Part 11 | Flare of Vengeance

3.5K 634 552
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.













LAKI-LAKI berengsek nggak lagi mengejutkanku. Laki-laki gilalah yang mampu membuatku terperangah.

"You are the most beautiful woman I've ever seen, Zaviya. Gue pengin tinggal di sisi lo... sekalipun itu di neraka."

Erat, Kadewa menggenggam tanganku.

Telingaku berdenging. Rahangku nyaris jatuh ke lantai saking lebarnya ternganga. Kasak-kusuk gerombolan orang yang hendak menuruni tangga menyadarkan bahwa ini nyata.

"Ya ampun, so sweet! Lamaran di tangga. Ceweknya beruntung banget, tuh!"

Hei, Nona, apakah raut syokku menggambarkan keberuntungan? Jantungku bahkan nyaris pindah alam.

"Si cowok juga cakepnya kelewatan. Malaikat aja insecure. Parah sih kalau si cewek nggak mau terima lamarannya."

Hei, Nona, aku sarankan kamu segera periksakan diri ke dokter mata. Di depanku ini tuyul gila, bukan malaikat!

"Kasihan si cowok berlutut kelamaan. Kok ceweknya nggak jawab-jawab?"

Aku masih mempertimbangkan jawaban dalam bentuk sepakan atau tempelengan. Mana pilihan terbaik?

Habis mengatakan benci, Kadewa menciumku. Aku bilang punya pacar, dia melamarku.

Sirkuit otak Kadewa meledak?

"Gue lebih milih nikah sama komodo daripada sama lo!" Akhirnya, kewarasan menerpa. Aku pukulkan handbag ke kepala Kadewa yang tak siap. "Nggak usah aneh-aneh, berengsek! Berdiri nggak lo! Berdiri!"

Salah kalau Kadewa memilihku sebagai lawan. Zaviya adalah orang yang paling nggak bisa menerima penindasan dalam bentuk apa pun. Lempari aku sebutir kotoran, niscaya aku balas dengan segerobak kotoran.

Aku alergi pernikahan, mikir apa dia melamar? Kadewa bosan hidup, hah?

Adegan sinting itu berakhir tatkala Fathan muncul dan memisahkan kami.

"Yaya, udah. Entar kepala anak orang benjol itu, Ya," lerainya. Lengannya memelukku. "Kakak-kakak yang ada di sini, mohon jangan rekam ya. Hargain privasi."

Sadarlah aku telah kehilangan kendali. Bastardo! Kadewa membuatku lupa pada definisi ketenangan. Jiwa kalkulatifku seketika melayang dihadapkan pada kelakuan gilanya.

Aku menurunkan handbag ke sisi tubuh, menuruti anjuran Fathan untuk melangkah ke lantai dasar. Bisik-bisik mengikuti kami. Sayangnya, aku terlalu sibuk mencerna kejadian tadi.

Kerasukan apa Kadewa tiba-tiba melamar? Di pertemuan pertama setelah lama tak bertemu pula. Separah itukah kebenciannya terhadapku?

Gue pengin tinggal di sisi lo... sekalipun itu di neraka.

XOXO, Love You LaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang