentuh kenop pintu dan hendak membukanya.

"Jangan salah 'kan saya dokter."

Mendengar itu Mingrui kembali mengurungkan niatnya, menarik kembali tangannya dan memilih untuk mendengarkan lebih jauh pembicaraan dua dokter tersebut.

"Jika bukan kamu siapa yang harus saya salahkan Han-Mi!"

"Jaksa Jung Theol."

"The... Theol? Nggak mungkin..."

"Apa maksud kamu? Theol? Dia bawahan langsung Anne! Dia tidak mungkin melakukan itu!"

"Kenapa tidak mungkin? Saya rasa apa yang saya dan dia lakukan benar, bukankah bagus jika seseorang yang ingin menghancurkan keseimbangan ekonomi negera kita mati! Sangatlah bagus jika seorang pengkhianat mati!"

Prang!

Mingrui lagi-lagi terperanjat kaget mendengar suara bantingan dari dalam.  "Keluar!" perintah Ji-eun.

Mingrui memilih menjauh dari sana tanpa menemui Ji-eun. Kini tujuannya telah berubah. Theol adalah tujuan utamanya kali ini. Entah apa yang mungkin akan ia lakukan. Mingrui telah kehilangan kendali atas dirinya, jadi jangan salahkan dia jika berbuat melewati batas.

***

"Mingrui? Ngapain lo di kantor gue?" tanya Theol saat tiba-tiba Mingrui memasuki kantornya saat ia hanya sedang sendiri.

Mingrui menatap Theol dengan senyum aneh di bibirnya. "Lo udah denger kabar tentang Octa?"

Theol menggeleng. "Kenapa? Senior baik-baik aja 'kan?"

Bukannya menjawab, pria dengan gigi kelinci itu malah tertawa mendengar pertanyaan Theol. "Rui? Senior gue gak papa 'kan? Kok lo malah ketawa?"

Netra Mingrui memerah. Sudah lama ia menahan diri mengenai hal-hal yang telah menyakiti hatinya, lalu haruskah ia menahan diri juga sekarang?

Bugh!

"Lo gila?" pekik Theol saat tiba-tiba Mingrui melayangkan pukulan pada wajahnya.

Mingrui menarik kerah pakaian Theol. "LO mata-mata Jihan 'kan sialan!"

Theol menatap Mingrui tidak percaya dengan apa yang baru saja Mingrui tanyakan padanya. "Maksud lo? Lo nuduh gue yang udah bantuin lo sama temen-temen lo buat dapet informasi? Ini balasan lo?! Sialan!"

"Octa hampir mati hari ini gara-gara Jihan! Dan dokter yang tugas rawat dia bilang lo yang nyuruh dia buat bunuh Octa!"

Theol balas menarik kerah pakaian Mingrui tidak terima dengan tuduhan yang Mingrui lontarkan padanya. "Dan lo percaya gitu aja? Gue gak mungkin pernah berniat bunuh dia sialan!" geram Theol.

Mingrui melepas tangannya dari kerah pakaian Theol, begitupun dengan Theol yang juga melepaskan tangannya dari kerah pakaian Mingrui. "Kalau lo berpikir gue yang udah coba bunuh Anne silahkan, tapi lo harus inget satu hal Gou, Jihan pasti bikin rencana buat memecah kita."

Mingrui mengusak rambutnya frustasi. "Terus gue harus gimana The? Apasih maunya tuh cewek? Apa gak cukup Octa koma? Kenapa nggak gue aja yang dia incar..."

Theol terdiam mendengar ucapan Mingrui. Mingrui yang ia lihat saat ini benar-benar berbeda dengan Mingrui yang ia kenal sebagai idol selama ini. Terlalu pandai menyembunyikan emosi membuatnya terlihat selalu ceria apapun yang ia rasakan, namun sepertinya masalah Anne bukanlah hal yang bisa ia atasi dengan baik, hingga untuk pertama kalinya Theol melihat Mingrui se hancur dan sesakit ini.

Theol menepuk bahu Mingrui. "Gue tau lo frustasi. Tapi kalau lo begini siapa yang bakal kasih keadilan buat Anne? Lo harus kuat, karena apapun yang kita jalanin sekarang itu buat Anne."

"Gue janji gue gak akan biarin Jihan lolos gitu aja."

***

"Semuanya selesai bu.x

Jihan menoleh dengan senyum puas terukir di bibirnya. "Ya... seseorang harus mengingat kepada siapa dia harus tunduk. Dasar, anak nakal..."

"Kerja bagus," puji Jihan.

Meily, wanita berkacamata dengan sorot mata dingin itu tetap tidak tersenyum setelah mendengar pujian itu. "Itu adalah tugas saya."

To be continue

𝑮𝒖𝒂𝒓𝒅𝒊𝒂𝒏 𝒐𝒇 𝒋𝒖𝒔𝒕𝒊𝒄𝒆Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang