2 | Penginapan Aneh

40 9 11
                                    

Liz kasih beberapa foto ke depannya, kalo kalian gak suka skip aja, ya.

·⁠·✧☬✧⁠⁠·⁠·

“Ada apa?” Nala menyelonong dan memandang langsung ke arah teriakan tadi, tampaklah perempuan itu mematung, syok, reaksi yang sama seperti di hutan tempo lalu.

“B-b-buaya ....” Penuh usaha mengangkat tangan, menunjuk ke depan.

“Aish, kenapa ada di sini?” ketus Nala, dengan santai berjalan menuju tempat predator besar itu berbaring.

Melihat hal itu membuat Ryllis kelabakan hendak melarangnya, tapi tak dihiraukan. Lelaki itu sudah sampai. Dengan beringas buaya itu bergerak, jarak yang begitu dekat membuatnya dengan mudah menyergap laki-laki jangkung itu dan menindihnya. Amaryllis menutup mulut tak percaya, entah sejak kapan air matanya mengalir.

Berusaha memikirkan jalan keluar.

Pertama, orang-orang itu harus bangun.

“KAK NERINE!” teriaknya, “Kak! Bangun!”

Isak tangisnya tercekat ketika mata buaya itu sudah mengarah padanya, seolah mengunci dirinya sebagai mangsa. Tergagap memanggil-manggil sang kakak dan merapat ke dinding. Menarik selimut, mengatup rapat bibir seraya meringkuk, tubuh itu gemetar hebat. Pikirannya telah kacau balau.

Ryllis terus memejamkan mata, merasakan sakit pada jantungnya, seolah-olah akan meledak akibat detakannya begitu kencang.

“Aish!”

“Yang, bangun, ada buaya!” suara Nerine terdengar panik, disusul sang suami yang terkesiap.

Amaryllis menutup telinganya, ia benar-benar ketakutan, tubuhnya kaku dan sulit mempertahankan kesadaran. Ia tak akan sanggup mendengar pekikan mengerikan orang-orang yang disayang. Membayangkannya saja membuatnya menangis parah, tanpa suara.

Beberapa menit berlalu dan sebuah tangan mencengkeram lengannya. Dengan sekuat tenaga ia memberontak sambil berkata tolong dan jangan.

“Hei! Kamu gak pa-pa?”

Pelan perempuan itu mengerjapkan mata, sampai objek di depan tak lagi buram. Seorang laki-laki berkaos putih semrawutan dan kotor, tengah memanjat tangga dan berada di depannya. Tak percaya ini kenyataan, tangannya terangkat menuju rahang tegas di sana, tapi tak bertenaga. Nala menangkap tangan tersebut, menaruhnya di permukaan pipi, sesuai kehendak yang terlihat di mata itu.

Wajah yang merengut seperti terakhir kali Ryllis lihat, tapi agak ... bersisik. Matanya terpejam sepersekian detik, ketika kembali terbuka, sesuatu yang ia lihat barusan sudah tak ada.

Ah, apa aku salah lihat? batinnya, bingung.

“Lis, kamu baik-baik aja, ‘kan?” Nerine celingukan mencoba menilik dari kejauhan, tapi tak terlihat. Ia enggan turun dari ranjang—sama dengan berendam di air es–untuk memastikan.

Apalagi di depan sana ada buaya, walau pun diam saja, hewan buas itu fokus memandangnya. Kulitnya yang bergerigi membuatnya bergidik ngeri, lalu kembali mengkhawatirkan Ryllis, pengidap Herpetophobia akut. Setakut apa perempuan itu sekarang? Sedangkan dirinya saja tak berani beranjak.

WakshudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang