Part 26 | Glow of Redemption

3.7K 638 465
                                    







🚝 Minta 300 komentar untuk bab ini ya 🚝
Chapter ini panjang~








🚝 Minta 300 komentar untuk bab ini ya 🚝Chapter ini panjang~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







SULIT menebak momen Kadewa marah, tapi sangat mudah untuk menebak kapan laki-laki ini terperangah.

Ia speechless, matanya membola seolah aku baru saja menyuruhnya memegang batu magma.

"Ulangi. Panggil gue 'Sayang' lima kali baru gue mau pake kostum."

Senyumku lenyap mendengar balasan Kadewa.

"Ngadi-ngadi!"

"Gue serius." Kadewa nggak tersenyum.

Definisi cobaan tapi dicobain memang laki-laki ini. Aku batal melakukan selebrasi, ganti panik. Oalah, aku lupa Kadewa jagonya memanuver situasi. Panggil sayang lima kali?

"Ogah!"

Yang tadi saja niatnya meledek. Berani jamin telinga Kadewa juga nggak menangkapnya dengan baik. Kenapa malah ingin diulang?

Menit beranjak, seringai laki-laki itu mengembang. Bulu kudukku meremang menyaksikannya berjalan masuk ke kamarku.

"Oh, nggak mau?"

Aku menghindar. "Gue nggak suka dipaksa!"

"Ini bukan paksaan tapi permintaan, Sayang."

Mati aku, mati aku! Ranjang menjadi pemisah jarak. Kadewa berdiri di sisi lain dengan ekspresi terhibur. Bodoh! Kenapa pula aku mengizinkannya masuk ke kamar? Harusnya aku menyuruhnya menunggu di ruang tamu.

Pada detik Kadewa bergerak memutari ranjang, aku langsung naik ke tempat tidur untuk kabur ke sisi lain. Nahas, satu kakiku lebih dulu dicekal.

"Agh!" Berengsek! Aku jatuh menelungkup di atas kasur.

Kontrasnya kekuatan kami tecermin dari betapa mudahnya ia membalik tubuhku, menahanku di bawah tekanannya.

"Harus gue bilangin berapa kali, gue paling nggak suka ditinggal waktu masih ngomong, Zaviya." Kadewa berujar datar. "Keras kepala. Lo hobi nantangin, ya?"

"Engh... minggir!" Mimpi saja aku mau tunduk! Nggak ada sejarahnya Zaviya takluk tanpa perlawanan.

Aku mendorong Kadewa. Untuk ukuran perempuan, aku termasuk kategori tinggi tapi di bawah tindihan Kadewa, badanku tak ubahnya kurcaci yang nggak punya tenaga. Dorongan sekuat apa pun nggak mampu mengenyahkannya.

Berbeda dari tindihan di sofa, kali ini Kadewa menahan tungkaiku sehingga sukar menendang. Posisi ini makin rentan sebab ranjanglah yang mengalasi kami.

Mata hitam itu menyipit. "Gue suka cewek yang vokal soal aturannya. Bagus lo ngasih syarat gue harus pake kostum komodo kalau mau jalan sama lo, tapi hubungan itu harus equal, Zaviya."

XOXO, Love You LaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang