GUARTICE 22

15 3 0
                                    

Theol berdiri di hadapan pintu ruangan Jihan, ia menarik nafas dalam sebelum membuka pintu itu. “Saya datang bu,”

“Masuklah, sudah ku duga kamu akan langsung datang jika aku menghubungimu seperti kemarin. Kemana saja kamu selama ini?” ucap Jihan.

“Saya ada di kantor. Bu, saya harap apa yang anda katakan hanya gurauan saja.”

Jihan menggeleng. “Tentu tidak, kamu sendiri yang sudah mengingatkanku tentang penyadap yang di pasang oleh detektif itu aku cukup berterimakasih padamu. Tapi kali ini aku bersungguh-sungguh Theol, sudah saatnya jaksa kecilku pergi,”


Theol yang awalnya menunduk mengangkat kepala menatap Jihan. “Tidak bu, saya mohon kali ini saja jangan lakukan itu. Dia adalah senior saya, saya tidak—”

“Apa kamu mau membantah?”

“Bukan begitu maksud saya—“

Jihan menyandarkan tubuh pada kursi kerjanya dan menatap tajam Theol. “Jika kamu ingin dia selamat pergilah, kita lihat akankah Tuhan berpihak padanya sekali lagi...”

“Apa maksud anda?”

“Dokter yang menemaninya pasti sudah bertindak. Pergilah dan selamatkan dia.” ucap Jihan.

Kedua mata Theol membulat sempurna, ia pun berlari keluar dari ruangan itu menuju mobilnya lagi.

“Kita lihat Jung Theol, apa yang akan kamu lakukan jika mereka akhirnya tau kamu adalah anjing ku? Hah... mungkin kamu akan kembali menjadi anjing yang baik...”

***

Theol berlari menyusuri lorong rumah sakit hingga akhirnya tiba di ruangan Anne. Disana ia mendapati Anne yang dimana masker oksigen sudah terlepas dari tempatnya.

“Maafin gue senior... lo mungkin bakal benci gue banget...” ucapnya lirih yang langsung memasangkan kembali masker oksigen itu.

“Sekali lagi maafin gue...”

Prok... prok... prok...

Pria itu membeku. Ia menoleh kebelakang mendengar tepuk tangan yang terdengar mendekat. “Gue gak nyangka beneran lo... lo yang udah laporin semuanya, Jung Theol...” Mingrui menatap Theol kecewa. 

Theol menggeleng. “Lo salah paham Rui! Gue—”

Mingrui tersenyum kecut. “Pantesan... aneh banget kenapa mahasiswa baru lulus kayak lo bisa langsung pergi ke kejaksaan internasional? Gak masuk akal...”

“Rui...” Theol melangkah mundur saat Mingrui berjalan mendekat.

Mingrui menarik kerah pakaian Theol. “Kenapa lo lakuin ini Jung Theol...” lirih Mingrui. “Octa salah apa sama lo...?”

Melihat Theol yang hanya bisa diam, Mingrui mengepalkan tangannya kesal. “Jawab gue Theol! Apa lo deketin Anne pura-pura jadi jaksa yang baik cuman buat bunuh dia iya?!” tekan Mingrui.

“Lo salah paham Rui... gue gak melakukan itu! Bukan gue yang—”

Mingrui menarik Theol kearah pintu, setelahnya ia langsung mendorong tubuh Theol keluar dengan tenaga penuh. “PERGI LO DARI SINI! JANGAN PERNAH DEKETIN ANNE LAGI!” usir Mingrui.

“Rui... lo boleh gak percaya sama gue tapi inget ini... ada orang yang lebih berbahaya di rumah sakit ini, lebih berbahaya dari gue.” bisik Theol sebelum pergi meninggalkan rumah sakit.

Tubuh Mingrui merosot jatuh kelantai. Ia matap sendu Anne. “Gue harus bilang apa sama lo nanti...? Orang yang udah lo percaya berkhianat Ta, gue gak sanggup kasih tau lo... gue mohon... Tuhan, jangan ambil Octa dari gue...”

***

“Baik bu, serahkan saja semuanya pada saya. Baik...”

Langkah Anne terhenti saat mendengar suara Theol yang sepertinya sedang berbicara dengan seseorang. “Ngomong sama siapa tuh anak? Serius amat,” monolog Anne kembali berjalan. “Theol,” panggil Anne.

Theol yang mendengar suara Anne refleks memasukkan ponselnya ke saku celananya dan menoleh dengan raut wajah panik. “Saya ganggu ya?” ucap Anne melihat gelagat aneh dari pria yang baru saja ia temui beberapa hari lalu di bandara Amsterdam itu.

𝑮𝒖𝒂𝒓𝒅𝒊𝒂𝒏 𝒐𝒇 𝒋𝒖𝒔𝒕𝒊𝒄𝒆Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang