Part 12 | Magma of Malice

4K 673 356
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.











DAFTAR PACAR KADEWA

Senin: Olivia
Selasa: Belvina
Rabu: Luisa
Kamis: Sasya
Jumat: Zoya


DALAM piramida keberengsekkan, aku yakin Kadewa menduduki posisi puncak. Manusia yang notabene banyak dosa akan merasa terlalu alim jika dibandingkan dengannya.

"Mumpung masih muda, mesti banyak-banyakin variasi," pungkas Kadewa setelah menjabarkan nama pacar beserta hari kencan.

Reaksiku? Jelas saja melongo. Kok bisa ada orang yang punya pacar banyak, sedangkan aku menemukan satu yang klop saja susahnya setengah mati?

"Lo ngerasa bangga gitu punya pacar lebih dari satu?" Aku nggak habis pikir. "Lah, kesambet apaan lo kemarin ngomong marry me? Nggak cukup punya cewek banyak, masih pengin narget mantan?"

Desahan Kadewa terurai. "Bukan gitu. Kalau pacar kan udah punya, Ya. Tinggal istri yang belum. Cuma lowongan itu yang tersedia di hidup gue."

"Gue lebih milih jadi musuh lo!" Emosiku terbakar. Berengsek! Aku paling benci laki-laki yang nggak cukup dengan satu perempuan seperti papaku. "Mending lo cari target lain sana! Benci banget gue sama cowok player!"

"Really? Bukannya lo lebih benci cowok baik-baik, Zaviya?"

Dengan santai, Kadewa menurunkan gulungan kertas yang menodong lehernya. Aku refleks mundur ketika Kadewa melangkah maju. Accidenti! Sadarlah aku telah bertindak impulsif. Demi apa aku sukarela masuk ke apartemennya?

Punggungku menyentuh dinding abu-abu.

Saat itulah Kadewa menelengkan kepala. "Dulu, gue jadi cowok baik-baik, tapi apa yang gue dapet? Cowok baik-baik ending-nya disia-sia, Zaviya. Sad boy. Gitu kan ajaran dari lo?"

Dia tengah membicarakan masa lalu. Masa di mana Kadewa polos memberikan hati untuk seseorang yang nggak tulus padanya. Akhir yang dia dapati adalah patah hati, disia-sia, dan dicampakkan oleh seseorang.

Orang itu adalah aku.

"Gue... gue nggak pernah ngajarin gitu. Lo salah." Aku memalingkan muka.

"Salah?" Kadewa mengulang. Entah apa yang lucu, tiba-tiba saja tawanya meledak.

Aku tahu keputusanku di masa lalu memiliki andil besar dalam mengubah Kadewa menjadi sosok sekarang. I can see it coming. Namun, mendengarnya secara langsung rasanya berbeda. Dadaku sesak. Aku kesulitan berpikir jernih.

Sefatal inikah akibat dari perbuatanku? Apakah dampaknya bisa diringankan jika dia tahu alasan aku melakukannya adalah karena keadaan?

Kadewa melanjutkan langkah. Nggak ada tempat untuk lari saat ia mendekat, dekat, terus mendekat sampai ujung kaki kami bersentuhan.

XOXO, Love You LaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang