15 | Kabur dari Nala

18 3 2
                                    

Jangan lupa vote, biar semangat update, Luv! Selamat membaca!

·⁠·✧☬✧⁠⁠·⁠·

“Tuan, kami telah menggeledah seluruh area di desa sekitar, tapi tidak menemukannya.”

Nala mendesah pelan, mengernyitkan kening. “Di mana gadis itu ...?” gumamnya.

Orang yang selalu berada di sampingnya, sehingga tidak pernah luput dari pandangan. Untuk pergi ke kamar mandi saja perlu dikawal (saat di desa). Siapa yang akan menduga ia kabur di tengah perjalanan? Benarkah perempuan itu penakut? Insiden ini mematahkan kepercayaan Nala yang selalu melindunginya seolah-olah anak piyik.

Sambil memandang nanar jukung¹ beserta tali di rerumputan yang sempat terikat di tangannya, ia mulai menyadari hal aneh. Mana mungkin orang yang tidak bisa berenang, berani melompat ke dalam air, lalu sangat cepat menghilang, tanpa satu pun dari mereka menyadari gerakan lain di air.

“Mana Malige?”

Vashma dan rekannya saling pandang dan menggendikkan bahu. Lalu, ia menjawab, “Sepertinya dia tidak ke mari, Tuan.”

“Kita kembali ke istana. Mereka pasti di sana,” ujar Nala, berjalan menuju tepi sungai besar itu.

“Dia yang menculik Ading Lilis?” ujar Phlason, tiba-tiba, seraya mengekor. Namun, sosok di depannya berpaling untuk melempar tatapan melotot.

“Ading Lilis? Siapa yang menyuruhmu memanggilnya begitu? Menggelikan.” Bergidik.

“Dia sendiri, benar kan, teman-teman?”

Vashma mengangguk antusias ketika tatapan penuh tanda tanya Nala menjumpai, lalu Aliru mengedipkan mata pelan, sebagai ganti gerakan kepala.

“Haaaa ... kayaknya dia semudah itu akrab sama kalian, ya?” Bagian bawah matanya berkedut, agak syok.

Tawa pelan terdengar, Vashma pun meletakkan tangan di samping mulut, seakan tengah berbisik, padahal suaranya begitu jelas. “Tentu saja, itu karena kami gentleman dan tidak suka menakuti orang-orang.” Dua tipe yang menusuk sampai ke dasar hati seorang Naladhipa yang langsung menceburkan diri dan berubah.

Disusul Vashma dan keempat halimunan lainnya.

***

Malige memang berada di istana, tetapi tampak sibuk mengobati luka di tangan Nirnaya. Mereka duduk bersebelahan di kursi panjang, tapi kedua tubuh itu mengarah ke samping agar menghadap satu sama lain. Perempuan bersurai indah bergelombang itu tidak mengeluarkan suara ingis sekali pun, netra fokus pada wajah sosok penolongnya.

Dari awal, Malige menyadari tatapan intens Nirnaya tak beralih usai begitu lama. Merasa pengobatannya hampir selesai, ia pun mengurangi intensitas energi yang disalurkan. Kemudian, berkata, “Putri menatap saya seolah-olah menginginkan saya.”

Nirnaya tersenyum tipis. “Ya, saya ingin.”

“Sayang sekali, saya harus menolak kehormatan ini, saya milik Pangeran Naladhipa.” Menyudahi sesi pengobatannya. Lalu memeriksa ulang luka di lengan tersebut, tulangnya baru saja tergeser, sehingga akan ada pembengkakan.

“Nirna kenapa?” Nala tiba-tiba muncul di bawah langit pagi itu dan berjalan tergesa.

“Abang!” Sangat senang menyambut sang kakak. “Saya tadi mengalami sedikit kecelakaan di kamar mandi, untung ada Malige, jadi tulangnya langsung dibenarkan.” Menunjukkan tangannya yang sudah bisa luwes digerakkan.

Nala menghela napas seraya bersyukur. “Lalu, di mana Ryllis?” Menginterogasi lelaki di bangku itu.

“Dia ikut dengan kalian, ‘kan?”

WakshudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang